Chereads / After Morning Comes / Chapter 5 - Bab 4.

Chapter 5 - Bab 4.

Mobil Will berhenti di salah satu pekarangan rumah kecil. Gadis di sampingnya terlelap tidur. Getaran mobil membangunkan Alle dari tidurnya.

"Kita sampai. Ayo turun."

Will keluar dari mobilnya, sementara Alle masih mengerjapkan matanya. Mencoba mengenali lingkungan di sekitarnya. Alle menutup pintu mobil dan keluar. Will sedang membuka pintu.

"Kita dimana?" Alle berdiri dibelakangnya, mengikuti Will yang masuk ke dalam. Wangi bunga melati menguar dari dalam. Will diam tak menjawab pertanyaannya, melemparkan kunci ke atas meja.

Ruangan itu apik, tak banyak perabotan. Tapi Alle sangat tahu jika harga sofa kecil itu mahal. Cerobong asap yang menjulang ditengah-tengah ruangan membuat Alle tak sabar menyalakannya nanti malam.

Suara gong-gongan anjing dari luar membuat keributan. "Kau memelihara anjing?" Alle bertanya sekali lagi, tapi Will tak menjawabnya juga.

"Tuan Altamirano?" Panggil Alle. Will berdiri memperhatikan Alle tanpa berbicara. Alle mengetatkan baju hangatnya. "Panggil aku, Will."

"Mengerti." Jawab Alle.

Mata Will memperhatikan jemari tangan Alle, sangat polos dibandingkan perempuan seusianya yang lain yang lebih didominasi oleh warna-warna terang yang menggoda. Bibir gadis itu juga cenderung pucat. Entah kenapa, tapi Will tak pernah bertemu gadis sesederhana Alle sebelumnya. Semuanya berbeda.

"Alle, aku minta maaf atas berita-berita itu." Will mulai berbicara. "Kau suka tempat ini?" Tanyanya lagi. Alle menggumam tak jelas.

"Aku tak bisa tinggal sendiri, Tuan Will. Maksud ku.., Will."

Will tersenyum mengetahui kegugupan Alle. "Vivian ada untuk mu. Dia akan menemani mu. Aku akan datang lusa, sampai aku membereskan wartawan-wartawan sialan itu."

Alle duduk di sofa itu, merasakan kelembutan lapisan bulunya. Alle mengeluarkan ponsel dari sakunya, mengerutkan kening karena tak ada sinyal di ponselnya. "Tak ada sinyal ditempat ini." Komentar Alle. Will tersenyum lagi.

"Tempat terbaik ada di kamar mu. Ikut aku."

Ragu, tapi Alle mengikutinya. Will membuka pintunya. Suara kaki mereka terdengar karena lapisan kayu dasar kamar itu. "Cobalah."

Alle menekan ponselnya sekali lagi, Will benar. "Aku akan hubungi Lori."

Will keluar dari kamar Alle, membiarkan Alle berbicara di ponselnya. Will menghampiri Vivian di dapur. Wanita yang bertubuh gemuk itu tersenyum begitu melihat William. Dia dengan sibuk menyedu teh. "Kau membawanya kemari, Will?" Vivian membuka pembicaraan. Will duduk disalah satu bangku berhadapan dengan Vivian.

"Dia merasa asing, bi."

"Katakan tidak ada hubungan apapun diantara kalian."

"Tidak." Jawab Will pendek. Vivian menuangkan segelas untuk Will. Alle datang setelah itu. Vivian dan Alle berpandangan.

"Kemarilah, Alle." Ajak Vivian. Alle mengambil tempat di samping William.

"Aku Vivian." Vivian mengulurkan tangan. Menjabat tangan Alle.

"Alle, Allegra."

"Aku sudah tahu." Vivian mengedipkan matanya. "Ingin teh?" Vivian menawarkannya.

"Ya, tanpa gula."

Vivian meletakkan secangkir teh kehadapan Alle.

"Apa tangan mu sudah membaik?"

"Sedikit." Alle menyesap teh nya.

"Ingin mendengar cerita ku?" Vivian bertanya.

"Tentu, silahkan."

Vivian menatap Will sebentar. Pria itu tampak sedikit gugup.

"Will sering bersembunyi disini, jika wartawan mencarinya."

Alle melirik Will, Will melotot ke arah Vivian.

"Tapi dia membawa mu." Lanjut Vivian. Alle tersedak mendengarnya.

"Ya ampun, pelan-pelan." Vivian mendekati Alle.

"Aku mendengarkan kalian." Will memperingatkan sambil berdiri.

"Mau kemana?" Tanya Alle.

"Pulang."

Alle dan Vivian berpandang-pandangan.

"Bagaimana dengan ku?"

"Aku akan datang, lusa."

"Bagaimana dengan kuliah ku?"

"Aku akan urus."

Will meninggalkan Alle bersama Vivian.

"Kau tak papa?" Tanya Vivian. Alle menggeleng dan tersenyum simpul.

"Will tak ingin melibatkan mu, sungguh. Aku mengenalnya." Kata Vivian. Vivian duduk disamping Alle.

"Mereka membuat berita yang murahan." Komentar Vivian dan Alle tertawa mendengarnya.

"Skandal yang menghebohkan seperti ini, selalu memberi nilai jual untuk mereka."

"Tapi untuk apa?" Alle mulai penasaran.

"Dulu, ayah Will adalah seorang pebisnis sukses. John Henry Altamirano punya empat belas perusahaan besar di New York. Puluhan perusahaan cabangnya ada di Kanada, Rusia, Singapura, Cina, dan entahlah. Ingin tambah tehnya?"

"Tidak, lanjutkan saja."

"Suatu hari ayah Will menutup sebuah perusahaan koran dan menutup pabrik majalah."

"Apa yang terjadi?"

"Mereka mengungkit hutang pajak miliarian Dollar milik ayah Will."

"Itu kejahatan."

"Kau benar. Tapi Will mengatasinya."

"Itu hebat."

"Will menikahi seorang putri bos pajak di negara ini."

Alle diam.

"Namanya Cecilia." Lanjut Vivian. Alle masih tak bergeming.

"Cecilia Brenan. Pernikahan itu menutup skandal hutang keluarga Altamirano. Sayangnya wartawan itu malah mengincar kehidupan pribadi Will."

Alle mengerti. "Biar ku tebak, Jason adalah putra mereka?"

"Kau pintar."

Vivian bangkit membereskan cangkir. "Aku akan siapkan makan malam, kau masuklah ke kamar."

Alle menarik gorden kamarnya, melihat hamparan salju yang menutupi rumput disetapak pinggir jalannya. Ini kembali mengingatkan Alle pada rumah masa kecilnya, sebelum pindah bersama ayahnya. Sejak perceraian itu, Alle harus ikut bersama ayahnya. Pengadilan memutus demikian karena Ibu Alle tidak punya penghasilan untuk membesarkan Alle. Sayangnya, keputusan pengadilan itu bukannya membuat Alle betah tinggal bersama ayahnya. Alle sering ditinggal bersama Lori. Sejak saat itu Alle memilih tinggal bersama Lori.

Gelegar petir membuat Alle syok. Cepat-cepat Alle menutup jendelanya. Alle mengeluarkan laptop dari ranselnya, mencolok kabelnya ke saklar terdekat. Alle kembali melanjutkan skripnya berjam-jam tanpa sadar langit sudah menggelap, dan hujan salju sudah turun.

"Alle?" Vivian masuk tiba-tiba. Membuat Alle terkesiap. "Vivian? Ada apa?"

"Kau tak mendengar ku memanggil mu, jadi ku pikir langsung kemari. Ayo makan."

Alle menutup laptopnya dan ikut bersama Vivian ke dapur. Wanita bertubuh gemuk itu lebih pendek dibandingkan Alle yang cenderung kurus dan tinggi.

"Kau ingin tahu rahasia Will?" Tanya Vivian sambil menuang sup ke mangkuk Alle. "Terima kasih." Kata Alle lalu mulai menyendok sup ke mulutnya. "Ini enak."

"Ini sup kesukaan Will. Aku selalu membuatnya jika dia bersembunyi disini berhari-hari." Jelas Vivian. "Aku ingin tahu tentang mu anak gadis. Setelah itu aku akan membocorkan rahasia Will" Lanjut Vivian sambil tersenyum

"Tak ada yang menarik tentang ku, Vivi."

"Kau memanggil ku dengan cara yang sama seperti Will. Apa kau punya kerabat ditempat ini?"

"Ku pikir tidak."

"Sepertinya kau tidak tahu dimana ini?" Vivian mencoba menebak. Alle tersenyum malu.

"Kau tidak pernah kemari, itu terlihat jelas." Kata Vivian lagi. Alle menyendok kembali supnya.

"Sup ini lezat." Puji Alle.

"Terima kasih. Ngomong-ngomong apa pekerjaan mu?"

"Aku seorang mahasiswi."

"Mahasiswi? Wow."

"Kenapa?"

"Will menabrak mu, apa kau bertemu Jason?"

"Uh huh. Kami bertemu. Dia anak yang manis."

"Dia memanggil mu 'Ibu' ?" Pertanyaan itu membuat Alle lagi-lagi tersedak. Vivian menyerahkan segelas air.

"Benar. Bagaimana kau tahu?"

"Will mengatakannya."

Alle diam. "Apa kau.., bibi Will?" Tanya Alle. Vivian mengangguk.

"Will tak pernah membawa gadis lain selain mu. Kau pasti spesial untuk nya."

Alle tersipu. Vivian melihat rona kemerahan dipipi Alle. Sangat kontras membentuk tulang pipi Alle yang tirus. Dagu perempuan itu terbelah, lesung pipinya tampak dalam.

"Aku? Tak mungkin." Alle mencoba rendah hati. Vivian duduk mendekat. "Dengar Alle, aku rasa ini bukan suatu kebetulan."

"Apa maksudnya?"

"Jangan pikirkan, cepat selesaikan makan mu."

Vivian meninggalkan Alle sendirian.