Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Cya Rindu

🇮🇩Cahaya_Ramadhan
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.5k
Views
Synopsis
Seorang anak yang memendam kerinduan dan kesedihannya kepada sosok ayah, orang yang paling dicintainya. Kehidupan bahagia bersama sang ayah haruskah berakhir ? Apakah ruang dan waktu dapat memisahkan keduanya? Silahkan baca kelanjutan ceritanya yach !
VIEW MORE

Chapter 1 - Cya Rindu

Gadis kecil berkuncir dua itu tersipu malu, "namanya siapa?" sapa seorang bapak yang berdiri tidak jauh dari sang gadis. "Nama saya Cya, pak," jawabnya pelan. "Kok, main sendirian aja," lanjut bapak tersebut bertanya padanya. Tanpa menjawab pertanyaan bapak yang ada di hadapannya, gadis itupun berlari masuk ke dalam rumah.

"Lho, ada apa Cya?" tanya ibu yang terheran-heran melihat Cya masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Itu bu, bapak yang di depan rumah berwarna coklat itu, tanya nama," jawab Cya dengan suara penuh kekhawatiran."Ooo, itu Pak Haji Ali, dia orangnya baik kok, masih teman ayah juga," jelas ibu dengan wajah datar. Setelah mendapat penjelasan dari ibu, Cya pun berlalu tanpa sepatah katapun terucap dari mulutnya.

Panggilannya "Cya" gadis kecil berkulit hitam manis dengan tataan rambut yang selalu diikat menggunakan pita. Cya anak pertama. Dan mempunyai satu adik laki-laki bernama Bayu. Ayah Cya bekerja sebagai seorang wartawan di salah satu penerbitan surat kabar, sedangkan ibunya hanyalah seorang ibu rumah tangga.

Kehidupan Cya bersama keluarganya bisa dikatakan sederhana saja. Memang mereka belum memiliki rumah sendiri. Tapi, Cya dan keluarga sudah menempati rumah kontrakan yang lumayan besar. Letaknya pun sangat strategis. Tepat di depan jalan raya. Hal itulah yang membuat suasana sekitar rumah Cya selalu ramai. Ramai dengan berbagai macam bunyi klakson dan knalpot kendaraan berrmotor yang hilir mudik silih berganti.

Sore itu, jam di dinding telah menunjukkan pukul 16.30 wib. "Bangun Cya sudah sore nih, ayo Cya bangun !" Terdengar suara ibu membangunkan Cya yang masih terlelap dalam tidur siangnya. Cya masih belum bangun dan ibu pun terus menggoyang-goyangkan tubuh Cya. Perlahan Cya membuka kelopak matanya. Uaaaappp...... mulutnya menguap menahan kantuk. "Eh, ini apa di hidungmu nak," tanya ibu terkejut. Tangan ibu berusaha menyentuh sesuatu berwarna merah yang ada di bawah lubang hidung Cya. "Ini darah Cya," suara ibu terdengar meninggi. "Kamu mimisan Cya," ibu terus bertanya. Dengan wajah masih mengantuk gadis kecil itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Terlihat wajah Cya yang lesu dan tidak paham dengan semua yang ibunya katakan. Sampai akhirnya Cya pun bangkit dari hadapan ibu dan bergegas pergi ke kamar mandi. "Cya mandi dulu, bu," kata Cya pelan. Meninggalkan ibu yang masih duduk terdiam di atas ranjang.

Tiba-tiba, terdengar suara orang mengucapkan salam dari luar. Ibu pun bergegas membukakan pintu. "Silahkan masuk," terdengar suara ibu mempersilahkan seseorang masuk ke dalam rumah.

Cya yang sudah selesai berpakaian itupun segera menuju ke ruang tamu. Cya penasaran dengan suara orang yang mengucapkan salam tadi. Suara yang tidak asing lagi di telinga Cya. Suara itu memang sangat dikenal olehnya. Suara itu pula yang selalu ditunggu dan diharapkan kehadirannya. Suara lelaki yang dirindu kedatangannya.

"Ayah.......," teriak Cya. "Ayah lama sekali perginya, Cya rindu yah." Tanpa sungkan Cya pun langsung memeluk lelaki paruh baya itu. Lelaki yang dipanggil ayah itupun membalas pelukan Cya dengan penuh kehangatan. "Kenapa ayah pergi kerjanya lama.....sekali," tanya Cya dengan penuh kepolosan.

Namun, ayahnya tidak sedikit pun memberikan jawaban dari semua pertanyaan yang diajukan oleh Cya. Sang ayah hanya melempar senyum. "Cya, ayo salaman dengan tante," kata ayah pelan dan tegas. Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut ayahnya. Tanpa menunggu kalimat perintah berikutnya, Cya pun langsung mengulurkan tangan kepada wanita muda yang duduk di sebelah ayahnya. "Kamu manis yah," katanya sambil mengusap pipi Cya yang penuh dengan bedak. Cya hanya diam dan tersenyum.

Cya tidak mampu mengajukan pertanyaan lagi kepada ayahnya. Ia hanya memandangi wajah wanita muda yang ada di hadapannya. Wajahnya putih bersih, bibirnya merah, rambutnya panjang tergerai sampai ke pinggang. Wanita itu memang terlihat lebih muda dari ibu Cya. "Cantiknya dia," gumam Cya dalam hati.

"Cya sini nak, katanya mau ke rumah nenek," suara ibu tiba-tiba membuyarkan pikiran Cya. Ibu menarik tangan Cya yang masih duduk di pangkuan ayahnya. Cya pun segera bangun dari pangkuan ayahnya. "Cya pergi ke rumah nenek ya, yah," kata Cya manja. Ayah Cya hanya mengangguk saja dan membiarkan Cya berlalu dari hadapannya. Tanpa banyak bicara, ibu Cya pun bergegas masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan ayah dan wanita muda itu duduk asyik mengobrol di ruang tamu.

Hari sudah mulai gelap. Cya bersama Bayu mempercepat langkah kaki mereka. Tanpa menoleh kanan dan kiri Cya terus berjalan pulang menuju rumah. Terlihat raut kekhawatiran di wajah kedua kakak beradik itu. "Cepat yu, kita udah terlambat pulang nih," ucap Cya cemas kepada adiknya. Bayu hanya mengangguk tanda dia mengerti apa yang diucapkan oleh Cya kakaknya.

Di teras rumah. Ibu menyambut Cya dan Bayu dengan senyuman. "Syukurlah kalian cepat sampai, tadi ibu sangat cemas," tutur ibu sambil menuntun tangan Cya dan Bayu masuk ke dalam rumah.

Makan malam sudah terhidang di atas meja. Ibu memang sengaja menyiapkan menu makan malam kali ini yang spesial. Cya dan Bayu sudah duduk di kursinya. Ibu pun sudah duduk di kursi kesayangannya. Hanya satu kursi saja yang masih kosong. Kursi makan utama itu memang selalu kosong. Kursi ayah yang sering kali ditinggal pergi oleh pemiliknya. Malam ini pun ayah tidak menyempatkan diri untuk makan malam bersama Cya, Bayu dan ibu.

Setelah berdo'a bersama, Cya dan Bayu langsung menyuapkan nasi ke dalam mulut dengan lahapnya. Hanya ibu yang terlihat diam dan belum menyentuh sendok nasi. Piring ibu pun masih telungkup di atas meja. Terlihat mata ibu hanya tertuju pada kursi ayah yang kosong. Ibu berusaha menutupi wajah sedihnya dari Cya dan Bayu. Tapi, raut kesedihan itu tetap nampak, meskipun telah dihiasi oleh senyum manis ibu.

Ibu Cya sosok wanita yang sangat tegar, ia tidak pernah mengeluh tentang keadaan yang selalu menyakiti hati dan perasaannya. "Ibu makan, yuk," suara Cya memecah lamunan ibu. "Iya, nih ibu makan, kalian juga makan yang banyak, biar lekas besar dan kuat," kata ibu dengan suara pelan dan hampir tidak terdengar. Ada mutiara bening di sudut mata ibu. Butiran air mata itu selalu ditahannya, agar tidak jatuh membasahi pipinya.

"Ibu.............,"terdengar suara teriakan Cya dari luar rumah. Mendengar teriakan Cya yang tidak seperti biasanya. Ibu pun bergegas keluar rumah. Setengah berlari ibu menghampiri Cya yang berdiri di pinggir jalan depan rumahnya. Terlihat Cya sedang menutup hidung dengan jari-jari kecilnya yang berlumuran darah. Air mata mengalir dari kedua mata Cya yang bulat. Ada darah yang membasahi pipi gadis berusia lima tahun itu.

Ternyata dahi Cya sobek dan berdarah. "Kamu kenapa, nak," tanya ibu sambil memeluk Cya. Ibu berusaha menenangkan Cya yang masih terus menangis. "Cya jatuh, bu. Dahi Cya terbentur batu yang ada di situ," jelas Cya dengan suara tersedat-sedat. Cya menunjuk kearah bongkahan batu yang tergeletak di pinggir jalan.

Segera ibu pergi meminta bantuan tetangga di sekitar rumah. Tapi, tidak seorang tetangga wanita pun yang dapat membantu ibu. Hanya ada Pak Haji Ali teman ayah yang menawarkan bantuan untuk mengantar ibu dan Cya ke rumah sakit.

Tanpa berfikir panjang lagi, ibu dan Cya pergi ke rumah sakit bersama Pak Haji Ali. Saat itu, yang ada di dalam benak ibu adalah keselamatan Cya. Bagi ibu Cya segalanya. Ibu sangat mengkhawatirkan keadaan Cya.

Setibanya di rumah sakit, Cya langsung dibawa masuk ke dalam ruangan UGD dan mendapatkan perawatan yang optimal dari para dokter. Syukurlah keadaan bisa membaik, meskipun dahi Cya mendapatkan beberapa jahitan. Dan hidung Cya pun sudah tidak berdarah lagi. "Syukurlah, syukurlah," kata itu terus yang terucap dari mulut ibu.

Pukul 12.45 wib, ibu dan Cya telah sampai di depan rumah. Cepat-cepat ibu menarik tangan Cya untuk masuk ke dalam rumah. Sejenak ibu dan Cya terkejut, melihat pintu rumah yang sudah terbuka lebar. Padahal sebelum ke rumah sakit ibu sudah mengunci pintu dari luar, karena Bayu sedang tertidur sendirian.

Langkah kaki ibu terhenti tepat di depan pintu. Ibu menarik nafas panjang. Butir-butir keringat terlihat menetes dari wajah ibu. Ibu sangat tegang, tubuhnya gemetar. Ibu berusaha mengatakan sesuatu pada Cya. Tapi, Cya tidak mendengar apa yang dikatakan ibu padanya.

Mendadak ibu menangis tersedu-sedu. Ibu memeluk erat tubuh kecil Cya. Perlahan Cya dan ibu melangkah masuk ke dalam rumah. Terlihatlah keadaan rumah yang sudah berantakan. Piring, gelas, bingkai foto dan masih banyak lagi barang pecah belah lainnya sudah hancur berhamburan di lantai. Sofa di ruang tamu sudah disobek-sobek. Bufet besar itu pun sudah jatuh dan menimpa meja sofa. Sungguh ini semua di luar dugaan ibu dan Cya.

Tiba-tiba, muncul ayah dari dalam kamar. Matanya merah menahan marah. "Masuk..... !!!" teriak ayah kepada ibu dan Cya. Jari ayah menunjuk ke arah kamar. Ayah memerintahkan ibu dan Cya masuk ke dalam kamar. Ibu hanya menunduk dan menangis. Cya pun terus memegangi tangan ibu. Dan mengikuti langkah kaki ibu masuk ke dalam kamar.

Plakkk!. Tamparan tangan kekar ayah melayang di pipi ibu. "Dasar perempuan murahan! Beraninya kau pergi dengan lelaki lain, dasar wanita sial !" suara keras ayah membuat takut ibu, Cya dan Bayu. Ayah terus saja mencaci dan memaki ibu dengan kata-kata kasar. Ibu hanya tertunduk dan menangis. "Lihat mukaku !" teriak ayah pada ibu. Tangan ayah mengangkat dagu ibu. Tapi, ibu tidak berani menatap ayah. Lalu, ayah mendorong ibu ke atas ranjang, hingga ibu jatuh tersungkur di atas kasur. Perlahan ibu naik ke atas ranjang dan duduk di sudut. Cya dan Bayu duduk berdekatan sambil memeluk erat tubuh ibu. Ibu terus saja menangis, tanpa memberikan sedikitpun penjelasan kepada ayah.

"Ampun yah, jangan sakiti kami lagi, Cya sayang dan rindu ayah," suara serak Cya memohon belas kasih ayahnya. Namun, ucapan Cya tidak dipedulikan. "Dengar Cya, ibumu itu perempuan kotor, dia pantas dapat ganjarannya," kata ayah penuh amarah. "Tidakkkkkkk......!" ibuku tidak kotor, ibu lah yang menolong Cya ke rumah sakit," jelas Cya sambil terus menangis.

Mendadak ayah melempar korek api yang menyala ke atas kasur. Api dengan cepat membakar seprai. Cya, ibu dan Bayu tidak dapat berbuat apa-apa, ketiganya hanya menutup mata dan menyembunyikan wajah mereka dalam ketakutan.

"Cya Rindu", happy brithday sayang," ucapan lembut itu terdengar di telinga gadis remaja yang sedang berdiri di hadapan para tamu. Perlahan sang gadis tersadar dari lamunannya. Di pandanginya kerumunan orang yang berdiri di depannya satu persatu. Ada Bayu, ibu, sanak saudara dan teman-teman. Tapi, dia tidak ada. Dia ayah Cya yang sudah sepuluh tahun terakhir menghabiskan hari-harinya di dalam penjara. Akibat ulah dan perbuatan jahatnya pada keluarga. "Selamat ulang tahun yang ke – 15," suara ibu penuh kasih kepada Cya. Yah, Cya Rindu namanya.