Chereads / Ardiansyah: Raja dari Neraka / Chapter 113 - Chapter 3: New House, New Housemate

Chapter 113 - Chapter 3: New House, New Housemate

Oleh: Ghanimah Himesh

"Suara apa ini? Musik kah?"

Oh benar, Nyonya Austra pasti sedang memanggil para anggota Guild untuk memberikan penjelasan singkat.

Aku sempat bertemu dengannya sebentar untuk memilih nomor rumah, dan yang pasti, aku tak ingin pernah bertemu dengannya lagi bila aura mengerikan itu masih bertebaran. Huft... akan lebih baik untuk Ilmuan bertubuh lemah sepertiku tak bertemu dengan siapapun manusia abadi dari Sistem Suci.

Lagipula aku sudah tahu apa saja yang akan dia bahas di lapangan benteng. Mungkin ada baiknya aku langsung saja mendatangi rumah timku, toh ngebuka kuncinya gampang kok selama itu rumah yang benar.

"Jadi gadis nakal sesekali tak apa kan? Kapan lagi aku bisa membolos seperti ini, hehe~"

Mau berapa ratus kalipun aku melihatnya, rumah ini tetap saja terasa terlalu besar, bahkan pintunya saja 5 meter! Serius, siapa orang di Dunia ini yang bahkan mencapai tinggi segitu!? Aneh-aneh saja!

*Kreeek...*

"Misi…"

Ucapku seraya membuka pintu rumah dan berjalan masuk.

"Hehehe, kayak bakal ada yang bolos aja."

Rumah ini... luar biasa luas, baik dari panjang maupu lebarnya.

Pada tiap sisinya terdapat 4 kamar tidur yang hadir di tiap lantai, hanya saja tak ada barang apapun di dalamnya, mengingat tiap suku memiliki kasur serta isi kamar yang berbeda sesuai dengan kebutuhan fisik, elemen dan budaya mereka.

Terdapat pula ruang pertemuan, kamar mandi, dapur, gudang, serta ruang TV. Ah benar, entah mengapa setelah seisi petinggi angkasa terbabat habis, hubungan Daratan dan Angkasa jadi membaik karena inisiatif tuan Hakan untuk menolong mereka membenahi pemerintahan.

Kini Daratan memiliki akses dari banyak teknologi Angkasa dan salah satunya adalah mesin rekreasi yang menampilkan gambar bergerak, televisi. Tapi mengingat betapa serba gunanya TV ini, mungkin Guild akan memanfaatkannya untuk hal lain selain hiburan semata.

Oh-oh aku hampir lupa, hal terbaik dari rumah ini adalah, ruang pertama yang kita lihat ketika memasuki pintu... merupakan ruang makan! Tentu saja sebagai seorang gadis dan rakyat Iska, masak-memasak adalah ketertarikan terbesarku~

"Hm? Ada banyak sekali lembaran kertas tertata di meja makan."

Sebagai seorang Ilmuan tentunya aku terbiasa membaca lembaran tulisan dan laporan, namun aku tak pernah menjadi penggemar berat dari mereka. Akan tetapi karena segala hal di Guild ini terdengar sangat menyenangkan, aku pun tertarik untuk membaca beberapa dari lembaran-lembaran itu.

"Lihat semua informasi ini… kuharap ada anggota tim ini yang sangat tertarik pada detail— hahaha sial malu banget ngucapinnya, padahal aku kemungkinan besar bakal punya otak tercerdas di tim… para Ilmuan Langit mungkin menatap rendah ke arahku saat ini."

*!?*

Di tengah-tengah lautan kata yang terpampang, aku pun tersadar akan kehadiran foto di atas beberapa kertas. Tak salah lagi, mereka adalah pas foto, dan bersama mereka info tentang anggota tim ini tertera lengkap dan rapih. Siapapun yang menulis biodata mereka pasti sangat hebat dalam pekerjaannya, karena ini lengkap sekali! Bahkan ukuran tubuhku dari rambut sampai jempol kaki saja ada.

"3 Genka!? Aku tak tahu ini berkah atau malapetaka…"

Kuhembuskan helaan nafas berat.

"Mereka kaum yang gemar menjahili dan menggoda Iska, semoga saja diriku tak akan terlalu terusik karenanya."

Hidup tenangku... huft.

"Ah auk ah! Aku yakin mereka sebentar lagi akan datang kemari, mengingat ilmu pernapasan mereka, mereka pasti akan cepat pulih dari efek Sistem Suci. Sebaiknya aku memasak banyak makanan demi menyambut kehadiran timku, kuliner adalah kebanggaan dan jati diri seorang Iska!"

Aku pun beranjak ke dapur dan membuka dimensi pribadiku. Darinya aku ambil banyak bahan makanan mengingat aku memasak untuk Penempa Bumi yang memiliki porsi makan besar.

"Coba kita lihat… penyantap yang datang terdiri dari 3 Genka, 2 Vhisawi, Sar…ma? Apakah berarti aku harus membuat masakan Vegetarian? Kurasa ada baiknya seperti itu."

Kaum Sarma merupakan anak-anak dari Pohon Kehidupan dan Ibunda Zoastria, mereka telah bersumpah untuk tak merusak dan menyakiti makhluk yang ada di Alam secara langsung. Jadi mereka tak bisa memakan makanan hewani.

"Dan yang terakhir… ini… aku tak mengenalinya, suku apa ini? Oh iya, kita lihat dari fisiknya saja..."

"..."

"..."

"..."

Buah di tanganku seketika terjatuh begitu aku membacanya.

"Kuatkan diriku oh Angin Dingin… MAKHLUK APA INI!? Dia manusia? Gila! Bisa habis semua bahan yang kubawa!"

Meski terkejut kian hebatnya, aku tetap melanjutkan memasak sesuai dengan porsi dan kriteria yang akan disukai masing-masing anggota berdasarkan gender dan suku mereka. Sekarang aku hanya perlu menaruhnya di meja makan, dan menunggu kedatangan rekan-rekanku.

*

"Permisi…"

Terdengarlah suara hangat seorang perempuan bersama dengan pintu yang terbuka, dari nada dan kehangatan yang ia lantunkan, bahkan tanpa melihat pengucapnya dapat mudah ditebak itu adalah suara seorang gadis Genka.

"Selamat Datang~"

3 Orang memasuki rumah ini. Masing-masing dari mereka memakai seragam yang berbeda, namun dengan warna merah-hitam yang sama.

Yang terdepan di antara mereka tampak memiliki fisik terkuat. Rambutnya lebat dan bergelombang, menggambarkan dengan jelas keliarannya, ditambah dengan matanya yang menatap tajam dan penuh kebanggaan.

Di bajunya terlukis rapih lambang singa yang bewarnakan merah, bersama dengan berbagai zirah tipis dan pelindung pada tiap lekuk tubuhnya. Jelas ia seorang Santi Waraney, pedang yang dibawanya memperkuat hipotesisku.

Kemudian di belakangnya seorang gadis dengan wajah secerah Mentari. Walau terlihat sangat feminim, gadis itu memiliki penampilan yang sangat mirip dengan si Santi Waraney. Mungkin mereka kakak-adik? Ah pernyataan ini pun lekaz terjawab begitu a aku melihat lambang kupu-kupu di rompi kecilnya.

Ina Waraney akan selalu berpasangan dengan Santi Waraney, dan mereka biasanya dibentuk dari sepasang kakak dan adik, karena untuk bisa menjadi duo ini keduanya harus memiliki hubungan yang luar biasa erat.

Rambut si gadis panjang dan terikat rapih, serta terdapat sepasang pistol kupu-kupu di pinggangnya.

"…"

"Ada apa?"

Tanya Genka terakhir padaku yang saat itu tengah mematung ketika melihat wajahnya.

Matanya… terlalu indah untuk dirangkai dengan kata. Warna merah-oranye serta gelora cahaya yang senantiasa berputar mengelilingi pupilnya, seakan menghipnotisku untuk masuk ke dalamnya.

Aku bisa melihat seisi Dunia terlukis kian mempesonanya pada kedua mata itu.

Pemuda tampan ini pasti… seorang Serenada, keluarga Istinggar Waraney yang diberkahi Manguni, mata mereka mampu melihat menembus apa saja, bahkan kebohongan. Rambutnya pendek dan tertata rapih. Terdapat lambang Manguni di seragamnya dan senapan panjang di punggungnya.

Oh ngomong-ngomong di surat yang meminta kami datang ke Guild mereka menjelaskan di dalamnya untuk kami selalu menampakkan senjata kami di wilayah benteng Guild ini, guna mempermudah anggota lain mengenali peran dan kelas kami. Itu sebabnya tiap-tiap senjata mereka tertenteng pada tubuh mereka, dan tidak dalam bentuk cincin di jemari mereka.

Meski begitu, di tiap jemari ketiga Genka ini terdapat banyak sekali cincin, dan yang paling banyak ialah si Santi Waraney, mengingat mereka adalah pasukan yang fleksibel dan menguasai berbagai ragam senjata. Tak heran mereka menjadi kebanggaan suku Api.

"Kurasa pesonamu terlalu kuat untuk dihadapi si nona Iska."

Celetuk si Santi Waraney, ia tertawa kecil seraya memiringkan wajahnya menjauhi si Istinggar Waraney.

"Bukan kah seharusnya dirimu yang paling sopan dan dewasa di antara kita…"

Balas si Istinggar, menampakkan keletihan dj wajahnya.

"Ehem!"

Tegasku, berusaha memecah lelucon mereka selagi menghilangkan segala rasa malu yang baru saja menimpaku. Sial... selemah ini kah Iska di hadapan Genka.

"Selagi menunggu 4 anggota lainnya mungkin kalian bisa duduk terlebih dahulu, kuyakin kalian cukup lelah setelah berhadapan dengan Nyonya Austra. Aku juga sudah memasakkan beberapa hal untuk kalian."

Aku pun mempersilahkan tiap kursi di meja makan untuk mereka duduki.

"Ah, terima kasih tawarannya, tapi melihat dirimu masih segar dan bugar, kamu... tidak mendatangi panggilan beliau barusan ya?"

Buset si Santi ini... ia langsung menangkap basah diriku begitu saja.

Tapi dari fakta bahwa dia tak terlalu sopan padaku dan tanpa pikir panjang menyerangku begitu saja, dia pasti memiliki ranking yang tinggi di antara Genka. Namun aku tak ingat melihat nama Vasurha di antara kedelapan biodata…

"Aku sudah bertemu beliau sebelumnya, apa yang beliau sampaikan ke kalian, aku sudah mendengarnya terlebih dahulu."

Setidaknya ini akan sedikit memperbaiki namaku.

"Tentu saja, sapa lagi yang akan kepikiran untuk memilih nomor 69 di tim ini selain dirimu?"

Ketiga Waraney lekas mencemooh diriku dengan senyuman mereka.

"Eh!?"

Gila! Gila! GILA! Malu banget! Aku bisa rasakan betapa merah membaranya wajahku saat ini, perih di mukaku rasanya membakar! Apa-apaan sih orang ini, dia benar-benar memandang rendah diriku! Seriusan dia bukan seorang Vasurha? Gila banget… GILA!

"Yasudah, kami akan menerima tawaranmu untuk menunggu para anggota lainnya."

Ucap pemuda itu seraya berjalan bersama Genka lainnya melewatiku yang kini terdiam kaku.

"Terima kasih atas hidangannya nona."

Lanjut si gadis Genka dengan senyum cerahnya, atau sekiranya kupikir dia tersenyum. Aku benar-benar tak mampu bergerak sama sekali setelah mendengar tuduhan si Santi.

Dan dengan begitu saja ketiganya, duduk manis di bangku meja makan. Namun mereka sama sekali tak menyentuh hidangan yang berat-berat dan hanya mencemili kueh-kueh kering yang kubawa. Mungkin ini salah satu norma mereka untuk menyantap makanan besar bersama? Yang pasti mereka jelas terlihat seperti sedang menunggu anggota lainnya.

"Huft…"

Kurasa ada baiknya bagiku untuk ikut duduk bersama mereka, berdiri terlalu lama bukan hal yang menyenangkan untuk dilakukan Iska seperti diriku.