Seluruh tamu undangan telah pulang semua. Namun, Cya belum beranjak dari tempat duduknya. Dia masih terus memandangi tumpukan kado yang tersusun di atas meja. Dan juga kue tarnya yang baru terpotong sedikit.
"Kamu kenapa melamun?" suara ibu yang lembut membuyarkan lamunan Cya.
"Cya tidak melamun, bu." Jawabnya mengelak.
"Sudahlah jangan berbohong! ibu kan memperhatikan kamu sedari tadi."
Cya pun tersenyum manis mendengar ucapan sang ibu.
"Bagaimana kalau kita makan kue bersama?" ajak Cya mengalihkan pembicaraan. Mendengar ajakan Cya, ibu pun langsung mengambil kue tar yang ada di atas meja tamu. Dan memotong-motongnya menjadi beberapa bagian. Lalu, meletakkannya di atas piring kertas kecil yang sudah tersedia di dekat kue.
Bayu yang sejak tadi sibuk membersihkan halaman rumah. Tiba-tiba masuk ke dalam dan mengambil kue yang sudah disiapkan ibu untuknya. Ketiganya pun menikmati kue tar dengan penuh rasa kekeluargaan.
"Setelah ini kita buka semua kado itu bersama-sama, yah!"
"Bagaimana, Cya?" tanya ibu kepada anak gadisnya. Cya pun mengangguk menyetujui ajakan ibunya.
"Aku boleh ikutan?" sahut Bayu.
"Boleh, adikku yang ganteng!"
Ibu, Cya dan Bayu akhirnya sibuk membuka bungkusan kado ulang tahun Cya satu persatu. Cya terlihat sangat bahagia saat membuka bingkisan kado dari teman-teman dan saudaranya. Kado-kado yang mereka berikan sungguh mempunyai arti tersendiri di hati Cya.
"Ini kado terakhir, siapa yang mau buka?" tanya ibu.
"Bentuknya unik, biar Cya aja yang buka bu." Ibu pun menyerahkan kado terakhir kepada Cya.
"Cya bawa ke kamar yah, bu." Cya pun beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan ibu dan Bayu yang sedang merapikan sampah kertas kado yang berserakan.
######################################
Sesampainya di dalam kamar Cya tidak langsung membuka kado unik yang dipegangnya. Cya justru duduk di kursi belajarnya. Pandangannya lepas keluar jendela. Sore itu langit sangat cerah. Udara yang masuk melalui jendela pun terasa menyejukkan bagi Cya. Di luar jendela hanya terlihat kendaraan yang lalu lalang. Tapi, entah mengapa hati Cya merasa senang. Cya pun melempar senyumnya ke luar jendela.
Kado unik itu masih terus dipegang oleh Cya. Sesekali matanya mengamati kado unik yang belum dibukanya. Cya merasa ada sesuatu yang menarik hatinya, jika memandangi kado unik itu. "Apakah kado unik itu pemberiannya?" hati kecil Cya mulai bertanya-tanya.
Terbayang dalam benak Cya saat tadi siang dia merayakan ulang tahunnya. Satu persatu tamu undangan yang mengucapkan selamat ulang tahun, adalah tamu yang memang diberi kartu undangan olehnya. Lalu, "kenapa dia bisa hadir di acaraku hari ini?" kembali Cya bertanya pada hati kecilnya. Seingat Cya, dirinya tidak pernah menulis nama orang itu dalam kartu undangan.
Lalu, "siapa yang membawanya kepadaku?." Sangat tidak mungkin dia datang tanpa ada yang membawanya. Meskipun hati Cya masih terus bertanya-tanya. Tapi, Cya berusaha untuk mengendalikan perasaannya.
Akhirnya, Cya pun memutuskan untuk membuka kado unik yang sedang dipegangnya. Kado unik bersampul dedaunan kering itu terikat rapi menggunakan ranting kecil yang sudah dilayukan. Pada simpul ikatannya terselip bunga edelwis yang biasa tumbuh di pegunungan. Bunga edelwis lambang keabadian cinta. Karena, meskipun bunganya kering, tapi masih tetap cantik untuk dipandangi.
Perlahan Cya mulai membuka kadonya. Ternyata dia mendapati sampul yang sama dengan sebelumnya. Lalu, Cya pun membuka ikatan sampulnya kembali. Lagi-lagi Cya menemukan ikatan sampul yang bermotif sama. "Sungguh ini sangat menguji kesabaran hatiku!" gumam Cya dalam hati. Namun, dengan penuh kesabaran Cya pun membuka ikatan sampul berikutnya. "Syukurlah, ini ikatan sampul terakhir!" ucap Cya.
Ternyata, Cya mendapatkan kado spesial berupa bros mawar berwarna merah muda yang cantik. Di belakang bros merah muda itu, terselip lipatan kertas yang berwarna senada dengan brosnya.
Cya pun bangun dari kursinya. Sambil berdiri dan menyandarkan tubuhnya ke dekat jendela. Cya pun mulai membuka kertas berwarna merah muda itu.
Dear Cya Rindu
Happy Brithday to you
Aku bukanlah orang asing buatmu.
Dan kamu juga tidak asing lagi di pandanganku.
Aku selalu ada di hadapanmu.
Dan kamu juga senantiasa berdiri tidak jauh dariku.
Aku memandangimu di kejauhan.
Dan kamu hanya menoleh saja padaku.
Aku tersenyum melihatmu.
Dan kamu tertawa bersama teman-temanmu.
Suatu hari.
Aku pernah menyapamu.
Dan kamu hanya tersenyum tipis padaku.
Suatu hari.
Aku menjabat tanganmu.
Dan kamu hanya menunduk tanpa melihat mataku.
Suatu hari.
Aku bertanya padamu.
Dan kamu hanya menggeleng tanpa kata.
Suatu hari.
Aku berlari padamu.
Dan kamu berkata, ini bolamu.
Suatu hari itu sudah dilalui.
Dan hari ini kamu sudah menyambutku dengan baik.
Sebaik hatimu padaku di hari-hari selanjutnya.
Dan aku akan berdiri menunggumu.
Dan kamu akan datang melangkah padaku.
Saat kebahagian itu datang menjemput.
Jangan pernah kamu mengusirnya untuk pergi menjauh.
Dariku yang selalu ada untukmu.
From me
Deniel
Cya tersenyum membaca tulisan terakhir dari surat berwarna merah muda itu. Dan menempelkannya ke dadanya. Ada getaran tersendiri yang dirasakan oleh Cya saat membaca surat dari Deniel.
Deniel bukanlah sosok asing bagi Cya. Deniel siswa kelas XII merupakan kakak kelas Cya. Selama ini Cya mengenalnya melalui temannya yang bernama Sony. Deniel dan Sony memang berteman akrab. Keduanya selalu menghabiskan waktunya di lapangan basket.
######################################
Tanpa terasa matahari sudah terbenam di ufuk barat. Cya pun bergegas menutup jendela kamarnya. Dirapikannya kado pemberian dari Deniel dan disimpannya di dalam lemari baju.
Cya yang merasa lelah, langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur empuk kesayangannya. Perlahan matanya pun mulai terpejam. Rasa kantuk yang tidak tertahankan lagi membuat Cya langsung terlelap dalam tidurnya.
"Cepatlah, Cya!" suara Ranti sangat kuat terdengar di telinga Cya. Dengan langkah terburu-buru Cya pun mengikuti langkah Ranti yang lebih cepat darinya.
"Langkahmu terlalu cepat, Ran."
"Aku takut gerbangnya tertutup."
Mendengar ucapan Ranti, Cya pun mempercepat langkahnya. Setibanya, di pintu gerbang. Langkah Cya pun terhenti. Dia melihat sosok Deniel berdiri di sana. Deniel tersenyum ke arahnya.
"Cepat masuk, Cya!" teriak Ranti yang sudah terlebih dulu melewati pintu gerbang. Cya pun mengangguk mendengar teriakan Ranti. Tapi, kaki Cya terasa berat untuk melangkah. Entah mengapa Cya hanya bisa mematung di depan Deniel. Dia merasa tidak kuat melihat tatapan dan senyuman Deniel.
"Duh, tampannya dia!" ucap Cya dalam hati.
"Aku melayang dibuatnya."
"Aku seakan tidak percaya dia bisa mengirim surat itu kepadaku."
"Halo.....!" suara Deniel membuyarkan lamunan Cya.
"Oh, dia menegurku!"
"Helo, Cya!" suaranya kembali terdengar. Sangat lembut dan menggetarkan hati.
"Kita masuk, yuk!" dia mengajakku. Aku coba tersenyum padanya. Agar dia tidak mengetahui betapa "gr" nya aku.
"Ayo!" jawab Cya singkat.
Deniel telah melangkah terlebih dulu. Sedangkan Cya masih berusaha mengangkat kakinya yang terasa amat berat.
"Duh! Kenapa kakiku berat sekali?"
"Aku tidak boleh seperti ini!" Cya terus berusaha mengangkat kakinya. Hingga akhirnya "Auw...buk!" Cya pun terjatuh dari tempat tidurnya. Ternyata, "Aku hanya bermimpi."