"Jijik banget liatnya, sok alim gitu gayanya, eh ternyata perek. Hist. Murahan banget ya."
Kuping Kinan mulai panas mendengarnya.
"Liat tu! Cantik aja percuma kalau kerjanya ngangkang. Apaan tu? Lama-lama kantor ini bisa jadi sarang perek. Kayaknya gue musti ancang-ancang cari kerjaan lain deh. Sebelum tempat ini dikutuk Tuhan, jadi hancur."
Kinan mulai meremas kertas yang sedang ia pegang.
"Eh… eh… lihat tu, muka dia merah, dia pasti denger kan. Iya Perek, loe denger kita kan?"
Dan kali ini, terang-terangan salah satu dari empat wanita itu berteriak pada Kinan.
Padahal sudah bertekad untuk tidak membuat masalah lagi, tapi apa boleh buat, hatinya sakit sekali di fitnah seperti itu. Ia sudah tidak lagi melakukan hal buruk yang mereka tuduhkan, tapi kenapa mereka masih menganggapnya rendahan.