Medan tempur senyap untuk sesaat, para naga dan Dragon Guard yang tersisa membentuk formasi mengitari Cello Ares yang masih tersisa, berusaha melindunginya. Pasukan Langit perlahan bangkit dari remukan tubuh mereka, penyihir cahaya menembakkan suar-suar putih ke Angkasa, bola cahaya yang keluar darinya menghujani seisi pasukan Langit dan memancarkan sinarnya, menyembuhkan luka-luka mereka, perlahan mengembalikan mereka ke bentuk sedia kala. Sayangnya hanya sedikit dari jiwa mereka yang mampu pulih, sisanya masih bergeming, termangu, termakan rasa takut akan seisi medan pertempuran.
"Tak ada waktu untuk melamun, pasang formasi!" Parjanya sesegera mungkin mengatur kembali pasukannya.
Tak butuh waktu lama untuk mereka menghabisi naga dan Dragon Guard yang tersisa semenjak mereka tak memiliki kepemimpinan dan cenderung pasif dan defensif pada posisi mereka. Setelahnya, Parjanya berjalan mendekati Cello Ares, penasaran mengapa mereka berusaha untuk melindunginya. Namun ketika ia hendak menyentuhnya, terdengarlah suara kaki kuda berjalan ke arahnya.
-----
"When He broke the third seal, I heard the third living creature saying, "Come." I looked, and behold, a black horse; and he who sat on it had a pair of scales in his hand."
------
Seekor kuda hitam muncul dan berlari ke arah pasukan Langit. Mereka terlihat bingung melihat kuda itu menerjang tanpa penunggang dan segera menghindarinya, kini hewan itu berlari menuju Cello Ares. Parjanya yakin ada yang tak beres dengan kuda ini, ia pun mengangkat tongkatnya, dan menodongkannya ke arah si kuda hitam yang berlari ke arahnya, bersiap menyengatnya dengan petir.
Lamun kuda itu berhenti tepat di depan dirinya, dan sebelum ia sempat bereaksi, si kuda mengangkat kedua kaki depannya dan meneriakkan suara nyaring yang memeningkan para penyihir.
Sekilas terasa sebuah gelombang udara tertarik ke arah kuda itu. Mendadak rasa lapar yang begitu dasyat menyerang para penyihir. Mereka serentak terjatuh lemas seakan seisi nutrisi dalam tubuh mereka diserap habis. Kuda itu lalu menurunkan kedua kakinya dan menguap bagai butiran abu.
"Ah... ap-apaan..."
Dari kejauhan sesosok pria berpakaian hitam berjalan langkah demi langkah ke arah mereka. Para penyihir terlalu lemas untuk menanggapi kedatangannya, walakin ketakutan mereka terus mendorong mereka untuk memperhatikan dirinya. Pria itu perlahan menghampiri mereka, dengan mata sayu dan pandangan yang hampa, seakan ia memasrahkan seisi hidupnya di tangan Tuhan.
"I am the servant of God." Pria itu berkata dengan suara yang begitu halus seakan berbibisik, siapapun bisa merasakan ketenangan keluar dari suaranya.
"People in this land called me the Priest of Darkness, but you my child, can call me… Auspicius."
Para penyihir berusaha menggerakkan kepala mereka, perlahan-lahan menoleh ke arahnya, memandanginya dengan bingung, tapi otak mereka terlalu letih untuk berpikir. Alasan terbesarnya ialah sebagian besar dari mereka tak mengerti bahasa unity, sebagaimana kebanyakan orang yang hidup di era itu. Pria itu lalu menggenggam kedua tangannya dan kembali berbicara.
"A little story for you o winged ones, I used to spread the words of God throughout my past life, yet now… I am here, to deliver you… JUDGEMENT!"
*DAM!!!*
Kata terakhirnya menggema, dan sebuah salib raksasa terjatuh dari angkasa, tertancap di belakang Auspicius. Di antara pakaian hitam panjanganya yang berkibar-kibar tertiup angin darinya, ia sama sekali tak bergerak dan matanya masih sayu tak berkedip. Wajah lemasnya tak menunjukkan satupun ekspresi, tidak senyuman, tidak kesedihan, begitu datar dan hampa.
Auspicius menjentikkan jarinya, dan kepala salib itu terlempar tepat ke hadapannya, benda itu pun terbuka dan berubah menjadi sebuah organ. Darinya 61 pipa muncul dan tersambung pada sisa salib yang kini berbentuk T.
♪ *rrrrrrrrRRRIUNNG!* ♪
Ia menyeret tangannya dari kiri ke kanan organ dengan cepat, memainkan setiap kunci yang ada, dan seketika itu juga para penyihir berdiri tegap, kehilangan kontrol atas tubuh mereka. Ia kemudian memainkan organ itu, dan ratusan bangku gereja berbaris mengelilingi dirinya serta salib di belakangnya. Pasukan Langit lalu berjalan ke arah mereka, dan berdiri di depan bangku-bangku itu, mengisi tiap spot yang kosong.
"Come child! Let us pray to our God! And may the day be blessed with victory, and glory!"
Para penyihir terus memandangi Auspicius dengan rasa takut di sekujur tubuh mereka. Tubuh-tubuh itu masih tak mampu digerakkan dan ekspresi datarnya terus membuat mereka semakin tak waras tiap detiknya.
"Oh pardon my manners..."
"SINNERS DON'T PRAY!"
♪ *PRANK!* ♪
Auspicius menghempas kesepuluh jarinya pada organnya, dan para penyihir tertarik duduk pada bangku-bangku di belakang mereka. Sisa salib raksasa pun terbuka, dan darinya muncul 33.000 pipa berderet mengitari seisi pasukan Langit. Pipa-pipa itu begitu besar dan mengkilap, terususun rapih dengan warna ungu yang begitu gelap.
♪ *tereriri* *tereriri* *tereriri* ♪
Ia kemudian memainkan organnya dengan begitu cepat, agung, suci lagi liar. Dari kehampaan muncul hantu-hantu wanita berpakaian hitam dengan mata ungu menyala dari wajahnya. Mereka berterbangan di antara pasukan Langit, menyanyikan alunan nada yang seakan mencakar seisi punggung mereka, merusak segala isi benak mereka, mengirimkan rasa takut pada sekujur tubuh para penyihir. Aku bisa melihat rasa takut berterbangan di udara, dan Auspicius melahapnya mentah-mentah.
Permainan tangan kiri Auspicius semakin lama semakin kasar, dengan hentakan yang begitu kuat dan keras. Ia pun mengangkat tangan kanannya, dan tanpa penghormatan menunjuk ke arah pasukan Langit dengan penuh kekuatan.
"And by God's name"
"I HEREBY, EXPELLED YOU!"
* ! ! ! *
Seisi dunia sekejap membisu, suara hilang begitu saja dari udara, kesunyian melayang-layang menghantui medan tempur. Roh para penyihir perlahan tertarik keluar dari punggung mereka, menyisakan hanya kaki dari bentuk halus mereka yang tertempel pada tubuh mereka. Roh-roh malang itu bisa melihat tubuh mereka terduduk lemas di hadapan mereka, tak berdaya.
"Aku terpisah dari tubuhku? Ini... ini tak baik!" Pikir roh Parjanya.
"Tapi jika kematian yang ia berikan hanyalah memisahkan tubuh dan roh kami, mungkin ini tak seburuk yang aku kira."
Sayangnya Parjanya terlalu cepat menduga. Tak lama kemudian Auspicius kembali bermain organ dengan ganas, dan roh-roh itu tertarik kembali ke tubuh mereka. Cahaya biru yang sama dengan warna roh bersinar dari sela-sela tubuh para penyihir, lalu perlahan terlepas bagai lembaran kelopak bunga, tertarik menuju dada mereka, tepat di depan jantung.
Kemudian terbentuklah sebuah lukisan dari roh mereka, mewarnai jantung itu dengan api biru yang tak henti-hentinya berkobar-kobar. Api itu adalah pintu untuk benda dunia ini menyentuh roh mereka, dengan kata lain, kini siapapun dapat membunuh roh mereka secara langsung, tak lagi hanya membunuh tubuh mereka.
"Forgive me sweet child"
"As I am too weak to harvest your very souls"
"Yet again God's words are true and absolute"
"And for with what judgement you judge"
"YOU SHALL BE JUDGED!"
Terdengar gemuruh yang begitu kencang dari organ pipa Auspicius. Mereka perlahan terlepas antara satu dan lainnya, dan terjatuh menghempas tanah. Para penyihir terlepas dari bangku-bangku mereka dan akhirnya mampu untu bergerak bebas kembali. Seisi tempat itu rusuh dengan organ pipa yang perlahan hancur dan memenuhi daratan dengan pipa-pipa logam berwarnakan ungu gelap. Sementara Auspicius perlahan mulai ditelan kegelapan, dan dengan ini, ia pun menyelesaikan ayat terakhirnya.
-----
"When the Lamb broke the fourth seal, I heard the voice of the fourth living creature saying, "Come." I looked, and behold, an ashen horse; and he who sat on it had the name Death; and Hades was following with him"