Bulan menarik tangan Rhea—sahabatnya—untuk sesegara mungkin meninggalkan kantin, pasalnya jam istirahat ini Bulan dibuat panik saat melihat siluet Angkasa bersama temannya memasuki kantin. Tiga hari ini gadis itu berusaha mati-matian menghindari sosok Angkasa setelah malam dimana Angkasa menelponnya.
Jangan salahkan dia yang terkesan lebay, salahkan saja Angkasa yang terus-menerus menghubunginya. Bulan tidak mau terlalu percaya diri, tetapi cowok itu seakan tidak memberi ruang pada Bulan untuk bernafas lega.
Sahabatnya itu memberinya tatapan bingung sekaligus kesal, "kenapa sih?" tanya Rhea dengan nada curiga, Bulan menggeleng sambil menelan salivanya.
"Gak usah bohong! Kenapa ngajak gue lari dari kantin coba?" suara Rhea berubah mengintimidasi membuat nyali Bulan seketika ciut karena gadis bertubuh pendek itu lebih galak darinya.
"Ih apaan sih Rhe, orang gak ada apa-apa kok. Aku tuh kebelet pipis tau!" seru Bulan menutupi gugupnya, Bulan buru-buru masuk kesalah satu bilik toilet yang kosong, dan berpura-pura seakan dia memang ingin buang air kecil.
Selesainya berpura-pura, Bulan keluar melihat Rhea tengah melipat tangannya di depan dada sembari memberi tatapan tajamnya.
"Masih mau bohong atau mau jujur?" tanya Rhea dingin membuat Bulan menggigit bibir bawahnya, ketahuan sudah. Memang dasarnya Bulan bukan orang yang pintar berbohong, jadi sudah pasti tertebak dengan mudah oleh Rhea.
"Yaudah aku jujur aja." Bulan pun memilih jujur dari pada nanti Rhea akan marah dan memberi tahu dua sahabatnya yang lain kalau Bulan menyembunyikan sesuatu.
Rhea mendekatkan dirinya pada Bulan, "jadi kenapa?" tanya Rhea yang di jawab Bulan dengan bercerita singkat tentang ia yang bertemu Angkasa dan berujung cowok itu tiga hari ini terus-terusan menghubunginya.
"Lo gak nyaman sama dia yang kayak gitu?" tanya Rhea lagi, Bulan mengedikkan bahunya bingung, "ya kalau ke ganggu bilang sama dianya, biar dia gak lagi ngehubungin lo gak jelas gini." saran Rhea yang ditanggapi anggukan oleh Bulan.
Sejujurnya Bulan sendiri merasa bingung, apakah dia terganggu atau tidak. Kadang dia merasa terganggu, kadang juga tidak. Gadis itu benar-benar labil terhadap perasaannya sendiri.
"Yaudah ke kantin lagi yok." ajak Rhea yang sekarang menarik tangan Bulan keluar dari toilet sekolah, Bulan membulatkan matanya mendengar ajakan Rhea barusan.
Tangan Bulan menepis paksa genggaman Rhea pada lengannya, "ih Rhea, kalau ke kantin nanti ketemu dia dong!" seru Bulan yang ditanggapi Rhea dengan menghela nafasnya.
"Bentar aja Bul, gue cuma mau beli roti abis itu baru kita balik ke kelas." jelas Rhea membuat Bulan jadi tidak enak, gadis itu akhirnya mengangguk menuruti kemauan sahabatnya, "aku tunggu luar kantin, kamu aja yang masuk Rhe."
Saat sudah sampai kantin, Rhea menolehkan kepalanya ke Bulan, "gue beliin roti buat lo juga ya." ujar Rhea berinisiatif, kasihan juga dia melihat Bulan yang seperti menahan laparnya. Bulan mengangguk sambil memberi senyum lebarnya. Untung Rhea orangnya sangat pengertian, kalau tidak, dia mungkin belajar dengan perut yang bunyi terus-menerus.
Rhea baru saja masuk ke kantin, tubuhnya bahkan sudah tak terjangkau dalam penglihatan Bulan. Bulan berdiri diam di lorong menuju kantin, menunggu Rhea selesai membeli roti disana.
"Gak kekantin?"
Bulan menoleh ketika mendengar suara yang bertanya kepadanya, jantungnya mendadak berhenti melihat Angkasa berada di sampingnya dengan memberi tatapan bertanya. Kemudian Bulan merutukki dirinya sendiri sudah mengikuti kemauan Rhea.
"E-engga Kak." jawab Bulan membuang mukanya. Angkasa yang sadar sikap Bulan sedikit anehpun bingung.
"Lo ada masalah sama gue?" Bulan hampir tersedak ludahnya sendiri mendengar pertanyaan Angkasa yang terdengar menyudutkannya.
Bulan lantas menggeleng, "engga Kak, gak ada kok." jawab Bulan jujur, memang benar dia tidak ada masalah apapun dengan cowok itu.
"Trus kenapa ngehindar?" keluar juga pertanyaan itu dari mulut Angkasa yang membuat Bulan merasa seperti ketahuan telah melakukan sesuatu yang tidak-tidak, padahal Bulan hanya menghindarinya.
"Ngehindar apanya Kak?" tanya Bulan berpura-pura tidak mengetahuinya, Angkasa pun menyentil pelan kening Bulan, "mau bohong nih?" Bulan mengaduh sedikit merasa nyeri di keningnya, ingatkan kembali bahwa Bulan bukan orang yang pintar dalam berbohong.
"Emangnya aku ngehindar?" Angkasa tersenyum tipis mendengar pertanyaan Bulan yang seolah menyanggah, "kalau gak ngehindar kenapa setiap ngelihat gue harus buru-buru pergi?" skak Angkasa membuat Bulan menghindari tatapan cowok itu.
"Mungkin aku lagi buru-buru waktu Kakak lihat." jawab Bulan masih tidak mengakuinya.
"Setiap ada gue ya buru-burunya?" Bulan menggeleng, "aku buru-burunya setiap saat tau, ini aja aku buru-buru!" bohong gadis itu sambil menatap Angkasa tajam.
"Kalo buru-buru kenapa masih disini coba? Padahal temen lo aja udah duluan balik ke kelas." ujar Angkasa memberi tahu bahwa ternyata Rhea sudah balik terlebih dahulu, Bulan membulatkan matanya mendengar hal itu.
"Hah? Kok Kakak tau dia udah balik? Kok Kakak juga tau temen aku?" tanya Bulan heran, Angkasa tertawa ketika Bulan memberinya pertanyaan bertubi-tubi.
"Tadi dia nyamperin gue bilang ada yang mau lo omongin sama gue habis itu dia cabut dari kantin, lagian dia juga sepupu gue gak mungkin gue gak kenal dia." sekarang jangan ditanya bagaimana keadaan Bulan, pastinya setelah mendapat penjelasan dari Angkasa, gadis itu benar-benar tak menyangka kalau Rhea dan Angkasa sepupuan.
"Jadi apa yang mau diomongin?"
————————————————
"RHEA!" teriak Bulan ketika baru saja menginjakkan kakinya di dalam kelasnya, Rhea yang merasa bahwa Bulan sudah tahu pun menghela nafasnya.
Gadis itu datang dengan wajah menahan kesalnya, "kenapa sih kamu gak ngasih tau dari awal?" tanya Bulan yang sekarang berdiri di depan meja Rhea, "ya lo kenapa gak cerita dari awal?" tanya Rhea balik, pipi Bulan pun memerah.
"Ya kan aku malu mau ceritanya!" jawab Bulan menutupi pipinya yang bersemu, Rhea dan kedua sahabatnya itu tertawa melihat tingkah polos Bulan.
Gadis yang sama kecilnya seperti Rhea menimpali, "pantes aja waktu nungguin gua piket lo lama banget, ternyata ketemu si kakak nih." kata Thea yang mengingat tentang kejadian empat hari lalu.
"Yah gue sendiri dong yang berarti gak tau apa-apa." keluh Lara, gadis yang mempunyai ukuran badan seperti Bulan, yang mampu membuat siapa saja melihatnya akan iri.
Bulan mendengus, "apa sih! Udah ah! Rhe, pokoknya aku ngambek sama kamu." ujar Bulan membuat ketiganya tertawa lagi, lagian kalau dia marah kenapa harus bilang-bilang?
Bulan langsung duduk ditempatnya sambil bersungut, lalu ditenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya. Bulan mengingat lagi percakapannya tadi bersama Angkasa, cowok itu bertanya apa yang ingin dia bicarakan, untung saja terselamati oleh bel masuk sehingga Angkasa tidak bisa mengintrograsinya lebih banyak lagi.
Sekarang gadis itu berencana untuk tidur selama pelajaran sejarah, kepalanya sudah tidak bisa menerima apapun masuk ke dalam otaknya, apalagi yang berbau masa lalu.