Chereads / Doctor Couple : Pernikahan Sang Dokter Cinta / Chapter 14 - Kocaknya Pengantin Baru

Chapter 14 - Kocaknya Pengantin Baru

"Kenapa sayang?" Tanya Demir lugu tak sadar jika handuk di pinggangnya terlepas dan jatuh ke lantai.

"Itu...," Telunjuk Dee menunjuk selangkangan Demir. Tangannya menutup matanya walau jari-jari tangan masih merenggang dan bisa melihat tongkat sakti Demir. Dee malu tapi mau. Jika selama ini hanya melihat dari film dan sekarang ia bisa melihat bentuk aslinya.

"Itu apa?" Demir menyentuh pundak Dee.

"Handuk Mas lepas dan aku melihat barang pusaka mas. Besar dan panjang," ucap Dee ceplas-ceplos. Ia melarikan diri karena malu dan bersembunyi dibawah selimut. Otak sucinya telah ternoda melihat kejantanan Demir. Ia tak bisa melupakan pemandangan yang baru saja ia liat. Baru melihatnya saja sudah merusak pikirannya apalagi jika...Ah sudahlah Dee membuang jauh-jauh pikiran bodohnya.

Demir melirik kebawah dan menyadari jika handuk terlepas. Secepat kilat ia mengambil handuk dan melilitkan dipinggang. Ia tertawa terkekeh melihat sikap konyol Dee.

Sayang melihatnya saja kamu sudah ketakutan dan malu seperti itu. Bagaimana jika dia memakanmu nanti. Apakah kau akan berteriak ketika dia merenggut kegadisanmu?

Demir menuju lemari pakaian. Ia mengambil satu stel piyama yang senada dengan Dee. Ia mendekati Dee yang bersembunyi dibawah selimut.

"Sayang kamu kenapa?" Demir masuk ke dalam selimut dan pura-pura tidak tahu kenapa Dee bersembunyi. Ia ingin menggoda sang istri.

"Gapapa Mas. Tiba-tiba perut aku sakit," elak Dee membohongi Demir. Ia tak mau ketahuan karena malu melihat tongkat sakti Demir.

"Ngapain dibawah selimut sayang. Bagusnya dibawah selimut ketika kamu tidak memakai pakaian. Sekali Mas buka selimut dapat pemandangan indah," goda Demir mengangkat selimut yang menutupi tubuh Dee. Demir tergelak tawa karena posisi Dee menungging.

"Sayang kamu lagi mengerami telor? Berapa telur tadi yang keluar?" Tanya Demir mencandai Dee. Ia tertawa terbahak-bahak melihat posisi tidur sang istri.

"Enak aja samain aku sama ayam. Ini posisi tidur lagi mens. Tidur dengan posisi seperti ini mengurangi tekanan pada otot-otot bagian perut. Ini akan mengurangi rasa kram dan membuat kita lebih nyaman," ucap Dee memberi penjelasan. Ia selalu merasa kesakitan ketika haid hari pertama. Perutnya terasa panas dan tidak nyaman.

"Tiap bulan kamu sakit kayak gini? Demir jadi prihatin dan duduk disamping Dee. Ia mengelus punggung Dee dengan lembut.

"Mas maafin aku."

"Maaf buat apa?"

"Karena aku mens kita enggak jadi malam pertama," ucap Dee penuh penyesalan. "Mens ini datang diwaktu yang tidak tepat."

Demir tersenyum ceria. Ia tak dapat menyembunyikan tawanya. Istrinya benar-benar lugu.

"Bukan salah kamu kok. Emang udah jadwalnya juga kamu datang bulan. Seharusnya ketika kita menentukan tanggal pernikahan Mas tanya dulu kapan kamu haid. Biar kejadian enggak kayak gini."

"Iya juga ya," ringis Dee malu seraya menggoyangkan pantatnya. Perutnya kram serasa ditusuk paku.

"Jangan goyang pantatnya sayang. Bikin mas jadi horny tahu ga." Refleks tangan Demir menyentil pantat Dee.

"Mas," geram Dee membalikkan badan dan duduk seperti biasa.

"Mau marah? Udah hak Mas kok menyentuh tubuh kamu. Kita akan sudah ijab kabul tadi." Demir menaik turunkan alisnya. Demir menyandarkan kepala Dee dibahunya.

"Iya tahu tapi Mas rese," ucap Dee dengan ekspresi duck face.

"Bibirnya gak perlu kayak gitu juga. Liat bibir kamu monyong kayak gitu bawaannya mau cium aja."

"Dasar mesum," balas Dee memukul dada Demir pelan. Ia marah tapi hanya berpura-pura. Ucapan Demir memancing otak kotornya. Apakah sunlight bisa membersihkan otaknya yang kotor?

"Kalo sama istri sendiri gapapa kok mesum. Dapat pahala lo. Btw kenapa tadi lari ketika handuk Mas lepas?"

"Ah....Mas menyebalkan," protes Dee membuang muka. Wajahnya memerah. Demir paling bisa membuatnya malu dan kikuk.

"Menyebalkan kenapa?" Tanya Demir dengan suara yang dibuat-buat. Seolah-olah ia berbicara dengan anak kecil.

"Kura-kura dalam perahu. Sudah tahu tapi pura-pura tidak tahu," balas Dee dengan berpantun.

"Mas enggak tahu. Mas cuma tempe."

"Udah ah jangan becandain aku trus. Malu."

"Malu kenapa? "

"Malu liat 'adek' Mas. Trus aku dengar desahan Mas dikamar mandi tadi. Pasti Mas pake tangan ya tadi?" Giliran Dee memberondong Demir dengan pertanyaan. Demir tak berkutik dan menjadi malu.

"Ibaratnya pesawat mau mendarat tapi landasannya ga siap. Ya mau gimana lagi. Kalo enggak kayak gitu sakit kepala Mas."

"Tapi masih ada jalan ke Roma Mas," seloroh Dee tak menyadari ucapannya akan menjadi bumerang untuknya.

Demir dengan semangat 45 menarik tangan Dee menuju kamar mandi.

"Yuk bantu Mas. Tadi belum tuntas," ucap Demir membuat Dee melongo.

Satu jam kemudian Dee dan Demir keluar dari kamar mandi. Demir keluar dengan wajah berseri-seri. Sementara tangan Dee pegal karena membantu Demir.

"Mas lama sekali. Tangan aku pegal," protes Dee menuju tempat tidur.

"Enggak boleh protes. Kewajiban istri," seloroh Demir mentowel pipi Dee.

*****

Citra merasa badannya tidak enak. Semenjak peristiwa pemerkosaan terjadi ia memutuskan berhenti bekerja. Ia lebih banyak dirumah dan menyendiri. Rasa traumanya sudah perlahan-lahan sembuh. Ia masih tak percaya jika Bryan memperkosanya. Dee dan Clara membawanya berobat ke psikiater.

Pintu kamarnya diketuk dari luar. Sesti, kakak Citra datang menemuinya.

"Ada apa mbak?" Tanya Citra melihat kedatangan Sesti.

"Ada Clara. Dia ingin menemui kamu."

Citra langsung menuju ruang tamu. Clara sedang duduk seraya memainkan smartphone.

"Clara," panggil Citra memeluk Clara. "Apa yang membawamu kemari?".

" Aku mau pamit," ucap Clara dengan wajah sedih.

"Kamu mau kemana?"

"Aku akan kembali ke Jerman. Aku sudah terlalu lama disini. Aku akan mengatakan pada papa untuk membatalkan pertunangan kami. Bryan akan bertanggung jawab padamu."

"Kamu tidak perlu melakukan semua itu. Aku tidak ingin Bryan bertanggung jawab padaku." Citra dengan tegas menolak usulan Clara. Buat apa Bryan bertanggung jawab padanya jika pada akhirnya mereka akan tersakiti.

"Dia harus menebus kesalahannya Citra. Kamu korban disini," ucap Clara tegas tak mau dibantah. Ini merupakan keputusan yang berat untuknya tapi nalurinya sebagai perempuan tak bisa mengabaikan kemalangan Citra.

"Tapi aku tidak mau menikah dengan Bryan," tolak Citra tegas.

"Kamu harus menikah dengan dia. Aku punya firasat yang buruk. Kalian harus menikah demi masa depan kalian. Kita tidak pernah tahu apakah malam itu benih Bryan tumbuh di rahimmu apa tidak."

Citra mendadak pusing dan mual. Matanya berkunang-kunang. Ia pingsan, untung saja Clara dengan cepat membopong tubuhnya.

Clara dan Sesti membawa Citra ke rumah sakit. Clara curiga dengan kondisi Citra dan membawanya ke poli obgyn. Ia memilih memeriksakan Citra pada Uty karena dari awal sudah tahu histori Citra.

"Kamu benar. Dia hamil. Usia kandungannya sudah delapan minggu," ucap Uty prihatin menunjuk layar USG.

Uty memberikan foto USG pada Clara. "Ini kantong rahimnya. Semoga bayinya sehat."

Citra sadar dari pingsannya. Ia mendengar semua perkataan Uty. Dia hamil. Dunianya serasa runtuh mendengar ucapan Uty. Ia mengandung anak Bryan. Penderitaan apa lagi yang akan menimpanya di masa depan?