"Baiklah kini kedua bocah itu sudah pergi, mari bicara bisnis Amartya."
"Bisnis!? Apa kita tak perlu membangunkan Naema yang kini beristirahat setelah mengantarkan 2 anak dengan benih api neraka?"
"Kamu terdengar kesal, tapi tak apa, aku bukan Tuhan, kamu tak perlu mencintaiku."
"…"
"Kamu lihat orang-orang di belakangku ini?"
"Ya, mereka berapi-api, apa mereka makhluk magis? Atau jenis Genka baru?"
"Makhluk magis? Kurasa itu kata yang baik… benar, mereka adalah jin."
"Jin? Seperti Ifrit?"
"Tepat, aku yakin kamu telah membaca sedikit tentang mereka."
"Tentu, kota tempatku dilahirkan terinspirasi dari nama itu, lalu bisnis apa yang menyangkut makhluk api seperti mereka?"
"Mungkin kamu sudah tahu, tapi di Buana Yang Telah Sirna, jin telah lebih dahulu menghuni Bumi ketimbang manusia yang menjadi pendahulu kalian. Maka dari itu aku berniat untuk membawa mereka ke Dunia ini agar aku bisa menciptakan suatu kesetimbangan yang semakin dekat dengan bagaimana dunia sebelumnya."
"Kesetimbangan? Maksud anda jin memiliki hubungan dengan bagaimana alam bekerja?"
"Tentu saja, jin dan malaikat berperan dalam menjaga kesetimbangan, layaknya mengarahkan hembusan angin, mengatur pergerakan hujan, menggiring ruh-ruh yang lepas dari tubuhnya dan lain-lain."
"Itu cukup… menarik."
"Malaikat yang ada di Dunia ini sudah murni dari asalnya, mereka setuju untuk mau membantuku, tapi jin-jin yang ada di Dunia ini masih buatanku, layaknya Bayangkara yang menjaga keseimbangan elemen kalian."
"Ah begitu, fakta bahwa anda memiliki malaikat asli, bukankah berarti para jin sebelumnya menolak untuk datang, apa yang membuat mereka tiba-tiba ingin kemari."
"Menolak? Ah iya mungkin itu juga bisa dibilang, tapi yang paling membuat mereka tak bisa kemari ialah administrasi Neraka. Ahahaha, topik itu terlalu berat untuk dibicarakan, intinya sekarang mereka sudah punya izin untuk tinggal di sini, di tambah Borea sekarang sedang tak ada di sini, perpindahan mereka akan semakin mudah."
"Borea? Ada apa dengan Borea?"
"Kamu bukannya sudah baca soal masa hidupnya?"
"Sudah, dia menghidupkan ruh adiknya bukan? Ruh Austra?"
"Ingatkah kamu siapa yang menjadi korban demi melakukan itu?"
"Korban... oh benar, para jin mati demi membawanya kembali."
"Borea Aurora the Djinn Slayer, dia adalah pembantai jin yang cukup terkenal, hal ini cukup membuat mereka... takut."
"Oke… lalu apa yang anda ingin aku lakukan?"
"Tidak ada."
"Tidak ada? Kukira tadi anda menyebut ini sebagai bisnis."
"Benar ini bisnis, tapi bisnismu ialah dengan Azazel, raja para jin, kamu ingat saat perang di Sfyra kemarin kamu menggunakan api putih?"
"Aku ingat, ada apa dengan itu?"
"Api di tubuhmu sebenarnya belum cukup reda untuk menggunakan api putih itu."
"…"
"Oleh sebab itu Malik menjadi khawatir api itu akan meledak sebelum waktunya, jadi kamu dan keluargamu akan dibawa Azazel pergi dari dunia rentan ini sampai api kalian mereda, tentu saja yang aku maksud dengan keluargamu adalah Naema dan kedua bayimu."
"Azazel akan membawa kami ke Neraka?"
Tiba-tiba Jin perkasa itu tertawa terbahak-bahak.
"Tentu saja tidak Amartya, Neraka akan melahap habis makhluk fana sepertimu. Tapi tempat kalian bernaung tak jauh dari Gerbang Neraka, agar Malik masih bisa mengawasi kalian dan diriku. Tentu saja setelah pelatihanmu denganku selesai, kamu pasti akan cukup kuat untuk memasuki Neraka. Tapi aku peringatkan dari sekarang, kamu tak akan menyukai berada di dalamnya."
"Uh baiklah... dengan kata lain aku akan menghabiskan 1000 tahun di Gerbang Neraka bersama keluargaku dan dirimu."
"Tepat sekali."
"Dimengerti…"
"Ah sebelum kita pergi ada dua orang yang ingin bertemu denganmu."
"Dua orang?"
Lalu seperti apa yang dikatakan Sang Pencipta, datanglah dua sosok yang begitu tampan dan jelita, dengan lambut hijau limau yang berkilaukan cahaya, berpakaian hitam dan hijau, dengan mahkota di lengan keduanya.
"Yang Mulia Viper?"
"Amartya... sebenarnya kamu tidak perlu menyebut setiap pemimpin suku dengan Yang Mulia, semenjak kamu berada di posisi yang sama, ditambah lagi dirimu sekarang telah menjadi seorang Ardiansyah." Layaknya setiap kepala suku Penempa Bumi, Viper bersikap ramah dan tampak sayang terhadap Amartya.
"Kurasa itu benar, lalu, ada maksud apa kemari? Sang Pencipta bilang Azazel akan membawaku pergi 1000 tahun lamanya, aku sebenarnya agak takut semenjak bangku Ardiansyah dan kepala suku Api akan kosong."
"Sebenarnya kami datang atas alasan itu Amartya."
"Maksudnya?"
"Kami menawarkanmu proposal pernikahan Amartya." Sela Putri Emerald dengan senyuman indahnya yang tak tahu kata banding.
"Pernikahan? Tapi aku sudah terikat dengan Naema."
"Aku tahu, hihihi… sebenarnya memang mengecewakan, tapi apa boleh buat, jadi aku menawarkan untuk menikahi putramu yang baru saja lahir, bolehkan? Tunggu, anakmu ada yang laki-laki kan...?"
"Ada, sebenarnya aku tak punya masalah, tapi bukannya masih terlalu dini baginya untuk menikah? Tidakkah dia akan menderita oleh racunmu?"
"Ih, gak sopan, aku ini anak langsung dari bidadari Amartya, mana mungkin aku akan membahayakan mereka."
"Tetap saja…"
"Lagipula kami tahu kok perjanjianmu dengan Azazel, semenjaki kita sama-sama abadi, pernikahannya akan kita laksanakan 1000 tahun lagi."
"Ah ada benarnya, tapi kamu tak apa menunggu selama itu?"
"Tak apa, aku lahir dari makhluk yang tercipta untuk menunggu suami mereka, kurasa itu bukan masalah."
"Oke… lalu mengapa kamu mengatakan hal ini padaku sekarang, bukan 1000 tahun lagi?"
"Hehe kamu peka seperti apa yang kuharapkan, tentu saja kami menawarkan perjanjian."
"Perjanjian?"
"Iya, dengan kamu berjanji akan menikahkan anakmu dengan diriku, Vhisawi akan membantu Genka dan misi-misinya, selagi kamu absen dari Dunia ini, bagaimana? Penawaran yang cukup baik bukan."
"Sebenarnya jujur penawaran ini terlalu baik untuk sesuatu yang nyata adanya, aku yakin anakku juga tak akan mampu menolak gadis dengan kecantikan tiada tara seperti dirimu."
"Jangan berbicara manis didepanku Amartya, meski terikat langsung dengan Ratu Bidadari, berada tepat di bawah Pohon Kehidupan yang sedang bereinkarnasi bisa cukup mempengaruhiku."
"Ahaha… sial, apa kau sungguh harus mengucapkannya?"
"Jadi bagaimana? Kamu setuju dengan penawaranku?"
"Tentu saja, tak ada kerugian yang aku peroleh darinya."
"Kalau begitu Amartya, sebaiknya kita bergegas, karena jujur aku masih harus mengatur perpindahan para jin setelah ini, ini era yang cukup sibuk." Sang Pencipta menyela pembicaraan mereka.
"Ah, dimengerti, biar aku membawa keluargaku."
Setelah itu Amartya dan keluarganya beserta para jin bersiap untuk berangkat menuju Gerbang Neraka, Azazel pun membentuk sebuah pintu yang berapi-api.
"Sampai jumpa 1000 tahun lagi Amartya, Naema!" Putri Emerald dan para Sarma melambaikan perpisahan mereka.
"Tak kusangka datang hari di mana kita akan bekerja sama." Ucap Azazel pada Sang Pencipta seraya membuka pintu apinya.
"Aku juga tak menyangka ini Azazel."
"Ngomong-ngomong sejak kapan kamu menjadi makhluk sekeji ini? Atau memang sifat aslimu seperti itu? Kamu bahkan kembali ke istri pertamamu yang buruk perilakunya."
"Diamlah, hubungan kita hanya bisnis, jangan mencampuri urusan pribadiku."
"Apa kamu lupa? Mencampuri kehidupanmu adalah tugas kami, itu sebabnya kini banyak keturunanmu yang terbakar di bawah sana."
"…"
Berakhir pula sesi bercerita kita untuk pertemuan kali ini, kita lanjut lagi lain kali hehe. Tenang saja, ini baru pembukaan cerita tentang Dunia kami, tapi aku tak tahu kapan kita bisa pertemu lagi, mesin waktu yang aku gunakan untuk bertemu kalian cukup sulit untuk digunakan.
Ah ngomong-ngomong di era generasi keempat Sang Pencipta menciptakan pulau pada dua Kutub Bumi, di sana aku menyimpan segala informasi yang aku terima selama ribuan tahun aku hidup, itu sebabnya aku tak bisa lanjut bercerita tentang generasi keempat pada kalian, otakku juga ada batasnya. Aku harus mengatur ulang isi otakku terlebih dahulu, dan datang dengan kelanjutan ceritanya.
Baiklah, sampai jumpa lagi, aku menikmati bercerita dengan kalian, Sang Raja Magnet, Polar Muttaqin pamit undur diri. Dadah!