Aku sudah tak kuasa membendung amarah yang sangat kuat ini, rasanya aku ingin marah dan marah.
"Gini aja Sel, mending besok lo pulang, terus lo ngomong kalau kepergian papa lo bukan berarti kalian harus jatuh depresi gini."
"Maksud lo?"
"Gue tau rasanya jadi lo sel, itu pasti bakalan membuat orang yang di tinggalkan akan jauh lebih depresi. Itu yang sedang terjadi sama mama mu...
"Mungkin mama mu butuh seseorang yang bisa membendung semua emosinya, kayak lo sama gue kali ini. CURHAT. Coba lo bikin mama mu sadar apa yang telah dia perbuat sama kamu." Jelas Raib.
"Ingat Sel, orang tua adalah anugrah yang di beri tuhan untuk kamu, aku dan lainnya. Mama mu mungkin lagi depresi sekarang, dia butuh kamu, tapi kamu malah ninggalin dia dan memutuskan menginap di sini."
Kata kata Raib benar benar menyentuh hati ku.
Dalam pikiran ku sekarang aku seperti anak yang sangat durhaka. Aku sangat egois. Dan gak bisa berpikir dengan jernih.
Betul kata Raib, mungkin mama perlu seseorang yang bisa membendung semua emosinya...
Dan bila iya, orang tersebut adalah aku, anaknya.
"Ya udah, gue buatin lo lagu, lo tuangkan semua amarah lo dalam lirik yang lo buat." Ajak Raib.
Kata kata indah dan istimewa akan ku buatkan untuk seorang ibuku.
Kata kata dari seribu juga kata yang bakalan terkenang sepanjang hidupnya.
Di malam itu aku menulis kan sebuah lagu yang sangat indah untuk seorang ibu.
Kehidupan seorang ibu yang harus memutuskan menjadi ayah dan ibu sekaligus buat ku.
****
Pukul 8 pagi.
Jam delapan pagi aku baru bangun, setelah semalaman membuat lirik lagu.
Dan di jam 8 pagi itupun ada sesuatu yang benar benar membuat ku terkejut.
Mis Zuliz memberi tahu ku dan yang lainnya kalau akan terjadi perang besar besaran yang melibatkan klan Matahari dan pangeran Bryan serta James.
Pembuat onar klan itu mulai beraksi setelah gagal menculik Raib di klan Bulan.
Mereka menyerang klan leluhur ku karena ingin menguasai semua benda pusaka di sana yang katanya bisa menyatukan kekuatan besar.
Kekuatan yang bisa menghancurkan satu klan dengan satu kali pukulan berdentum.
Mendengar kabar tersebut aku dan Raib segera pergi ke Basement Ali, biasa tempat pertemuan kita.
"Udah siap Sel?" Tanya Raib.
Aku hanya mengangguk, karena aku masih nggak mood buat ngobrol, percakapan ku dan Raib tadi malam sangat membuat ku sadar.
Kami tiba lagi di kediaman tuan muda Ali yang sangat megah itu. Seperti biasa pula Mang Satpam membukakan gerbang untuk kami.
Setelah itu menyuruh kami untuk masuk ke rumah Ali.
Alasan kami datang adalah untuk kerja kelompok, untuk karangan laporan selama liburan.
Dan untungnya mang Satpam percaya.
"Ada apa mis?" Tanya Raib terlebih dahulu.
"Gini Ra, Sel. Rumor yang ada di klan Matahari itu memang benar benar ada." Kata Ali.
"Maksudnya?" Kini aku ikut berbicara, karena klan Matahari adalah klan leluhur ku.
"Mereka mulai menyerang langsung ibu kota Ilios." Kata Ali langsung ke topik pembicaraan.
"Jadi mereka bakalan nyerang papa ku dong!" Kata ku yang teringat soal kerjaan papa.
"Iya Seli, papa mu menjadi gardu depan orang yang rawan terserang, karena dia yang memegang pusaka itu." Jelas Mis Zuliz.
"Terus, saya harus gimana Mis?" Tanya bingung.
Kenapa masalah besar terus menghantui dan mengejar ku? Apakah ini takdir dari seorang Seli?
I don't know!
****
Seli, Raib, Ali, dan Mis Zuliz sedang berdiskusi tentang rencana kapan mereka bakalan berpetualang.
Petualangan memang ada pada saat saat yang tak di mungkinkan, seperti kisah mereka ini, seperti suatu takdir yang selalu menbuntuti mereka.
Kehidupan mereka memang benar benar rumit. Namun kerumitan dalam kehidupan itu seakan hilang karena mereka sendiri.
Yah mereka yang selalu bersama dalam suatu ikatan persahabatan, dalam suatu kenangan indah di masa masa mereka bersama.
Memang mereka sama sama memiliki ego yang membuat mereka tak bisa menunjukkan kebersamaan dalam persahabatan mereka.
Seperi yang di lakukan mereka sekarang. Petualangan.
"Jadi.... saya harus bujuk Kak Jhon untuk bantu kita di klan Matahari?" Tanya Seli setelah selesai merancang rencana.
"Iya Sel, pasti kalau kamu yang membujuk kak Jhon bakalan mau kok. Lagi pula petualangan ini masih 1 minggu lagi, setelah lomba Seli." Jelas Mis Zuliz.
"Tapi bagaimana dengan pengambilan Rapor kami?" Tanya Raib yang teringat sesuatu.
"Itu masalah belakangan Ra. Lagi pula kan mis Zuliz guru di sana." Jawab Ali.
Walaupun Raib dan Ali lagi berantem meraka gak menunjukkan ekspresi muka muka berantem.
****
Sesuai perintah Raib tadi malam, aku memutuskan untuk menemui mama. Tapi sebelum itu aku dan Raib membuat rekaman lagu yang kami buat.
Aku tak habis pikir Raib memang orang yang luar biasa, dia akhirnya menunjukkan kemampuannya bermain gitar.
"Ra, pakai kamera ku aja, aku sempet bawa kok." Tawar ku pada Raib.
"Iya Sel, kamu udah siap?" Tanya Raib sambil mengeset kamera di depan kami.
Raib di sebelah ku memainkan alunan musik dari gitar akustik nya. Merdu suara melodi itu semakin enak di dengar saat aku menyanyi.
Lirik:
Malam telah berganti
Aku ada di sini menikmati kehidupan kita secara bersama
Walaupun kita hanya berdua
Takdir memang benar.....
Kebahagian tak selalu ada di sini...
Ukiran senyum mu.... cukup membuatku bahagia....
Bersama berdua....
Lewati rintangan hidup...
Reff:
Aku hanyalah manusia
Yang tak pandai merangkai kata
Satu pesan ku padamu.....
Jadilah Ayah Dan Ibuku...
Kaulah ayah ku....
Kaulah ibuku....
Yang selalu ada di sampingku!!!
Cobaan ini adalah rintangan
Woah.....
Jadilah Ayah.....
Jadilah ibuku.....
Woah!!!
You are my father....
You are my mother....
Even though I only
Have you
Mother....
Rekaman kami sudah selesai dengan diiringi tangisan ku yang mulai pecah.
Kemudian Raib yang kali pertama memelukku untuk menenangkan ku.
"Sel, kalau lo nangis, nanti pulang ke rumah mata lo lembab, ayo jangan nangis dong." Rayu Raib.
"Nanti gue beliin coklat deh, atau perlu pakaian serba kuning?" Bujuk Raib lagi.
Dan anehnya aku mengangguk apa yang di tawarkan Raib.
Aku ingin mama mendengarkan lagu ini.
****
Pukul 4 sore.....
Setelah membuat rekaman lagu, aku dan Raib memutuskan untuk pergi ke rumahku pukul 4 sore. Biasanya di jam itu mama mempunyai waktu santai.
Walaupun sekarang lagi libur kerjaan mama masih banyak. Terlebih lagi sekarang tidak ada papa yang bisa menafkahi kami.
Rumah ku dan Raib terpaut jarak yang cukup jauh, jadi selama perjalan aku menarik nafas panjang panjang untuk menenangkan diri sejenak.
Aku takut rencana ku dan Raib tidak berhasil untuk meluluhkan hati mama.
"Sel, jangan gugup. Apa kita beli makanan dulu? Pasti mama mu nggak sempet masak dan makan." Ajak Raib.
"Ya Ra, terserah kamu deh."
Kami pun turun di warung makan di pinggir jalan, aku memesan makanan kesukaan mama.
Lagi pula Raib rela membayarkan makanan yang kami beli. Karena uang ku telah habis.
"Makasih Ra."
"Iya."