"Gumara… kamu ini keterlauan, mengejar perempuan tua layaknya diriku…"
"Hm? Tapi kamu masih terlihat lebih muda dari kebanyakan Pelukis yang aku tahu."
"Tapi bukan berarti kamu— lupakan."
Mentari pagi membuat seisi ruangan kian sendu dengan atmosfir yang berwarnakan sian. Bayang-bayang redup juga mengelilingi seisi ruangan, terbantu oleh barang-barang serta lemari yang tertebar di sana.
Gumara tengah terduduk dengan nyamannya di atas kursi singgahsana ruangan bawah. Bersamanya, sang Sindhen menidurkan dirinya di atas pangkuannya, tersender lemas dengan mereka berdua tak sedikitpun terselimutkan oleh helaian kain.
Pada kulit Gita, dapat terlihat tato pembawa ular terlukiskan dengan rapih di punggung, dada dan lengannya. Hal ini menjadi tanda, proses diplomasi antara Gumara dan dirinya, telah berjalan dengan sangat lancar.
"Jadi Gumara, apa yang membuatmu mendadak mendatangiku? Jelas kamu tak akan tiba-tiba saja terdorong untuk bercinta denganku bukan?"