Clara menghela napas, belum lama kekesalannya mulai sedikit mereda, sekarang justru diingatkan kembali pada wanita menyebalkan itu.
'Dia sudah pergi,' ucap Clara.
'Benarkah? Bagaimana? Mereka orang-orang besar,' ucap Viona.
'Nanti malam, di tempat biasa. Aku akan ceritakan,' ucap Clara.
'Oke,' ucap Viona dan memutuskan telepon itu.
Clara menghempaskan dirinya di kursi kebesarannya. Dia menghela napas panjang, hari ini benar-benar menyebalkan.
Clara melihat beberapa pesan masuk, kebanyakan dari komunitas-komunitas yang berkaitan dengan pekerjaannya. Tak ada satupun pesan dari Bram. Clara mengerti, saat ini Bram pasti sudah berada di pesawat. Lagi pula, penerbangan Indonesia-London memakan waktu hingga dua belas jam.
Meski begitu, Bram tak pernah menghubunginya saat tengah melakukan perjalanan bisnis. Bram hanya akan menghubunginya jika benar-benar ada masalah yang penting tentang pekerjaan yang tertinggal di apartemen.
Clara membuka buku kerjanya dan mulai menyelesaikan beberapa sketsa gaun pesanan dari beberapa client-nya.
***
Waktu pun berlalu, langit sudah semakin gelap. Clara membuka situs belanja online langganannya, di mana di sana hanya dijual barang-barang branded yang pastinya original. Tentu dia tak suka barang palsu, barang murahan, barang tak berkualitas, apapun yang dia pakai, harus branded. Sungguh mengerikan gaya hidupnya, tetapi dia menikmatinya karena dia memiliki penunjangnya. Apalagi jika bukan uang?
Clara memesan sebuah mini bag dengan merk Louise Vuitton seharga $3000, yang jika di Rupiah-kan bahkan mencapai Rp. 35.000.000,00. Ia membayarnya dengan menggunakan credit card yang diberikan oleh Bram. Clara terkekeh, mengingat setelah Bram mendapatkan pesan masuk dari Bank, Bram pasti akan mengirimkan sebuah pesan padanya. Namun, Clara tak peduli, dia adalah wanita simpanan Bram, sudah tanggung jawab Bram untuk memberikan apapun yang dia inginkan.
Clara melihat jam, dia menghela napas karena tak mengingat waktu. Dia sudah membuat janji untuk bertemu dengan Viona di tempat biasa mereka bertemu, tepatnya di klub favoritnya.
Clara mengambil tasnya, dan memasukkan ponselnya. Dia pun bergegas menuju mobil dan melajukan-nya menuju klub.
Sesampainya di sana, klub masih tampak sepi, hanya ada beberapa pengunjung termasuk Viona yang tengah duduk di depan bar.
"Hai, Babes," sapa Clara sambil mendudukkan dirinya di kursi bar.
"Hei," sapa Viona.
"Mau minum apa?" tanya Clara.
"Wishkey, Aku akan mabuk malam ini," ucap Clara sambil tersenyum.
"Ow, ow. Are you serious?" tanya Viona antusias. Viona tahu betul, Clara tak akan pernah mabuk meski minum sebanyak apapun, dia kenal betul bagaimana Clara sanggup menghabiskan banyak minuman tanpa mabuk.
Clara mengangguk dan menenggak wishkey yang diberikan oleh bartender.
"Kamu sedang ada masalah?" tanya Viona.
"Sedikit, menghadapi pelanggan yang menyebalkan," ucap Clara.
"Apa Liora dan kekasihnya?" tanya Viona.
Clara mengangguk dan menceritakan detail permasalahannya. Clara masih sebal dengan Liora, benar-benar tak tahu sopan santun.
"Oke, oke. Sorry, babe. Lain kali, Aku akan memberikan pelanggan yang baik," ucap Viona.
Clara tersenyum, dan kembali menenggak minumannya.
"Sudahlah, wanita itu tidak penting," ucap Clara.
Viona tersenyum dan mengangguk. Dia mengambil ponselnya dan menunjukkan sebuah foto pria pada Clara. Clara mengerutkan dahinya dan melihat Viona seolah bertanya, apa maksud Viona menunjukkan foto pria itu padanya?
"Dia tertarik padamu," ucap Viona.
"Lalu?" tanya Clara.
"Ingin mengenalmu," ucap Viona.
"Lalu?" tanya Clara lagi.
"Dia seorang pengusaha tekstil, Kamu pasti menyukainya," ucap Viona sambil tersenyum.
"Sayangnya, Aku tidak tertarik," ucap Clara.
"What! Kenapa?" tanya Viona penasaran.
"Aku tak ingin menjalin hubungan dengan siapapun," ucap Clara.
"Ayolah, sampai kapan Kamu akan menjomblo?" tanya Viona kesal. Clara selalu saja menolak untuk dikenalkan pada pria pilihannya, padahal pria-pria yang pernah ia kenalkan pada Clara bukanlah pria-pria sembarangan, melainkan selalu saja pengusaha-pengusaha besar.
Clara tersenyum dan menenggak kembali minumannya.
Untuk saat ini, tak ada yang lebih baik dari Bram. Dalam urusan keuangan, batin Clara.
Bagi Clara, untuk saat ini tak ada pria yang dapat membuatnya tertarik, sekalipun pria itu pengusaha kaya raya. Karena, Clara sudah tahu. Uang pria-pria itu tak ada apa-apanya jika di bandingkan dengan uang Bram. Lagi pula, saat ini dia adalah wanita simpanan Bram, dia tak mungkin memiliki hubungan dengan pria lain.
*****
Malam sudah semakin larut, dentuman musik semakin keras terdengar, pengunjung klub semakin ramai dan semakin riuh berjoged mengikuti dentuman musik.
Clara mulai turun menuju keramaian dan bergabung bersama Viona yang sudah lebih dulu berjoged ria.
Clara tersentak saat tiba-tiba ada sebuah tangan yang merangkul bahunya. Dia pun melihat orang tersebut dan mengerutkan dahinya.
"Singkirkan tanganmu!" tegas Clara.
"Ups ..." ucap pria itu.
"Kita bertemu lagi," ucap pria itu sambil menyeringai.
Clara menghela napas. Dia sungguh kesal melihat wajah pria itu yang tak lain adalah mantan kekasihnya saat kuliah dulu.
Reino Felix, mantan kekasihnya saat kuliah dulu. Anak dari pemilik restoran western yang cukup kaya raya.
"Ya, dan ini suatu keburukan bagiku," ucap Clara sambil tersenyum remeh pada Reino. Reino pun tertawa.
"Kamu semakin cantik, Clar. Semakin seksi," ucap Reino. Clara hanya tersenyum dan mengabaikan Reino. Dia sungguh malas meladeni pria bajingan seperti Reino.
"Kamu memutuskan semua hubungan setelah putus denganku," ucap pria itu.
"Kenapa? Apa Kamu berharap kita masih bisa berhubungan setelah semua yang terjadi? Jangan bermimpi!" ucap Clara dengan kesal. Dia benar-benar tak suka melihat mantan kekasihnya itu.
"Aku pikir, kita bisa kembali seperti dulu," ucap Reino.
Clara tertawa keras.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Reino, membuat Reino dan Viona pun yang melihat kejadian itu sampai terkejut. Viona tahu betul seperti apa hubungan keduanya saat masih kuliah dulu, dan apa penyebab hubungan keduanya hingga berakhir dengan tragis.
"Jangan bermimpi, dan jangan menggangguku!" tegas Clara dan menarik Viona pergi meninggalkan Reino. Reino mengejar Clara dan menahan tangan Clara.
"Aku akan membayar mu berapapun yang Kamu mau," ucap Reino.
Clara tersenyum remeh.
"Aku tak akan menjual tubuhku," ucap Clara.
"Benarkah? Seorang Clara menolak uang? Ayolah, berapa yang Kamu inginkan? Atau, kamu menginginkan seperti dulu? Aku menikmati tubuhmu dengan gratis?" tanya Reino.
Clara mengepalkan tangannya. Reino benar-benar kurang ajar.
Clara tersenyum pahit dan menatap Reino dengan berani.
"Kamu tahu, kesalahan terbesarku pernah memilki hubungan dengan pria sialan seperti dirimu, dan Aku tak akan pernah menjajakkan tubuhku lagi pada sampah seperti dirimu!" tegas Clara dan meninggalkan Reino juga Viona.
Viona menatap Reino dengan tatapan murka.
"Ada apa?" tanya Reino bingung melihat tatapan Viona.
"Jangan mengganggu temanku lagi! Dasar sialan!" ucap Viona.
Plak!
Sebuah tamparan keras Viona layangkan di pipi Reino, membuat Reino merasakan ngilu yang luar biasa akibat mendapatkan tamparan kedua kalinya di pipi yang sama.
Viona bergegas keluar dan mencari keberadaan Clara, tetapi ia tak menemukan Clara. Mobil Clara pun sudah tak ada di parkiran klub lagi.