Tahun ini, pemerintah tiba-tiba mengadakan sebuah seleksi. Tidak ada satu orang pun yang tahu untuk apa seleksi itu. Yang masyarakat tahu dari berita, hanya 250 siswa yang akan diterima dan semua mahasiswa wajib mengikuti seleksi tanpa terkecuali. Satu hal lagi, seleksi ini tidak dibuka untuk umum.
Tentu saja banyak masyarakat tidak setuju. Pemerintah terkesan membuang anggaran, apalagi ditengah kondisi perekonomian negara yang sedang krisis. Namun pemerintah tetap bersikeras. Program pada akhirnya tetap dilanjutkan.
[Pemerintah menunjuk universitas mandala sebagai partner].
Headline berita seperti itu muncul dimana-mana, juga di handphone yang ku genggam. Tentu itu membuatku penasaran, meskipun aku sudah bisa mengira isinya apa. Tepat saat aku berniat membaca beritanya, seseorang memanggil namaku.
"Lan! Tugas kemaren tega ya lo! Sengaja lo salahin kan!?" Tuduhnya.
Dari suaranya aku tahu siapa yang memanggil. Surya, teman sekelas. Kami berdua sebenarnya berasal dari jurusan yang berbeda, hanya kebetulan kami mengambil kelas yang sama, dan hanya kebetulan kami pernah satu kelompok. Setelah itu, dia sering menghubungiku, terutama saat ada tugas dan kuis.
"Widiih... lo mau ikut itu? Yakin lo bisa masuk? Programnya aja gak jelas!" tambahnya.
"Bukannya semua mahasiswa wajib ikut ya?"
"Eh, nggak Lan! kalo sakit lo bisa gak ikut seleksi."
"Tapi kan gue sehat!" bantahku.
"Bisa diakali Lan, kayak gitu cuma butuh surat dokter. Gue ada kenalan kalo lo mau beli!" balasnya dengan bangga sambil meletakkan telapak tangan kanannya di dada.
Aku sungguh muak dengan orang ini. Dia selalu merasa semua bisa dibeli dengan uang dan kuasa. Itulah mengapa aku sengaja memberikan jawaban yang salah padanya kemarin, berharap dia belajar dari itu.
Surya memang berasal dari keluarga kaya. Ayahnya punya pabrik kertas di Sidoarjo. Ibunya menjabat komisaris di sebuah stasiun televisi swasta. Bahkan kakeknya, Hadi Widjaja, bukan cuma keturunan ningrat tapi juga 3 kali berturut-turut menjadi anggota dewan.
"Udahlah... gue mau belajar buat seleksi!" ucapku ketus lalu pergi meninggalkan Surya.
"Lan! Alan! Urusan kita belum selesai!" ancamnya.
Jujur aku tidak takut dengan ancamannya. Yang aku takutkan kalau-kalau aku jadi seperti dirinya, menghalalkan segala cara.
***
Hari ini hari seleksi. Sejak diumumkan minggu lalu, perpustakaan tiba-tiba penuh. Untung saja aku sudah belajar jauh-jauh hari.
Soal seleksi terbagi menjadi 5 bagian, logika, matematika, pengetahuan umum, ekonomi, dan esai. Bagiku jujur saja ini menarik, memang tidak ada yang tahu soal atau materi yang diujikan apa saja. Namun, sangat jarang ilmu ekonomi diujikan, apalagi tidak semua mahasiswa pernah belajar atau mengambil jurusan ekonomi.
Satu hal yang menarik lagi adalah esai. Hanya ada dua soal esai. Pertama, seberapa pantas anda untuk kami terima. Kedua, siapa yang menurutmu pantas kami terima. Dua soal ini cukup mudah, tapi sebenarnya sangat sulit. Pertanyaan semacam ini sudah jelas membentuk 3 kelompok.
Pertama, kelompok yang akan memuji diri sendiri, mengatakan mereka sangat pantas lalu menuliskan semua penghargaan dan prestasi yang pernah dia terima. Kelompok kedua, mereka yang merendah meskipun memiliki prestasi, mengatakan bahwa dirinya sangat ingin meskipun terkendala ini itu. Sementara untuk soal kedua, mereka akan cenderung menuliskan seseorang yang mereka kenal atau teman dekat mereka. Kelompok ketiga, akan menuliskan dirinya sangat ingin bergabung dan akan bekerja keras. Sementara soal kedua mereka kebanyakan akan menjawab dirinya sendiri seperti kelompok pertama.
Dari 5 bagian, hanya ekonomi yang paling susah menurutku. Banyak teori ekonomi yang tidak aku ketahui. Sementara esai, soal pertama aku jawab, "hanya anda yang mengetahui". Tentu aku tuliskan alasanku dibawahnya. Sementara soal kedua aku jawab, "mereka yang beruntung".
Tentu aku punya alasan untuk itu. Sebanyak apapun skor yang diterima, tidak menjadikan seseorang lolos seleksi. Pemerintah tidak pernah berkata, 250 orang yang terpilih berdasarkan skor teratas. Juga kalau melihat lembar pertama soal, sudah ada petunjuk kecil.
[Isilah soal di bawah ini dengan jawaban yang benar! Semoga beruntung!]
Biasanya akan ada petunjuk skor dibawahnya, seperti benar +4 atau salah -1. Tapi disini tidak ada.
***
Hari pengumuman tiba. Karena semua mahasiswa wajib mengikuti seleksi, maka hanya nama yang lolos yang diumukan. Pengumuman bisa dilihat hampir di semua surat kabar, televisi, atau bahkan situs-situs resmi pemerintah.
Dan, namaku ada disana. Alan Nugraha. Tepat di sebelah nomor 250.
Sungguh beruntungnya diriku. Sesaat kemudian, handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan dari kementerian pendidikan yang berisi link tentang program rahasia tersebut. Saat aku klik link tadi dan membacanya seksama, satu tulisan sedikit menggangguku.
[Mulai sekarang, anda wajib mengikuti semua kegiatan akademik di Universitas Mandala. Semua kegiatan akademik akan dilaksanakan pada tanggal 1 September 2024.]
Sepertinya, semua yang lolos secara otomatis akan ditransfer ke Universitas Mandala. Artinya, mulai saat ini, kami bukan lagi berstatus mahasiswa di tempat asal kami belajar.
Satu hal lain yang aku tahu, program ini bernama kelas manusia. Tidak ada detail tentang apa saja yang akan dipelajari. Mereka yang lolos tadi akan dipecah menjadi 10 kelompok, masing-masing beranggotakan 25 orang.
***
Dua minggu berlalu semenjak pengumuman. Aku mempersiapkan semua hal yang perlu aku bawa. Universitas Mandala berada di pulau buatan di tengah laut jawa. Pulau itu bernama Mandala, terdiri dari satu pulau utama dan 6 pulau kecil yang mengelilinya, membentuk huruf C dengan pulau utama di bagian tengah. Pulau utama luasnya hampir sama seperti singapura, hanya saja sedikit lebih kecil. sementara pulau-pulau kecil disekelilingnya hanya berukuran sekitar 100 kilometer persegi.
Sesampainya di Universitas Mandala, aku langsung diarahkan masuk ke sebuah kelas. Saat aku datang, sudah ada 24 siswa lain di kelas. Sepertinya kelompok sudah ditentukan sejak awal. Tak lama setelahnya wali kelas kami datang. Namanya, pak Wanto. Pria berpostur tegap dengan tinggi 180 sentimeter dan berkumis tebal.
Setelah memperkenalkan diri, pak Wanto mengatakan sesuatu yang membuat kami semua terkejut. Mungkin, itu alasannya kenapa kami membawa barang-barang kami ke dalam kelas, bukannya meninggalkannya di asrama. Padahal, dari apa yang aku baca, setiap siswa diberikan satu kamar khusus.
"Kalian semua orang yang beruntung! Makanya bapak akan buat tes kecil untuk memastikan kalian memang beruntung. Yang lolos tes bapak, langsung ke asrama! Yang gagal, kalian pulang ke rumah kalian masing-masing!"