Putra sudah sampai di rumah, dan mendapati Maya telah bersiap untuk pergi. Pemuda itu meringis, cacing dalam perutnya sudah menggeliat-geliat dan menimbulkan bunyi yang… ah, tau lah ya gimana.
"Loh? belum makan, Bang?" tanya Maya saat mendengar pemberontakan cacing dalam perut Putra.
Putra menelan ludah, memegang perut. Dan menatap Maya sambil nyengir.
Maya menggeleng-gelengkan kepala. Benar-benar tak bisa ia terima perempuan yang sudah membuat anaknya kelaparan seperti ini.
"Duduk dulu, sebentar Bunda buatkan capcai udang kesukaanmu."
Maya menghela nafas. Ia terus merutuki perempuan yang tadi bersama anaknya. Meski belum ada bukti yang membenarkan dugaannya, tapi kembali pada ucapannya beberapa waktu lalu, bahwa seorang ibu memiliki firasat yang kuat terhadap anak-anaknya. Dan firasat tersebut jarang yang meleset.
Tak lama untuk Maya menyiapkan makan buat Putra. Si Bunda juga dengan cekatan mengambilkan nasi lalu meletakkan di hadapan anaknya itu, yang cuma bisa menunduk. Ia merasa salah. Amanat Maya sudah ia langgar. Tapi, Bunda tidak boleh tau, biarkan dia saja yang menyelesaikan urusannya sendiri. Ia tak boleh membuat Maya curiga dengan gelagat seperti ini.
"Makan, Bang."
Maya menatap Putra menyelidik, apa yang salah dengan anak ini?
Putra menghela nafas perlahan, ia lalu menyendok makanan yang baru disiapkan Maya.
"Makasih Bunda."
Maya mengernyitkan dahi. Anaknya mengucapkan sesuatu yang tak pernah ia dengar sebelumnya. Biasanya, ada makanan, tinggal makan, tanpa mengucapkan kata terima kasih. Dan Maya pun juga tak pernah menginginkan ucapan itu. Melihat keluarganya makan dengan lahap saja, ia sudah sangat bahagia.
"Bajunya kenapa kotor, Bang?"
Memang Bunda bermata jeli, padahal baju kaos yang digunakan Putra warnanya cukup gelap, hingga tak mudah menemukan kotoran di baju itu.
Darah Putra tersirap. Ah, Bunda bisa tau. Ia melirik noda yang tadi sudah ia bersihkan, setelah mengangkat Kinan kembali ke atas, di tebing jurang.
"Ah, ini. Tadi mobil ada masalah Bund, jadi Abang sok-sok jadi montir, nyungsep ke kolong meriksa apa gitu yang salah."
Maya tersenyum malas, Putra bukan permbohong, anaknya tak piawai berbohong. Tapi, ya sudahlah. Ia sedang tak berminat memperpanjang. Suatu saat, ia akan tahu semua yang terjadi pada Putra, selama berada dibelakangnya.
"Ya sudah, habis makan, Abang mandi aja dulu. Sudah sholat zuhur?"
Putra bahkan lupa melaksanakan kewajibannya sebagai umat beragama yang diajarkan taat oleh Maya sejak kecil. Ini kali pertama sejak di sunat, Putra melalaikan sholat sangat jauh seperti ini.
Melihat Putra tak menjawab, wajah Maya berubah muram.
Putra jadi menghentikan makan. Ia melirik jam ditangan. Pukul setengah tiga.
"Bang…"
Putra mengangkat wajah.
"Abang milih mana?"
Putra memucat, ia tak bisa menentukan pilihan, jika Maya memintanya memilih antara dirinya dan Kinan.
"Sholat atau makan?" ucap Maya setelahnya.
Putra meletakkan sendok perlahan. Ia lalu naik ke atas, ke kamarnya, dan memilih untuk mandi lalu sholat.
Maya benar-benar tidak bisa membiarkan Putra bersama dengan perempuan itu. Ia menghela nafas berat, lalu menutup makanan Putra dengan tudung makan.
Ia lalu menelpon mata-mata yang sudah dipekerjakan mulai hari ini.
"Gimana Jok?"
Namanya Joko, salah satu staf kepercayaan Adit, yang berfungsi melakukan pengawasan pada kinerja karyawan. Joko menduduki staf bagian pemasaran, sekaligus menjadi intel intern di Malik Estate. Tak ada yang tahu identitasnya, selain Direktur dan istrinya.
Tak hanya Joko, juga ada Resti yang direkrut oleh Maya. Resti adalah salah satu murid Buya Muslim, paman Maya di kota serambi mekah. Dan Resti bisa dipercaya untuk itu. Ia menjadi salah satu staf Divisi Humas, yang menerima perintah langsung dari Direksi.
{ Ketemu Mas Putra di batas kota Bu.}
Maya menghela nafas.
"Kirimkan hasilnya ke saya, Jok."
Joko mengangguk. Lalu telepon diputus oleh Maya.
Tak lama beberapa hasil jepretan masuk ke dalam aplikasi chatting Maya. Ia kembali menghela nafas, setelah melihat ini.
***
***
Sepanjang perjalanan, Maya lebih banyak diam, sesekali ditatapnya wajah Putra penuh kekhawatiran.
"Bunda kenapa?"
Putra merasakan suasana yang tak biasa. Ia benar-benar merasa sangat bersalah, tapi Maya tak boleh tahu salah apa yang telah dilakukan.
"Nggak kenapa-napa, Nak."
Maya juga tak ingin Putra tahu, apa yang sudah ia ketahui tentang hal yang telah dilakukan Putra tadi.
Untuk menghilangkan kekakuan, Putra mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Ada acara apa di rumah Tante Arsy, Bun?"
Maya sedikit tersentak. Ia sedang tidak mood mengobrol, tapi, ia pun tak ingin membuat anaknya berkecil hati karena tak menanggapi apa yang ditanya.
"Oh, Bunda cuma lagi pengen main ke sana, Bang."
"Abang kira Tante Arsy ngadain acara."
Maya hanya tersenyum kemudian.
Jarak ke rumah Arsy tak terlalu jauh. Hanya dalam lima belas menit perjalanan mereka sudah sampai.
Arsy menyambut kedatangan Maya riang, membuat Aisyah yang sedang baring-baring di atas tempat tidur kamarnya terkejut.
"Ai… Ai… lihat siapa yang datang!"
Arsy berteriak-teriak memanggil Aisyah.
Putra terkejut mendengarnya, Bunda benar-benar serius dengan apa yang sudah ia rencanakan, tentang perjodohan itu.
Aisyah keluar dari kamar. Dan mendapati sosok Maya sudah tersenyum lebar melihatnya.
"Tante Maya."
Polwan manis itu lalu menyalami Maya dan mencium punggung tangannya. Maya sampai dibuat luluh dengan sikap santun Perwira Polisi itu.
"Ya Allah, Aisyah. Benar-benar luar biasa sekarang. Tinggi tegap. Manisnya."
Puji Maya sungguh terkesima.
Putra yang berada di belakangnya, juga cukup terkejut melihat Aisyah sekarang. Dulu, polwan itu kurus dan kulitnya gelap sekali. Tapi sekarang, tubuhnya bagus, padat berisi, dan kulitnya sudah mencerah, sawo matang, dan memang manis.
"O iya, Ai. Itu Putra."
Arsy menunjuk Putra memerlihatkan pada Aisyah.
Seperti halnya Putra, Aisyah juga cukup terkejut dengan perubahan Putra. Dulu, Putra tambun, matanya tampak sipit, dan pipinya gembul. Sekarang, hmm. benar-benar mirip cowok korea. Mata sipit itu sudah sedikit membesar, pipi gembulnya lenyap, dan tubuhnya bagus.
Putra lalu mengulurkan tangan, karena dikode oleh Maya. Aisyah pun juga begitu.
Mereka tersenyum kaku, lalu sama-sama berbalik. Aisyah menuju kamar, dan Putra memilih keluar rumah.
"Loh, loh… kok pada masing-masing, nggak ikut ngobrol?"
Arsy bingung dengan sikap muda mudi itu.
"Aisyah masih capek, Bu. Tante Maya, izin ke kamar dulu, ya."
Aisyah menghentikan langkah kaki, lalu berbalik, menundukkan badan kepada Maya, dan masuk ke dalam kamar.
Maya tersenyum saja menanggapi, meskipun harapannya Aisyah dan Putra bisa saling mengobrol, tapi tak mengapa. Mungkin Aisyah memang butuh istirahat.
"Bang, ngapain diluar?"
Maya memanggil Putra yang sudah berada di ambang pintu.
"Mau ngecek mobil dulu, Bund. Abang lupa matiin AC kalau nggak salah."
Putra beralasan. Padahal ia ingin menghubungi Kinan. Ia canggung dengan situasi seperti ini. Dan Aisyah pun juga tampak kurang bersahabat. Fisiknya saja yang berubah, sikapnya tidak. Putra ingat betul, berkali-kali ia ditendang dan didorong Aisyah agar menjauh darinya, waktu kecil dulu.
Putra sudah masuk ke dalam mobil, menghidupkan mesin. Lalu menghubungi kekasih hatinya.
"Hallo, Nan. Loe lagi ngapain?"
{ Lagi mikirin loe, sayang." }
Kinan terdengar tertawa.
Putra tersedak, ia dipanggil sayang oleh Kinan. Rasanya luar biasa, membuat jantungnya berdebar.
{ Loe lagi apa, Tra?" }
"Lagi nelpon loe kan."
Kinan kembali tertawa.
{ Makasih ya sayang. Loe udah kasih gue hari yang bener-bener indah. }
Putra tersenyum mendengarnya.
"Loe bahagia kayak gini aja, gue udah seneng, Nan."
{ Lagi dimana? }
"Oh, ini lagi tempat temen Bunda."
{ Ngapain? }
"Gue cuma nganterin, Bunda lagi di dalam sama temennya."
Kinan menghela nafas. Ia tengah berbaring di sofa sambil menonton acara televisi.
{ Loe udah makan? }
"Udah, Nan. Eh, loe sampe kapan cutinya?"
{ Masih lama. Ini aja baru jalan dua hari. }
"Ntar malem, gue jemput ya."
Kinan tertawa, { Officially dating ya? }
Putra juga tertawa, "Ya. Gue mau ngasih loe surprise."
{ Surprise apa sayang? }
"Hmm, kenapa loe panggil gue gitu, Nan?"
Putra benar-benar tidak kuat mendengar panggilan itu, jantungnya seolah mau copot.
{ Karena gue sayang loe. }
Putra kembali tersedak. Begini rasanya berpacaran. Benar-benar membahagiakan, hormon oksitosin dalam dirinya benar-benar mendominasi saat ini. Mengingat wajah Kinan saja sudah membuatnya bahagia tidak jelas.
Hal serupa juga terjadi pada Kinan. Selesai dengan Andi, gadis itu tak lagi merasakan kebahagiaan jatuh cinta seperti saat ini. Karena itulah, mulutnya tak pernah berhenti mengucapkan terima kasih pada pemuda tampan, yang sekarang sudah resmi menjadi miliknya. Menurutnya.
***
***