Oleh: Manggala Kaukseya
Sementara yang lain kembali rumah tim, aku memenuhi panggilan seorang Melati yang berkerja di pusat administrasi dengan nama Hebi, dari keluarga Arimau.
Para Pasilek selali datang ke Afaarit untuk belajar pandai besi dari kami di umur 15 tahun. Jadi anggap saja hubungan para Genka dan Tanduk Putih cukup dekat, hingga banyak dari Melati yang bekerja di sini mengenalku maupun sebaliknya.
"Tuan Manggala sudah selesai misinya? Apa tuan membawa bukti perburuan kali ini?" Melati yang berjaga di Konter pusat administrasi menyambutku yang hendak melapor.
"Ah ini, cukup ini saja kan?" Aku menunjukkan padanya mulut Dakutan yang berbentuk seperti paruh raksasa itu.
"Sebentar biar saya cek dulu ya."
Ia mengambil paruh itu dariku lalu menaruhnya di atas meja konter, dan mengeluarkan selembar kertas bersamanya. Kemudian ia memutar-mutar paruh itu selagi membandingkannya dengan gambar dan deskripsi yang ada pada kertas di tangannya.
"Oke berarti sudah terkonfirmasi ya, boleh mintar kertas misinya, tuan? Yang tadi pagi saya berikan."
"Ah tentu." Aku lalu memberikannya kertas deskripsi misi kami.
"Baiklah." Ia lalu mengambil sebuah stempel dan mengecap kertas itu.
"Dengan ini, misi kali ini resmi selesai ya tuan, ini upah perburuannya." Ia pun menyimpan kertas misi kami dan menyerahkan padaku sebuah amplop yang aku yakin berisikan Gria (mata uang Dunia baru).
"Ah ngomong-ngomong hasil buruan lainnya bebas kami apa-apakan kan?"
"Bebas tuan, mau kalian jual atau pakai itu terserah kalian, kami hanya akan meminta bagian tubuh yang ada di deskripsi misi."
"Dimengerti."
"Oh iya, hampir saja saya lupa."
"Hm?"
"Hebi sudah menunggu anda di lantai 3 tuan."
"Oke, terima kasih ya Retha."
"Sama-sama, tuan."
Aku pun langsung beranjak menuju lantai 3, melewati para Pasilek yang berjaga di sana. Mereka tampak sudah tahu akan kedetanganku dan membiarkanku lewat. Dari sana, salah seorang dari mereka membimbingku pada ruang paling ujung tengah, yang memiliki tulisan 'Direktur' di pintunya.
*Tok!* *Tok!* Kuketuk saja pintu itu.
"Masuk!" Aku bisa mendengar suara Hebi mempersilahkanku masuk.
Karena telah mendapat izin, aku pun membuka pintu ruangan itu dan segera masuk ke dalam. Di sana terdapat Hebi yang tengah berdiri di depan sebuah meja bertumpukkan berbagai macam kertas dan aksesoris. Di balik meja itu duduk seorang Melati lainnya, di atas kursi empuk yang cukup megah jika aku boleh bilang.
"Tuan Manggala, selamat datang! Perkenalkan ini Inova Katuang, Direktur dari organisasi Guild ini." Hebi mengarahkan tangannya pada Melati yang duduk di kursi itu. Namanya juga tertulis jelas pada meja di depannya.
"Direktur? Bukankah itu berarti dia atasanmu? Kenapa kamu tak menggunakan sebutan penghormatan sama sekali saat menyebut namanya?"
"Hah? Tentu saja tidak perlu, tuan. Kami hanya memanggil Melati lain dengan sebutan nyonya atau penghormatan lainnya apabila Melati itu adalah istri pertama dari suami kami. Jadi tak ada alasan bagiku untuk memberi penghormatan lebih bahkan pada Melati yang menjadi Direktur Guild ini."
"Ah tentu, aku kira kalian akan bersikap lain semenjak para Melati tak pernah menjadi bagian dari suatu organisasi, sebelumnya."
"Hahahaha… tentu saja tuan, saya sebenarnya juga masih memiliki banyak kekurangan dalam mengatur Guild ini." Suara Inova agak tegas, ia terdengar seperti seorang pekerja keras, tak layaknya para Melati lainnya yang memiliki suara halus dan lembut.
"Baiklah tuan Manggala, apa tuan tahu alasan tuan dipanggil kemari?"
"Ada informasi yang ingin anda berikan?"
"Benar, ini terkait dengan makhluk yang baru saja tim tuan temui, Demi."
"Hm? Apa ada Demi lainnya selain Uhndak?"
"Wah seperti yang diharapkan, tuan langsung menangkap maksud saya."
"Apakah mereka sesuatu yang ekslusif hanya didiskusikan dengan diriku?"
"Tidak, tidak seperti itu tuan, tentu setiap anggota Guild, atau mungkin malah setiap Penempa Bumi, perlu tahu akan mereka."
"Baiklah… jadi Demi-Demi apa lagi yang perlu aku tahu?"
"Hanya satu jenis, Suanggi namanya, mereka adalah makhluk yang agak… semu."
"Semu?"
"Iya, mereka mirip sekali dengan bayangan, tapi masih memiliki fisik layaknya makhluk hidup dan berbentuk 3 dimensi."
"Ah, berarti mereka berbeda dengan pasukan bayangan Dramu, benar begitu?"
"Benar… mereka juga memiliki elemen yang berbeda dengan setiap Makhluk di Dunia baru ini."
"Apa itu?"
"Void, elemen yang berfundamentalkan kehampaan."
"Kehampaan? Hah…? Apa itu berarti mereka bisa membuat orang menghilang, begitu?"
"Sebagiannya iya… tapi tak itu saja."
"Lalu?"
"Void adalah elemen yang membawa kehancuran dari sesuatu yang tak nyata kepada realita dan sebaliknya, mengubah sesuatu yang ada menjadi tiada. Mereka adalah konsep yang mampu mengubah hukum alam, dan mensirnakan apapun itu yang berkaitan dengannya."
"Tidakkah itu terlalu… overpower?"
"Secara teori iya… mereka juga mampu menghilang seseuatu yang abstrak layaknya memori, jadi jika bertarung dengan mereka, kemungkinan besar lawannya tak akan ingat melakukannya."
"Ah lalu, dari mana kamu dapat infromasi ini?"
"Tuan Verslinder tentunya, tak ada satupun makhluk di Dunia ini yang mampu berdiri setara dengannya, pikiran dan alam bawah sadarnya terlalu kompleks untuk terotak-atik oleh void."
"Baiklah… kemudian, kapan Guild akan menyebarkan informasi ini?"
"Esok pagi."
"Dimengerti."
Itu waktu yang cukup cepat, aku kira dia akan menahan info ini untuk beberapa hari semenjak ia memanggilku secara pribadi ke sini. Ada alasan lain kah?
"Oh ngomong-ngomong soal void, kami ada misi untuk timmu." Ah, itu dia.
Inova kemudian membuka laci mejanya, dan mengeluarkan selembar kertas dari sana. Kertas itu tampak mirip dengan deskripsi misi yang sebelumya kami ambil.
"Para Uhndak yang kalian temui, sebenarnya mereka membangun kemah tak jauh dari desa pelabuhan Aeris, Guild ingin kalian menghancurkannya. Oh iya, ada kemungkinan juga para Suanggi akan hadir di sana, jadi berhati-hatilah."
"Jadi… sekarang para Demi juga menjadi musuh Guild?"
"Siapapun itu yang mengganggu ketentraman Daratan adalah musuh kita, tuan Manggala."
". . ."
Aku lalu mengambil kertas misi itu dan membacanya sekilas. Detail yang tertulis di sana lebih lengkap dan upah yang diberikan…
"7,2 juta? Ini jauh lebih tinggi dari misi kami sebelumnya."
"Tentu saja tuan, ini adalah misi kelas D yang jelas berada pada tingkatan yang lebih sulit dari misi Dakutan yang hanya kelas F." Hebi segera menjawab kebingunganku.
"Begitu?"
"Kami juga mengirim satu tim lain untuk menemanimu dalam misi ini, tuan Manggala tidak keberatan kan?"
"Ah, tidak sama sekali."
Aku sudah sering bekerja dengan tim yang anggotanya jauh lebih banyak selama berada di Papendangan, tambahan 8 orang lainnya tentu saja tak ada masalah untukku. Lagi pula mereka punya kepengerusannya sendiri, aku tak perlu ribet-ribet untuk memimpin mereka.
"Boleh aku tahu dengan siapa aku akan bekerja?"
"Tentu saja, mereka adalah sebuah tim yang dipimpin oleh seorang Malianis (Core) dengan nama Ozak Diratama."
"Dimengerti."
"Oh iya, ada Waraney juga di antara anggota timnya, mungkin kamu mengenal anak-anak itu."
"Hm? Siapa?"