Perlahan mata Kinan terbuka. Ia terkejut karena tetesan air yang jatuh ke pipi. Dan ketika melihat wajah yang dirindukan itu berada tepat di depan matanya, ia terkejut.
Perlahan ia tutup lagi mata indah yang sembab itu, lalu dibuka kembali.
Maya masih berada di sana, menatapnya dengan mata basah.
"Ini Bunda, Kak."
Isak tangis Maya pecah juga. Ia benar-benar tidak tega melihat kondisi anaknya yang terlihat mengenaskan dalam waktu singkat seperti ini.
Kinan tak bereaksi. Ia seolah mematung, menatap Maya tak berkedip. Ia seakan sedang berada di dunia mimpi.
"Kenapa kamu lihat Bunda kayak gitu, Kak?"
Adit yang membuatnya tersentak. Kinan pun menoleh pada Adit, yang berada di belakang Maya.
"Kakak nggak lagi mimpi, Yah?"
Dengan polosnya Kinan bertanya. Membuat Maya langsung menurunkan tubuh, memeluknya.
Kinan terkejut bukan main. Ia pun tak bisa menahan air mata bahagia itu meluruh ke bantal.
"Bunda udah maafin Kakak?"