•••••••••
4 O' Clock
••••••••••
•••••••••••
Sometimes doing nothing is necessary, to protect yourself.
•••••••••••
Kim Namjoon memutar-mutar pulpen yang ditangannya dengan pandangan yang tetap datar dan melemparnya hingga melayang melewati pintu yang terbuka—membuat seseorang yang membukanya terlonjak kaget dengan pulpen yang melayang melewatinya dengan cepat.
"Apa yang kau lakukan, Kim?! Kau mau membunuhku?!" tanyanya lalu terdiam, apakah malaikat bisa mati dengan mudah?
"Lupakan, aku tahu aku bodoh, tidak ada malaikat yang benar-benar mati hanya karna pulpen bukan?" ucapnya lagi.
Namjoon tetap memasang ekspresi datar tidak menghiraukan sama sekali celotehan dari sahabatnya— Jung Hoseok. Hoseok yang tahu bahwa tidak akan mendapatkan respon apapun hanya menghela nafas lalu berjalan duduk di sofa putih dekat dengan meja yang sedang digunakan Namjoon untuk menulis, entah menulis apa pria yang memiliki dimple di kedua pipinya.
"Yoon Jisu—" baru kalimat tersebut yang diucapkan Hoseok ketika membaca kertas putih yang ada dimeja sudah hilang dari pandangannya, dan sudah berada ditangan Namjoon.
Hoseok memincingkan matanya menatap sahabatnya dengan curiga, dan bertanya, "Apa yang kau sembunyikan? Yoon Jisu siapa Dia?"
Namjoon memasukan kertas tersebut kedalam laci dan mengunci tang hanya bisa dibuka olehnya. Namjoon menyatukan kedua tangannya yang dijadikan tumpuan dagunya dan menatap Hoseok dengan tatapan tajam. "Jika hanya ingin mengacau lebih baik Kau keluar dan lalukan tugasmu!" perintahnya tidak menghiraukan pertanyaan yang sebelumnya dilontarkan Hoseok.
Hoseok semakin menyipitkan matanya melihat tingkah Namjoon yang seakan takut diambil mainan miliknya. Hoseok menghela nafas dan menghilang dengan sekejap seakan-akan sebelumnya tidak pernah ada lelaki yang memiliki senyum cerah itu.
Namjoon berjalan kearah rak buku yang berada disisi kirinya dan mengambil buku bersampul coklat yang sudah usang untuk dibaca. Baru beberapa menit yang lalu pria yang memiliki dimple tersebut membaca suara isak tangis yang terdengar oleh telinganya membuatnya menutup buku tersebut dan dalam sekejap dirinya menghilang menyisakan keheningan dalam ruangannya.
"Jangan menangis Jisu-aa, kau bukan gadis lemah."
"Mereka tidak pernah tahu bagaimana kehidupan yang Kau selama ini, Jisu-aa, jangan biarkan dirimu bertumpu pada siapapun selain kepada Tuhan. Kau tidak memiliki siapaun dihidup mu selain Tuhan dan dirimu sendiri," ucapnya masih dengan isakan yang mengiringinya.
Namjoon menatap punggung gadis yang menjadi tujuannya berada disini dengan tatapan datar. Namjoon tidak berbuat apapun selain hanya memperhatikan bagaimana punggung gadis tersebut menaik turun karna terisak dan terus mengoceh menguatkan dirinya sendiri, Dia butuh ketenangan. Namjoon menatap matahari yang bersinar terang lalu secara tiba-tiba awan hitam menyelimutinya membuat sinarnya tidak terlihat dan udara menjadi lebih sejuk.
"Langit pun ikut mengasihani dengan apa yang Kau alami, Jisu-aa, kau benar-benar malang hingga langit pun mengasihani mu," ucapnya lagi kali ini sambil menatap langit yang terlihat kelabu.
Namjoon ikut mengalihkan perhatiannya menatap langit yang kelabu karna perbuatannya, sepertinya ia salah melalukan perbuatan. Namjoon hanya merasa jika gadis didepannya akan terbakar jika matahari terus menyorotinya, Ia bahkan tidak pernah menyangka jik itu yang pikiran dari gadis didepannya. Namjoon berniat untuk mengembalikan matahari secerah sebelumnya akan tetapi niatnya diurungkan, bukankah akan terasa aneh karna tiba-tiba langit cerah berkelahi sekejap lalu dalam sekejap pula langit kembali cerah?
Namjoon mengalihkan perhatiannya pada gadis didepannya yang tersenyum kecil ketika udara menerpa wajahnya dan menerbangkan anak rambut yang berada disekitar wajah. Wajah yang tadi dihiasi dengan tangisan kini kembali cerah setiap kali angin berhembus menerpanya. Namjoon berjalan mendekatkan dirinya hingga tepat berada dihadapkan gadis yang tersenyum kecil menatap kedepan dengan tatapan kosong.
Namjoon menghapus jejak air mata gang berada pipi Jisu dengan lembut dan berbisik dengan pelan di telinganya, "Kau memiliki ku, Yoon Jisu. Aku akan bersamamu Jisu-aa."
••••••••
Bisikan halus itu nyata atau hanya halusinasinya saja? Jisu memegang pipinya yang terasa hangat dan menatap sekeliling dengan pandangan bingung. Dirinya hanya sendiri disini. Jisu membuka pintu rooftop dan menuruni anak tangga dengan perlahan lalu menuju toilet untuk membasuh wajahnya karna sebentar lagi pelajaran pertama akan dimulai dan Jisu tidak bisa telat ataupun membolos, suasana hatinya memang tidak baik akan tetapi ia tidak akan mempertaruhkan pendidikannya hanya karna masalah seperti ini.
Jisu menulis materi yang berada dipapan tulis dengan rapih lalu setelah selesai Jisu menyerahkan buku catatannya untuk dinilai Hwang Songsaenim. Setiap hari Senin saat pelajaran Hwang Songsaenim seluruh kelas akan mengumpulkan buku catatan untuk dinilai kerapihan dan kelengkapan catatan dan dapat menjadi nilai tambah. Hwang Songsaenim menang guru yang galak dimata seluruh murid, tapi Hwang Songsaenim tidak pelit dengan penilaian.
Wangi dari Udon seafood yang menjadi menu makan siang hari ini begitu menggugah selera terlebih adanya kimchi dan juga sup serta salad nuget membuat Jisu tersenyum kecil, melihat bagaimana makan siang yang diberikan untuk makan siang terlihat lezat.
Jisu menatap koki Jung yang memberikan Udon terlalu banyak, belum Jisu lengang ungkapkan protesan ya Koki Jung lebih dahulu berbicara.
"Kau terlihat kurus, Jisu-a, makanlah lebih banyak," ucapnya dengan lembut. Jisu hanya mengucapkan terimakasih dengan tersenyum lebar, Koki Jung memang selalu baik kepadanya.
Jisu menarik salah satu kursi yang dekat dengan jendela dan memakan makan siangnya dengan tenang. Jisu tidak tahu bagaimana cuaca hari ini dengan yang pasti, tiba-tiba tadi mendung dan sekarang sangat cerah tanpa hujan sedikitpun yang membasahi bumi.
Suara berisik dari meja yang dipukul membuat Jisu mengalihkan perhatiannya dari laur jendela.
"Coba lihat siapa yang sedang menikmati makan siangnya sambil menatap jendela, bukankah dia Yoon Jisu?"
Jisu mencoba tidak perduli pada perkataan Han Cherly yang kini berada telat duduk dihadapannya, akan tetapi rambutnya yang ditarik kencang dari belakang membuatnya menodongkan kepalanya dengan paksa. Senyum manis yang tersungging diwajah Jung Nana membuat Jisu sedikit was-was, pasalnya Cherly dan Nana memang tidak menyukainya sejak awal. Jisu tidak tahu apa yang membuat kedua gadis populer tersebut tidak menyukainya, padahal dirinya bahkan sebelumnya tidak mengenal keduanya sama sekali.
"Apa kalian lihat wajah jalang ini? Bukankah dia tidak cantik sama sekali untuk menggoda kepala sekolah?"
Jisu mencengkeram kuat tangan Nana yang menarik rambutnya, bukan hanya karna kesakitan di fisiknya tapi juga perkataan yang dikeluarkan Nana membuat hatinya juga ikut terluka.
"Sakit Jalang! Kau membuat tanganku memerah!" Nana melepaskan rambut Jisu dengan kasar hingga wajahnya mengenai sup.
Tidak ada yang berusaha menolong atau mengingatkan bahwa apa yang dilakukan Nana adalah tindakan kekerasan, yang ada mereka tertawa keras seakan puas dan ikut mendukung apa yang dilakukan gadis yang memakai jepitan di kedua sisi rambutnya. Jisu menjauhkan wajahnya dari sup dan membersihkan wajahnya dengan tisu basah yang selalu ada disaku jas abu-abunya, Jisu sudah terbiasa dengan perlakukan ini akan tetapi tetap saja hatinya terasa sakit menerima kembali perlakukan seperti ini. Jisu ingin seperti anak-anak seusianya yang lain, bersenang-senang dengan teman, pergi berbelanja aksesoris cantik, pergi berbelanja make up, dan tertawa bersama disekolah bukan seperti ini. Jisu menghela nafas membuang pikiran mustahil itu dari pikirannya, karna sampai kapanpun itu tidak akan pernah terjadi. Siapa yang ingin berteman dengan anak miskin sepertinya? Kedua orang tuanya bangkut, Ibunya meninggal karna depresi dan Ayah yang pemabuk. Jisu benci kedua orang tuanya tapi Ia lebih membenci dirinya sendiri.
"Nana-aa, kau tahu gadis jalang ini— ah, tidak maksudku wanita jalang ini sepertinya harus diberikan pelajaran sopan santun, agar ia tahu bersikap sopan kepada kalangan jauh diatasnya," ucap Cherly dan dijawab anggukan setuju Nana.
Nana menarik tangan Jisu dengan paksa dan menyuruh Jisu berlutut didepannya dengan paksaan. "Minta maaf dengan mencium kakiku, maka aku akan memaafkan kesalahanmu hari ini," ucapnya santai. Nana menggerakkan-gerakan kaki kanannya, menyuruh Jisu untuk menjadi seperti anak anjing malang yang menuruti perintah tuannya.
Jisu tidak akan melakukannya. Bagaimanapun ia memiliki harga diri dan Jisu tidak membuat kesalahan apapun, dirinya hanya melawan karna perbuatan Nana yang menyakiti rambutnya. Lantas mengapa harus ia yang meminta maaf disini?
"Kau tidak mau meminta maaf, Jalang?" Tanya Cherly. Gadis berambut sebahu itu menendang punggung Jisu dengan kuat, membuat wajah Jisu hampir mengenai ujung sepatu Nana.
"Sial! Aku benar-benar tidak akan memaafkannya!" Teriak Nana dengan kesal dan menatap seluruh murid gang berada dikantin. "Lempari dia dengan makan siang kalian, setelah itu aku akan mentraktir kalian untuk makan siang di restoran mewah!" Perintahnya dan duduk menjauh bersama Cherly.
Bagaikan rakyat yang mendengarkan apa yang diucapkan pemerintahnya seluruh murid yang berada di kantin langsung dengan semangat melempari Jisu dengan makan siangnya, tidak perduli jika makan siang mereka sia-sia. Cherly dan Nana tersenyum puas melihat bagaimana Jisu yang dilempari makanan dan bertos bersama, mereka puas melihat pemandangan seperti ini.
•••••••••
4 O'Clock
•••••••••
I hope you like this story.