Dadu berpindah tempat bersama rasa takut yang menyertainya. Namun sepertinya itu tidak terlalu berdampak karena sesaat setelah anak itu menerima duah buah dadu, dia langsung menggulirkannya. Aku cukup paham apa yang dia pikirkan. Semakin lama dadu berada di genggaman, akan semakin besar juga rasa takut dan perasaan khawatir yang menghantui.
Rupanya anak itu cukup beruntung. Dua buah titik di salah satu dadu dan lima titik di dadu lainnya, membuat dirinya mendapat angka 7 dan bisa dikatakan aman. Anak itu bernapas lega dan memberikan dadu ke Dewi.
Saat aku lihat ekspresi Dewi, dia sangat tenang. Wajahnya tidak menampilkan sedikitpun rasa takut, malah dia sedikit tersenyum. Sama seperti anak disebelahnya, tidak perlu menunggu lama baginya untuk menggulirkan dadu-dadu itu. Angka 12 dengan mudah dia dapatkan, bukan cuma aman tapi sudah dipastikan lolos tes kecil ini.
"Wah, baru tiga orang sudah ada yang dapet 12! Memang kalian anak-anak terpilih! Hahahaha..."
Pak Wanto tertawa keras sekali lagi. Sepertinya pak Wanto lupa diantara tiga anak itu juga ada yang mendapat angka 2. Pak Wanto kemudian terlihat mengambil kembali dadu-dadu itu sebelum Dewi menyerahkannya ke anak yang duduk di sebelah kanan dia.
Aku lihat sekeliling, wajah anak-anak lain menjadi sedikit cerah, sepertinya mereka beranggapan tes kecil dari pak Wanto telah usai. Aku merasakan ada yang tidak beres. Seharusnya butuh satu lagi anak untuk menggenapi siswa yang di DO. Tapi ternyata tidak, pak Wanto berjalan ke arah baris belakang sambil memainkan dadu-dadunya.
"Kalo dari depan terus gak adil kan ya? Karena ada yang dapet angka 12, gimana kalo selanjutnya dari belakang?"
Kondisi kami berubah 180 derajat. Siswa di baris depan bisa bernafas lega sementara Aku dan lainnya di baris belakang merasakan sesak di dada. Tapi ada juga yang tidak berubah, yaitu mereka yang duduk di barisan tengah. Dari tadi aku perhatikan, beberapa diantara mereka sudah memainkan HP, tidak peduli dengan tes kecil pak Wanto.
Pak Wanto mendatangi mejaku, tentu karena meja yang aku tempati berada di paling pojok. Beliau kemudian menaruh dua dadu itu di atas meja, sambil mengatakan hal yang sama seperti yang beliau katakan di awal.
"Satu kesempatan saja."
Kali ini agak berbeda. Kalau di awal tadi, pak Wanto memang berniat mengintimidasi. Sementara kali ini tidak, nadanya terlalu datar untuk dikatakan sebuah intimidasi. Aku menatap wajah pak Wanto sekilas. Mata beliau tidak mengarah padaku, melainkan pada seorang anak di baris tengah yang sejak pak Wanto datang, kepalanya selalu menunduk, asyik bermain gim. Sepertinya pak Wanto mengincar anak itu.
Aku bisa dibilang cukup paham trik menggulirkan dadu. Dengan meletakkan jari telunjuk di angka 1 dan ibu jari di angka 6, aku bisa mengecilkan peluang mendapat total angka 2. Masalahnya, tidak mungkin menggulirkan dua buah dadu bersamaan dengan cara itu hanya dengan 1 tangan.
Menggulirkannya dengan 2 tangan juga beresiko. Tangan kananku terlatih, karena memang tangan dominan, tapi tidak dengan tangan kiri. Dadu yang diberikan pak Wanto kepadaku bukan kubus sempurna, sisi nya tidak siku, melainkan agak sedikit membulat. Tanpa kontrol tangan yang baik, bisa-bisa menggelinding ke angka yang tidak diingikan. Hasil terburuk bisa saja mendapat angka 1 meskipun sudah menggunakan cara itu.
Aku putuskan menggulirkannya satu persatu, mengingat tidak ada perintah menggulirkannya bersamaan. Pak Wanto hanya menyebutkan kami semua memiliki satu kali kesempatan untuk menggulirkan dua buah dadu. Melihat intensi pak Wanto, sebenarnya aku sangat ingin mengambil resiko untuk mendapatkan angka 12, tapi aku juga sangat ingin lulus. Biaya sekolah disini sepenuhnya ditanggung pemerintah. Itu sangat berarti bagiku. Apapun yang terjadi aku harus lulus.
Aku gulirkan dadu satu persatu. Dadu pertama menampakkan 5 buah titik di sisi atasnya. Perasaanku sedikit tenang membuatku kembali memikirkan hal tadi.
"Haruskah aku membantu pak Wanto?" pikirku.
Lagipula aku bisa dibilang aman, tidak apa sedikit mengambil resiko. Aku gulirkan dadu kedua. Dadu menggelinding hingga kemudian jaraknya dengan dadu pertama menyempit. Lalu hal yang tidak aku sangka terjadi. Dadu kedua menabrak dadu pertama, kedua dadu lalu bergelinding ke arah berlawan.
Dalam waktu singkat, ketenanganku berubah menjadi ketakutan. Bagaimana bisa aku berpikir hal bodoh semacam itu dan bagaimana bisa aku melemparnya begitu keras. Dadu pertama kemudian beberapa kali berputar. Sementara dadu kedua berhenti terlebih dahulu dan menampilkan 6 titik diatasnya. Aku cukup beruntung, setidaknya posisiku masih terbilang aman. Dadu pertama kemudian berhenti. Angkanya berubah dari semula 5 menjadi 6. Angka 12 aku dapatkan.
Pak Wanto kemudian tersenyum. Beliau kemudian mengambil dua buah dadu yang tergeletak di atas meja, sebelum melihatku seraya berbisik.
"Jangan lakukan hal seperti itu lagi, sekarang kamu mungkin beruntung tapi kita lihat nanti di tes-tes selanjutnya. Disini jangan perdulikan orang lain."
Aku agak bingung dengan pak Wanto. Harusnya beliau senang karena telah aku bantu. Bagaimanapun, saran beliau ada benarnya.
"Di baris belakang juga dapet 12 ya... Kayaknya harus mulai dari baris tengah nih."
Pak Wanto berjalan ke baris tengah, lebih tepatnya menuju anak tadi. Anak yang lain mungkin tidak memperhatikan tapi pak Wanto sekilas memasukkan tangannya ke dalam saku celana bagian kiri, sebelum mengeluarkan dua buah dadu baru. Sepertinya pak Wanto sengaja mengganti dadu.
"Sekarang giliran kamu!" ucap pak Wanto dengan nada keras dan mengintimidasi.
Anak itu kaget, dia memasukkan HP-nya ke dalam saku jaket yang ia kenakan. Sudah pasti dia tidak tahu kalau dadunya sudah diganti, dan sepertinya dadu itu sengaja pak Wanto manipulasi.
Dengan memanaskan salah satu sisi dadu pada suhu tinggi atau mengisi bagian dalam dadu dengan pemberat, bisa memanipulasi hasil yang didapat. Siapapun yang menggulirkannya, cara yang dipakai, dan kekuatan tangan saat menggulirkan tidak akan berguna. Dadu tetap akan menampilkan angka yang dipilih. Dan benar saja, setelah digulirkan masing-masing dadu memberikan 1 titik di sisi atasnya.
"Nah akhirnya... karena sudah dapet 2 anak, maka sisanya otomatis lolos!"
Ucapan pak Wanto disambut gembira seisi kelas, kecuali untuk 2 anak.
"Atau ada yang mau coba? kalau ada, mereka berdua masih punya harapan. Bila nanti ada lagi yang dapat 2, kalian bisa gulirkan dadu lagi, seperti biasa 2 anak yang dapat angka paling rendah di-DO."
Seisi kelas terdiam. Mata kami saling melirik kiri dan kanan, memberikan sinyal ke sesama seakan-akan berkata "jangan dong". Pak Wanto jelas paham.
"Kalau gak ada yang mau ya sudah. Kalian berdua nanti ikut bapak, bawa barang kalian!"
Pak Wanto lalu memberikan kami HP baru. HP lama kami disita dan tidak bisa digunakan. Di dalam HP baru sudah tersedia berbagai aplikasi, salah satunya untuk membuka pintu kamar asrama. Selain itu, terdapat juga panduan penggunaan dan peraturan pulau Mandala Guru.
Beliau lalu menjelaskan beberapa hal termasuk sistem poin dan peraturan khusus kelas manusia. Setiap siswa akan mendapat poin setiap melakukan sesuatu, seperti bersih-bersih atau belajar. Selain itu poin juga bisa didapat dari hasil tes dan kuis, semakin besar nilai yang didapat semakin besar pula poinnya. Terdapat juga misi bulanan yang berhadiah poin.
Poin juga bisa berkurang, tergantung kondisi bahkan bisa habis tak bersisa. Pemerkosaan, pembunuhan, dan perbuatan yang mengakibatkan orang lain luka berat hingga cacat akan menghapus semua poin pelaku dan menambahkannya ke korban. Dalam kasus pembunuhan, poin tetap ditambahkan ke ponsel milik korban terlepas siapapun orang yang memegangnya. Poin juga bisa dipakai sebagai uang digital. Setiap 1 poin setara seribu rupiah.
Peraturan khususnya cukup simpel. Pertama, semakin banyak poin yang didapat, semakin tinggi peringkat yang diperoleh. Kedua, siswa yang menempati peringkat 10 teratas setiap semester mendapat beberapa hak istimewa baik pada waktu ujian atau pada kegiatan diluar proses belajar mengajar. Ketiga, hanya siswa yang menempati peringkat 10 teratas pada semester 8 yang akan lulus. Keempat, wajib menepati kontrak dan perjanjian yang dibuat dengan siapapun. Terakhir, apabila berada diluar pulau Mandala Guru, wajib kembali paling lambat pukul 10 malam.
"Selama tidak melanggar peraturan, kalian boleh melakukan apa saja." Pak Wanto menambahkan sebelum membubarkan kelas dan berjalan keluar ruangan.