Chereads / EMILY. / Chapter 18 - | Chapter. 17 || Fight Leads To Regrets |

Chapter 18 - | Chapter. 17 || Fight Leads To Regrets |

08.10 AM, Unknown Place

Manhattan, New York City.

.

.

.

.

.

'Shit! Aku harus keluar darisini!'.

Cepat-cepat ku berlari ke arah balkon yang berada tiga meter dihadapanku. Sedikit lagi ku ku memutar kenop pintu balkon dan membukanya, tiba-tiba sebuah tarikan keras pada rambutku membanting tubuhku kebelakang.

DUAKK!!

"AARRGHHH!!" ringisku saat ku merasakan betapa ngilunya punggungku dan kepala belakangku saat bertabrakkan dengan lantai. Rasa perih dan panas dirambutku dan ngilu yang sangat saat tulangku bertabrakan keras dengan lantai dingin dan keras itu. Tarikannya yang semakin mengencang terus membuatku meronta-ronta berusaha melepaskan cengkraman tangannya dari rambutku.

Langsung saja tubuhku mendekat lalu kakiku memberontak dan menendang perutnya. Belum hilang dari rasa terkejutnya, ku pukul kepalanya kuat-kuat. Ku beralih dengan menendang kemaluannya yang kali ini berhasil dia tangkis dengan menahan kakiku ditangan yang satunya.

Ku manfaatkan hal itu dengan mendorong tubuhku ke atas dengan kedua tanganku lalu melayangkan tendangan keras ke kepalanya. Tangannya yang lengah membuatku dengan mudah memelintir tangannya yang membuatnya mengerang cukup keras saat tangannya hampir saja patah olehnya.

Selama ku menghabiskan hidupku didunia gelap dan kelam bawah itu, baru kali ini ku berhadapan dengan seseorang yang begitu kuat sepertinya. Biasanya tak sulit ku melumpuhkan 10 pria kekar---bahkan dengan mudahnya, kini hanya melawannya saja yang membuatku sangat kewalahan bahkan hampir tidak bisa berbuat apapun. Dan ternyata sebuah mitos memang benar yang katanya bahwa tenaga laki-laki lebih besar 2 kali lipat daripada perempuan. Karena saat ini, tubuhku benar-benar terkunci olehnya.

Saat kedua tanganku sedang memelintir tangan kanannya, tangan kirinya tiba-tiba saja mencengkram kedua tanganku erat hingga membiru. Rasa sakit akibat cengkramannya membuat tanganku lengah dan disitulah kesempatannya untuk bergerak.

Tangan kirinya yang mencengkram erat kedua tanganku seketika menarik tubuhku ke atas. Membuatku hampir berdiri hingga kedua lututku bertekuk dihadapannya. Punggungku yang meronta tiba-tiba melengkung dalam saat ku rasakan sebelah kakinya menginjak keras tulang kering kaki kananku.

DUAKK! KRAKK!!!

"AAARRGHHHH! K-KAU BAJINGAN---AAAARGHH!" jeritku keras saat merasakan kakiku diinjak keras olehnya. Suara patahan keras kakiku seakan menggema diruangan kelam itu.

Menggunakan sepatu Testoni Dress Shoes coklat gelap yang terkenal dengan hak-nya yang cukup keras dan kuat yang saat ini melekat dikakinya. Menginjak kakiku dengan kuat dan perlahan hingga ku rasakan sakitnya tulang keringku yang meretak didalam. Semakin retak dan semakin sakit yang membuatku menjerit kuat.

Tubuhku terus memberontak karena rasa sakit yang teramat sangat ditulang kering kakiku yang membuatnya jengkel membuat kakinya melepas kakiku dan mendekatkan wajahnya ke hadapan wajahku.

"Apologize!" desisnya didepan wajahku yang bahkan tidak sampai 7 sentimeter itu. Nafasku yang tersenggal-senggal karena menahan sakit dikaki yang kepalaku membuatku sulit berfokus padanya. Tenggorokanku yang terasa kering dan sakit semakin membuatku sulit berbicara padanya. Hanya tatapan tajamlah yang ku berikan padanya.

"APOLOGIZE NOW! APOLOGIZE!!" bentaknya dengan wajah yang memerah disertai urat-urat tegas yang muncul disekitar wajahnya. Tangannya dengan kuat terus menarik-narik rambutku ke belakang agar kepalaku terus mendongak laksa ke atas. Bahkan dapat ku rasakan beberapa rambutku tercabut paksa dari tempatnya.

Ku membuka mata yang perlahan menatapnya. Wajahnya yang menampakkan kemurkaannya yang yang semakin lama semakin menggelapkan matanya. Amarahnya yang hampir memuncak itu membuatnya seperti Bom Peledak yang berada didetik-detik terakhirnya yang siap meledak.

Terlihat sekali dia mencoba menahan amarahnya yang meledak-ledak yang membuattanganku menjadi sasaran pelampiasannya. Ku hanya bisa terus menatap matanya yang sesekali ku memberontakkan salah satu kakiku yang masih selamat dibawah pijakan kakinya.

"APOLOGIZE NOW OR I'LL MAKE YOU PARALIZED FOR THE REST OF YOUR FUCKING LIFE!!!" teriaknya dihadapan wajahku dengan lantang.

"NEVER!!!" jeritku tak kalah lantang yang dihadiahi dua tamparan keras dikedua pipiku.

PLAK!! PLAKK!!

"Urghhh!!!" ringisku saat tangannya menabrak keras hampir setengah wajahku.

Terasa sekali bekas tangannya yang panas dan berdenyut hingga kepalaku terbanting ke sisi dengan mudahnya. Sudut bibirku yang berdarah semakin membuat seluruh kepalaku berdenyut sakit mati rasa. Mataku sudah berulang kali meteskan air mata hingga wajahku lembab dibasahi oleh keringat, air mata dan sedikit darah yang menetes dibeberapa tempat.

Segukan kecil terdengar keluar dari mulutku karena saking perihnya tamparan yang dilayangkannya. Bahkan kurasakan derasnya darah yang mengalir dari lidahku karena tergigit saat tangannya dengan keras menamparku.

Tangannya terus menarik tubuhku kuat hingga kepalaku terbentur keras ranjang yang ada dibelakangku. Membuat kepalaku mendongak paksa dan merasakan pusing hingga pandanganku mengabur sesaat. Belum selesai dari rasa denyut sakit yang ada dikepalaku, sebelah tangannya menarik bajuku kuat-kuat. Mengangkatku tinggi hingga tubuhku kembali terbanting dengan kuat ke atas kasur.

BRUUKK!!! DUAKKK!!!

"AAARRGHH!". Ku mengerang keras saat kepalaku terantuk kepala ranjang dengan keras. Degungan kencang dikepalaku membuat telingaku berdenging keras hingga seluruh suara bahkan suaraku sendiri tidak bisa terdengar. Namun itu tidak bertahan lama.

Rasa sakit berdenyut dibelakang kepalaku membuatku hampir saja kehilangan kesadaran. Sesaat pandanganku menghitam setelahnya. Namun perlahan mengabur dan memperlihatkan wajah menyeramkan iblis yang tidak ada niatan untuk berhenti menyiksaku ini.

Tidak memperdulikan tangannya yang melakukan sesuatu pada tubuhku, ku hanya memejamkan mataku erat. Menahan rasa sakit yang teramat sangat dibelakang kepalaku yang perlahan menjalar ke seluruh kepalaku. Beberapa kali ku menggelengkan kepalaku mencoba menghilangkan rasa sakit yang mendera dengan pening yang semakin hebat.

Hingga tak terasa, tanganku sudah terikat diatas kepalaku kembali seperti tadi. Tetapi untuk yang satu ini aku hanya bisa berdoa dia dengan cepat menyelesaikan penyiksaannya ini. Karena saat ini tanganku terikat bukan lagi dengan sebuah tali tambang atau bahkan dasi seperti tadi yang dengan mudahnya ku lepaskan. Cable Ties. Alat pengikat yang hanya bisa dilepaskan yang hanya bisa dilepaskan dengan cara dibakar atau dipotong dengan gunting atau alat tajam lainnya.

Sebenarnya aku mampu melepaskannya jika sebelumnya tubuhku tidak mengalami keterkejutan yang berarti hingga dengan bodohnya aku tidak berdaya seperti ini. Bahkan saat ini kepalaku tidak bisa berpikir apapun dengan jernih.

Kepalaku terus berdenyut keras dan sesekali berputar seperti ditimpa oleh suatu benda berat. Cairan hangat dan basah yang mengalir ke leher belakangku sudah bisa dipastikan adalah darahku. Nafas yang pendek tersenggal-senggal dengan jantung yang berpacu kencang merasakan sakit yang hampir ada diseluruh tubuhku semakin membuat hormon Endorfin pada tubuhku berusaha dengan keras menahan rasa sakit yang ada ditubuhku ini.

Ku membuka mataku perlahan. Menampakkan wajah seorang laki-laki dengan topeng berwajah tampan bak Dewa Hermes dunia nyata. Tapi mungkin dia lebih cocok disebut dengan sebutan Dewa Ares dunia nyata. Karena dengan kebrutalan tangannya, dia sudah menyiksaku sejak 30 menit yang lalu dan hampir saja membunuhku.

Sesekali ku terbatuk kecil dan merasakan rasa besi khas yang menempel pada indra pengecapku. Air mataku tidak berhenti mengalir merasakan rasa sakit yang sudah lama tidak ku rasakan. Bahkan sudah lama aku tidak terkulai lemah dalam pertarungan seperti ini. Haaah... ini membuatku gila.

Tubuhku masih meronta meminta dilepaskan walau tidak sebertenaga sebelumnya. Kakiku yang sudah tidak bisa ku gunakan membuatku hampir saja menyerah dan memintanya untuk membunuhku. Tapi aku masih memegang prinsipku bahwa akulah yang seharusnya membunuh bukan dibunuh.

Akulah sang berkuasa. Akulah sang raja hutan yang selalu menatap orang lain sebagai mangsa dan bukan sebaliknya. Namun ku melupakan satu hal, bahwa aku hanya bisa berkuasa dihutan milikku sendiri. Dibawah kekuasaanku sendiri.

Dan jika berada  dihutan raja lain, ada dua pilihan akan hal itu. Bersiap mati atau mempersiapkan kematian orang lain. Dan sepertinya kali ini, setelah sekian lama ku mempersiapkan kematian orang lain dan membawa jiwanya kedalam neraka paling kejam didunia ini---kini waktunya aku yang bersiap untuk mati malam ini.

"Ready for the next punishment honey?" bisiknya dengan suara yang berat dan dalam tepat disamping telingaku. Nafasku semakin memendek saat detak jentungku semakin tidak beraturan ketakutan.

Kepala yang berdengung sakit dan wajah yang berdenyut ngilu semakin membuatku terlihat menyedihkan disaat yang bersamaan. Beberapa kali kakiku memberontak yang akhirnya di timpa dengan berat badan tubuhnya membuat rasa sakitnya semakin bertambah berkali-kali lipatnya. Saking sakitnya, kepalaku mendongak paksa ke belakang menahan sakit yang semakin menguasai tubuhku dan hampir membuat tubuhku mati rasa.

Sebelah tangannya meraba sekitaran perut dan pinggangku yang membuatku bergidik jijik merasakannya. Menggelengkan kepalaku pelan mengisyaratkan tangannya untuk berhenti berbuat hal itu. Beberapa kali tangannya mengusap pelan pungungku secara abstrak yang membuat bulu kudukku meremang dan membuatku tidak nyaman. Hingga tiba-tiba saja tangannya berhenti dan menekan lebam biru dengan keras yang ada disana.

"Arghhh---hiks---aaarghh!" rintihku saat dia semakin dalam menekan lebam biru yang ada dipunggungku itu. Rasanya teramat sakit seperti ujung jarinya mencoba mencongkel tulang punggungmu darisana. Sangat sakit dan teramat sakit hingga membuatku hampir saja pasrah dihadapannya.

"Apa ini? Kau menikmatinya? Aku ini sedang menyiksamu bukan membuatmu bergairah!" ucapnya dengan nada riang yang sangat menyeramkan. Diakhiri dengan kekehannya yang dalam dan menekan semakin membuatnya menakutkan.

Aura kelamnya semakin lama semakin menguar memenuhi seisi ruangan yang membuatku merasa tidak adanya lagi harapan hidup untukku setelah habis ditangannya.

Belum selesai dengan tangannya yang menekan dalam lebam biruku, sebelah ibu jari tangannya menekan kuat bagian bawah perutku tepat diatas dimana rahimku berada. Menekannya dalam yang membuatku merasakan sakit dan mual yang hampir meledak disaat yang bersamaan.

Jeritanpun sudah tidak lagi bisa ku lontarkan saking sakit dan pedihnya yang menjalar diseluruh tubuhku. Rasanya seperti pita suaraku menghilang dari tenggorokanku. Tenggorokan yang sakit dan perih membuatku tidak lagi mengandalkan jeritan panjang untuk menghentikannya yang bahkan tidak dia hiraukan.

Tidak ku hiraukan isak tangis yang keluar dari mulutku. Tidak ku hiraukan jerit kesakitanku yang paling ku benci dari segala hal yang ada ditubuhku. Dan tidak ku hiraukan juga nyawaku yang kini benar-benar berada diujung tanduk. Yang ku inginkan saat ini adalah pulang. Bertemu dengan teman-temanku dan kembali menjalani kehidupanku sebagai seorang pelayan café dan seorang pelayan bar. Hanya itu. Hanya itu yang ku pikirkan saat ini.

Matanya memperhatikan wajahku lekat-lekat. Menatap segala hal disetiap inchi wajahku yang kini sudah tidak berbentuk dan terlihat sangat menyedihkan. Wajahku yang pucat dengan bibir sedikit melebam membiru yang terkadang berdenyut ngilu.

Matanya terpaku pada bibirku yang bengkak dan sobek dikedua ujung sudutnya. Perlahan meneteskan darah yang diusapnya pelan dengan ibu jarinya. Membuatku merasakan ngilu yang amat sangat saat ibu jarinya semakin mengusapnya dengan kasar yang kemudian berhenti tepat diatas luka yang masih mengalirkan darah tersebut. Menatapnya lama yang membuatku semakin mengernyit nyeri bahkan mulutku kebas mati rasa.

Ku membuka mata melihat hal apalagi yang akan dia lakukan pada diriku yang saat ini sedang sekarat. Ku rasakan kedua kakiku mendingin dan mati rasa. Kedua tanganku yang sudah tidak teraliri darah membuatnya terasa ngilu dan hampir mendingin sama seperti nasib kakiku yang malang ini.

Perlahan ku rasakan ibu jarinya kembali mengusap darah yang menetes dari kedua sudut bibirku. Berbeda dengan sebelumnya yang mengusap bibirku dengan kasar dan menyakitkan, kali ini dia melakukannya dengan sangat lembut dan perlahan. Menyalipkan anak rambut berantakan yang menghalangi wajahku dan mengusap lembut peluhku yang berjatuhan.

Kedua tangannya menangkup pipiku lembut. Sudah tidak bisa ku rasakan lagi sentuhan atau apapun yang mengenai kulitku saking mati rasanya tubuhku. Matanya masih menatap datar wajahku terlebih lagi bibirku. Membuatku menggeleng keras saat beberapa kilasan balik mimpi burukku kembali hadir.

"Kau terlihat... cantik" gumamnya yang membuatku membelalakkan mata menatapnya. Kepalaku semakin berdegung kuat saat ribuan mimpi burukku kembai hadir menghantui. Yang membuat mata biru Saphirre miliknya, kini perlahan berubah warna menjadi hijau Zamrud yang terang.

Wajah seseorang, teriakan dan jerit tawa yang menggelegar, dentangan pukulan benda kini terngiang-ngiang dikepalaku. Membuatku semakin terisak keras sampai-sampai tidak sadar ku menghentikan rontaanku. Hanya menangis keras dengan sesegukan kuat yang membuat nafasku semakin memendek dibuatnya.

"Kau sangat cantik Emily... Kau terlihat indah!".

"Ini semua tidak akan lama, bertahanlah...".

"Aku menyayangimu Emily... Aku melakukan semua ini hanya untukmu! Aku mencintaimu! Apa kau tidak mengerti?!".

"Kau milikku Emily... dan aku tidak kan membiarkan orang lain mengambil milikku meskipun aku harus membunuhmu!".

"You're my rose Emily... You're my Angel...".

"Ini semua salahmu Emily! Ini semua salahmu!".

"Kau harus mendapat hukuman Emily...".

"Kau harus dihukum...".

"Kau....

Harus....

Dihukum,

Emily.....".

Suara laki-laki paruh baya simpang-siur silih berganti masuk ke dalam telingaku. Menggema keras bahkan mengalahkan degungan sakit yang ada dikepalaku. Membuatku semakin menangis keras kesakitan bahkan membuka mata lebar-lebar.

Menatap mata seseorang yang menjadi mimpi burukku disetiap malam. Menghantuiku sepanjang hari setiap ku menutup mata. Mata yang tidak pernah membiarkanku hidup tenang disisa hidupku. Dan kini... dia ada dihadapanku.

"Maafkan aku ayah... hiks maafkan Emily... Emily salah Ayah! Emily salah! Tolong jangan hukum Emily Ayah! Tolong jangan...! Emily takut ayah..." pintaku memelas pasrah dibawahnya. Mata hijau zamrudnya menghantuiku disetiap tidurku.

Bahkan membiarkanku memiliki mimpi indahpun dia tidak mengizinkannya dan malah semakin menghantuiku disetiap malamnya. Yang selalu membuatku tidak kuasa untuk melawan dan hanya pasrah dibawah kendali. Semakin pasrah hingga dia puas akan maha karyanya.

Racauan gadis itu membuat seseorang yang ada dihadapannya mematung membeku. Menatap sedih dan sakit gadis rapuh yang kini berada dibawahnya. Menahan sakit yang kini terasa dijantungnya. Rasa sakit yang teramat sangat hingga membuatnya sesak nafas. Seperti ditimpa beratus-ratus beban ke atas jantungnya.

Rintihan gadis ini. Isakkan gadis ini. bahkan air mata gadis ini yang tidak berhenti turun dari mata indah abunya, membuat hatiku sakit bahkan sesak. Merasakan sekujur tubuhku ngilu hanya melihat gadis ini pasrah dan menangis kencang disela isakkannya. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya beberapa menit lalu yang bahkan terisak saja dia tahan mati-matian.

Ku menundukkan wajahku padanya. Menempelkan dahiku dengannya mencoba menenangkan isak tangisnya yang semakin lama semakin menjerit kesakitan. Seperti sedang mengalami pedih yang teramat sangat dihatinya. Bahkan tubuhnya bergetar kuat sangat berbeda dengan yang sebelumnya meronta-ronta meminta dilepaskan. Dan ini benar-benar membuatku sakit.

"Maafkan Emily Ayah...hiks---Tolong jangan hukum Emily...Emily mohon ayah.. Emily mohon!" pintanya yang membuat jantungku semakin sakit melihatnya. Membuat perutku merasakan sakit yang membelit kuat hingga hampir saja ku menitihkan air mata. Bahkan secara tidak sadar aku menitihkan air mata. Sangat sakit dan pedih melihatnya memohon dan menangis keras seperti ini. Terasa sangat pedih dan... menyakitkan.

"Emily mohon Ayah... Emily mohon...". rintihnya yang menatap mataku dengan pedihnya. Membuatku semakin gila melihatnya yang tiba-tiba saja pasrah dibawah kendaliku.

"Please daddy... Please.. I'm begging you---" lirihnya kecil yang tiba-tiba saja kepalanya terkulai lemas begitu saja.

Wajahku mendongak melihatnya bahkan mataku membelalak terkejut menatapnya. Dan baru ku sadari satu hal. Wajahnya seputih dan sepucat kertas. Bibirnya membiru lebam seperti tidak ada aliran darah yang mengalir darisana. Pipinya seputih susu tidak lagi kemerahan seperti tadi. Bahkan air matanya berhenti mengalir karena matanya yang sudah tertutup rapat.

Ku menepuk pipinya beberapa kali seraya memanggil namanya. Mencoba membangunkannya dan meyakinkan bahwa ini hanyalah sebuah trik belakanya yang berharap dapat melepaskannya.

"H-Hei... Emily... Emily... Jawab aku" datarku yang dipenuhi kepanikan. Bahkan suaraku sedikit bergetar saat nafasnya hampir tidak terhembus dari hidungnya.

Mataku membelalak panik saat tidak ku rasakan respon apapun darinya. Memanggilnya beberapa kali yang mendapatkan respon yang sama seperti sebelumnya. Tidak ada. Diriku panic hingga tubuhku sedikit menyingkir dari atas tubuhnya. Bangkit dari atasnya lalu beralih ke sisi kanan tubuhnya lalu memangku memeluk kepalanya erat.

"HEI EMILY! BANGUN DAN JAWAB AKU SIALAN! BANGUN!!" panikku sambil beberapa kali ku menggoyang-goyangkan tubuhnya bahkan beberapa kali mencoba membuka kelopak matanya paksa berharap dia terbangun dan kembali menangis memohon seperti tadi. Tapi Nihil. Itulah jawaban yang sedark tadi ku dapatkan darinya. Bahkan tidak ada sedikit pergerakkkan apapun yang terlihat dari tubuhnya.

Tubuhku bangkit. Setengah berdiri sambil beberapa kali menyugarkan rambutku kesal. Rasa panic semakin menghantuiku hingga tanpa pikir panjang ku pukul keras kakinya yang sudah patah itu.

"BANGUN EMILY! BANGUN! ATAU AKU AKAN MEMOTONG KAKIMU INI EMILY! BANGUN! BANGUUUNNN!!!!" teriakku yang merasakan panik dan takut disaat yang bersamaan.

DUAKK! DUAKK! CRASS!! DUAKK! KRAAK! DUAKK!!!

Ku terus memukul kuat kakinya disetiap kata yang ku keluarkan dan semuanya sama. Berharap matanya kembali terbuka dan merintih kesakitan. Menangis dan merintih kesakitan seperti yang sebelumnya. Namun tetap tidak ada balasan apapun darinya. Bahkan semakin lama wajahnya semakin pucat seperti tak bernyawa.

Kakinya mendingin kaku yang bahkan tubuhku sendiri bergetar menatapnya. Hanya darah yang terus mengalir deras dari kepala dan kakinya yang kini membanjiri kasurku. Yang mengenai wajahku dan tanganku yang semakin membuatku bergetar ketakutan. Tidak! Tidak! Tidak!. Aku tidak akan kehilangannya lagi! Aku tidak ingin! Tidak akan!!.

Ku kembali mendekati wajahnya. Mencium seluruh wajahnya beberapa kali sambil menggumamkan mata maaf yang begitu banyak untuknya. Menitihkan air mata tanpa sadar yang kini sudah membanjiri pipiku.

Sakit. Panik. Takut. Mengerikan. Bingung. Itulah segala hal yang sedang ku rasakan saat ini. Memenuhi kepalaku yang membuatku tidak dapat berpikir jernih dihadapannya. Sangat takut kehilangannya sampai-sampai tubuhku bergetar hebat dengan sendirinya.

Tanpa pikir panjang, ku menarik kuat ikatan Cable Ties yang mengikat kuat kedua pergelangan tangannya. Mengangkatnya dan membawanya keluar darisana. Mengangkatnya dengan lembut takut dia kan merasakan sakit yang teramat sangat.

'Aku bodoh! Aku benar-benar bodoh! Bajingan gila! Shit!' batinku merutuk.

Ku menekan panik panggilan telpon yang ada diponselku. Menekan nomor satu yang menampilkan tangan kananku yang sejak dulu setia dan mengabdi padaku. Tidak membutuhkan waktu lama panggilan itu tersambung kepada pemilik nomor.

"Ya tuan ada ap-".

"CHARLIE PANGGILKAN DOKTER RANDALL SEKARANG JUGA ATAU AKU AKAN MEMBUNUHMU DALAM WAKTU 3 MENIT!!!".

••••••

PHEW! AKHIRNYA CHAP INI BERES JUGA YO! DIKEBUT DARI KEMAREN DITAMBAH MASIH BIMBANG BUAT MASUKIN ALUR YANG MANA😩😩.

MAAP YA CHAP INI AKU BUAT LEBUH PANJANG KARENA KALI MENURUTKU KALO CHAP INI DIPOTONG BAKALAN TANGGUNG BANGET SAMA NGGA ENAK DIBACA, JADINYA KEPANJANGAN DEH HEHEHE😁

MAAP BANGET KALO ADEGANNYA KURANG NGEFEEL KARENA AKU PENULIS PEMULA YANG BAHKAN NGGA IKUT KEPENULISAN APAPUN---(Makanya ikut ath thor... Jan rebahan mulu kerjaannya pengen jadi ahli tapi rebahan mulu! 😤😤) JADI KALO MENURUTKU KURANG BANGET FEEL-NYA! MAAPIN YAAAA😣🙏🏻

KALO ADA KEKURANGAN APAPUN BOLEH DIKOMEN YAAAA!

TAPI INGAT! PAKE BAHASA YANG SOPAN YAAHH BIAR KITA JUGA BELAJAR BUAT PENGGUNAAN SOSMED YANG BAIK DAN BENAR...

(Uthor bacooott~~😂😂)

HAI READERS! 👋📚📑📓📖📃

MAKASIH BUAT YANG UDAH STAY BACA CERITA GAJE AKU:/

WARNING! TYPO EVERYWHERE!🙊🙊

HAPPY READING FELLAS!😜

JANGAN LUPA VOMMENT SAMA PENCET LITTLE STAR YANG ADA DICOVER BUKU YAAAA😄😄😄😄😄

LOVE U😘😘😘