Chereads / Semesta Rembulan / Chapter 3 - 03. Dering

Chapter 3 - 03. Dering

Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore, Bulan baru saja bangun dari tidurnya. Tadi setelah Bulan mengerjakan solat ashar, rasa kantuknya menyerang secara tiba-tiba, dan membuatnya tertidur saat sedang memainkan ponselnya.

Ia terbangun setelah mendengar suara adzan maghrib berkumandang, untung saja Bulan orangnya cepat bangun jika mendengar suara sedikit saja, jadi ia tidak perlu repot-repot di bangunkan oleh Miranda.

Segera Bulan mengambil wudhu dan mengerjakan ibadahnya. Selesai itu Bulan menyusun buku pelajarannya sesuai jadwal besok ke dalam ranselnya, memisahkan beberapa yang kebetulan masih ada tugas yang perlu di selesaikan.

"Mbul, ayo makan dulu." suara lembut terdengar mengajaknya untuk makan malam, Miranda menyuruh anak gadisnya itu untuk segera keluar kamar dan bergabung ke meja makan. Cepat-cepat Bulan menaruh buku tugasnya di atas meja belajar, lalu keluar kamarnya menuju meja makan.

Malam ini berbeda, tidak ada Cakra dan Luna disana. Bulan tahu bahwa Cakra pasti lembur, dan Luna memang biasa pulang diatas jam delapan karena kerja part-time dan urusan kafenya.

Bulan menempati kursi yang biasa di pakai Cakra, tangannya menyendokkan nasi dan menaruhnya ke atas piring, lalu mengambil lauk-pauk yang sudah tersedia di meja makan.

"Kamu makannya yang banyak, Mbul. Biar gak cungkring banget." cibir Aldran melihat isi piring anaknya yang tidak terlalu banyak, Bulan hanya menyengir setelah mendapat komentar dari ayahnya itu.

"Bulan tadi udah makan banyak di sekolah yah." kata Bulan membuat Aldran mengangguk, "nanti Ayah anterin susu ya ke atas buat kamu, diminum loh Mbul, jangan di diemin sampai pagi." Bulan mengangguk mendengar peringatan Aldran, sudah kebiasaan dia memang jika dibuatkan susu pasti di diamkan saja sampai pagi dan ujung-ujungnya susu itu terbuang.

Bundanya datang dari dapur, lalu dudu di depannya, tepat di samping Aldran juga. "Tuhkan dengerin Mbul, badannya gedein dikit, cewek tuh lebih enak dilihat kalau berisi." Miranda ikut-ikutan menimpali, padahal Aldran sudah berhenti.

"Bubun suka banget gak ngaca." sindir Aldran membuat ibu beranak empat itu mencubit lengannya yang tak tertutup apa-apa. Aldran mengaduh saat merasakan cubitan pedas Miranda yang terasa perih.

"Kejem banget sih bun." keluh Aldran sambil mengerucutkan bibirnya, berpura-pura merajuk. Bulan menggelengkan kepalanya, sudah menjadi hal biasa jika melihat pemandangan ayahnya bersikap kekanak-kanakkan dan bundanya yang tak segan melontarkan kalimat jahat.

Suasana berbanding terbalik pada pagi hari, semuanya lebih banyak diam, karena mungkin saat sarapan para anggota keluarga Revanio disibukkan oleh aktivitasnya masing-masing. Maka malam hari di jadikan mereka tempat sebagai pelepas segala lelah yang di rasakan setelah seharian diluar rumah.

Selesai makan malam, Bulan membantu Miranda mencuci piring terlebih dahulu, barulah ia izin keatas terlebih dahulu untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Bulan merenggangkan badannya sebentar dikasur sesampainya di kamar. Merasa pegalnya hilang, ia langsung beranjak untuk mengerjakan tugasnya.

Bulan mengerjakan tugasnya di meja belajar, telinganya ia sumpal headset dan ia putar instrumen melodi yang mampu menenangkannya. Saat tengah mengerjakan, ponselnya berdering membuat lagunya berheti mendadak.

Gadis itu melirik ponselnya, ia berdecak sebal saat di ganggu ketika mengerjakan tugas. Tanpa melihat siapa yang menelponnya, Bulan pun mengangkat telepon tersebut.

"Ada apa ya? Bulan lagi ngerjain tugas, jangan ganggu napa!" omel Bulan sebelum sempat orang di seberang sana menyapa terlebih dahulu, terdengar di telinga Bulan suara berat seseorang  tengah terkekeh. Jelas Bulan mengetahui itu bukan suara perempuan.

Bulan menjauhkan ponselnya, membaca nama yang tengah melakukan panggilan bersamanya. Tertera nama Angkasa disana. Bulan menahan jeritannya, bodoh sekali dia!

"Jangan galak-galak gitu dong." komen Angkasa masih bersama kekehannya, Bulan mencoba menetralisir perasaan malunya atas kecerobohannya barusan.

"I-iya Kak, ada apa ya?" gugup Bulan, giginya sekarang sedang menggigiti kukunya untuk menahan rasa malunya. Suara helaan nafas diseberang sana terdengar sampai ketelinga Bulan, "kan udah gue bilang kalau gue mau nelpon lo malam ini." jawab Angkasa sangat santai, tak tahu kah disini Bulan sudah ketar-ketir dibuatnya.

Bukan, bukan karena Bulan suka, hanya saja ia masih mengingat perilaku tidak sopannya kepada Angkasa dan temannya, juga ia gugup karena tidak pernah bertelponan dengan cowok manapun selain keluarganya.

"Lagi apa?" tanya Angkasa setelah duanya terdiam cukup lama, "kan lagi ngerjain tugas Kak." jawab Bulan membuat Angkasa di seberang sana mengumpat bodoh pada dirinya yang pelupa.

"Lagi?" ujar cowok itu tidak jelas, Bulan mengerutkan kedua alisnya bingung, "lagi apa?" tanya Bulan balik membuat Angkasa terkekeh lagi.

"Lagi mikirin lo."

Bulan menepuk pelan jidatnya, baru sadar kebodohan apa yang dia ucapkan. Bisa-bisanya dia tertipu sama omongan yang bahkan sudah setiap hari menjadi makanannya di kelas.

"Aku ada salah apa sampe di pikirin?" tanya Bulan mencoba mengalihkan perhatian agar tidak terlalu canggung dengan hal yang di ucapkan Angkasa tadi.

Disana Angkasa tersenyum tipis, "salahnya muncul mulu di otak gue." kata cowok itu mampu membuat Bulan menghela nafasnya sabar. "Gak ada yang penting 'kan Kak? Aku patiin ya?" Kali ini Angkasa yang panik mendengar nada suara Bulan yang datar.

"Eh jangan dong." cegah Angkasa. Bulan mengernyitkan dahinya heran, jelas saja dia bingung, lagian kenapa coba menelpon Bulan kalau tidak ada yang penting, juga rata-rata yang keluar dari mulut Angkasa adalah gombalan dangdut.

"Ya trus mau ngapain Kak?" tanya Bulan kesal, Angkasa menghela nafasnya, "ya kan udah di bilang mau telponan aja sama lo." Angkasa masih menjawab dengan alasan yang sama.

"Yaudah, terserah deh Kak." ujar pasrah Bulan lalu ia kembali mengerjakan tugasnya sambil mendengar deru nafas yang terdengar dari headset-nya. Mulanya terasa tenang, namun tiba-tiba suara gaduh seperti mengetuk pintu tidak sabaran terdengar dari seberang sana.

Bulan bahkan hampir mencoret bukunya secara tidak sengaja saat mendengar suara teriakkan cowo yang sangat cempreng dari sana.

"ANGKASA! LO NGAPAIN HAYO! KALO MAU ANEH-ANEH JANGAN PAS LAGI RAMEAN GINI DONG!" teriakkan rusuh itu yang terdengar sangat jelas di telinga Bulan sampai rasanya gadis itu merasa telinganya sudah terlebih dahulu pergi ke surga.

Suara gaduh itu langsung terganti menjadi decakkan kesal Angkasa,  "rusuh banget si kambing." bisik cowok itu mengumpat, Bulan menggelengkan kepalanya, ada-ada saja.

"Bentar ya, jangan di patiin." izin Angkasa yang ingin mendiamkan para temannya agar tidak rusuh. Bulan mengangguk walau ia tahu Angkasa tidak bisa melihatnya sekarang.

Bulan pun meneruskan tugasnya tadi. Serius, jika Angkasa ataupun temannya mengganggu Bulan, ia yakin tugasnya tak akan selesai sampai besok pagi.

Tak lama kemudian terdengar lagi suara, kali ini berbeda, ini bukan Angkasa ataupun temannya yang waktu itu pernah bertemu dengannya. Nada suara kali ini terdengar lebih ringan dan cerah, "hallo-hallo, tes satu dua tiga empat lima—eh malah ngitung si bencong." sapa dan selaannya sendiri membuat Bulan berpikir dari mana lagi datangnya orang tidak waras.

"Eh bales kek ini sapaan gue, malah diem aja macem lagi sariawan!" seru cowok itu mengagetkan Bulan, "i-iya?" tanya Bulan gagap, ia beneran terkejut ketiga cowok itu berseru secara tidak santai.

"Nah bagus! Gitu dong—eh siapa namanya—oh iya Bulan! Inget nih nama gue baik-baik, nama gue itu Awan, anak wangi nan tampan!" kata cowok bernama Awan itu, Bulan meringis merasa sedikit kasihan karena Awan seperti sedang berbicara sendiri.

"He-he iya Kak." kekeh Bulan terpaksa, Awan disana membulatkan matanya terkejut. "Oh jadi Bulan adik kelas nih? Kelas berapa Bulan? Kok mau sama Angkasa? Angkasa gak pedoin lo 'kan?" tanya Awan heboh, Bulan kali ini meringis karena gendang telinganya lama-lama bisa pecah mendengar suara Awan yang terlalu semangat.

"Kelas 10 Kak." hanya itu yang Bulan bisa jawab. Lagian dia mau jawab apa tentang dia dan Angkasa, mereka saja baru bertemu dua kali.

"OMG! Imutnya!" pekik Awan terlalu senang, reflek Bulan melempar headset-nya dari telinga. Astaga bodoh, kenapa dia tidak mengecilkan volumenya.

Karena tidak mau membuat pendengarannya rusak, Bulan mencabut headset-nya yang tersambung di ponsel, dan memilih mendengar dengan menempelkan ponselnya saja langsung di telinga kanannya.

"Hallo? Bulan? Bul-bul? Buyan? Bul—ih apaan sih Angkasa! Gue 'kan masih mau telponan sama Bulan!" seru kesal Awan ketika ponsel Angkasa di rebut kembali oleh pemiliknya. Itu yang hanya Bulan bisa dengar setelah kejadian melempar headset-nya tadi.

"Awan ngomong aneh-aneh ke lo gak?" tanya Angkasa langsung saat ponselnya berhasil bersamanya lagi, tadi ponselnya ia tinggal sebentar untuk memberi tahu temannya bahwa jangan mengganggunya, sekalian ia buang air kecil sebentar.

Tahu-tahunya sudah kecolongan saja oleh Awan yang berhasil kabur saat dia tengah memberitahu teman-temannya itu.

Bulan berdeham, "enggak ada yang aneh-aneh kok Kak." jawabnya membuat Angkasa sangat-amat-lega. Cowok itu bersyukur dia lebih cepat menyelesaikan urusannya di toilet, kalau tidak pasti Awan sudah berbicara yang tidak-tidak.

"Yaudah, ini udah malem, lo tidur gih."

Bulan mengangguk-angguk saja, "iya Kak." Angkasa mendengar suara Bulan yang terdengar cukup lesu, sepertinya mulai mengantuk.

Angkasa tersenyum tipis sebelum mengakhiri telponnya bersama Bulan tersebut, "good night Lan, sleep well." ucapnya membuat Bulan mau tak mau ikut tersenyum tipis.

"Too Kak."