Chereads / aku, kamu, and sex / Chapter 9 - hangat

Chapter 9 - hangat

Hari berganti hari, Minggu pun berganti, hari ini Jelita menghabiskan waktunya dikamar sambil mengecek laporan yang dikirim oleh Rey. Semenjak dia keluar dari pesantren dia memegang sebuah perusahaan milik ibu Danil tanpa Danil ketahui, karena perusahaan itu tidak pernah dipegang sendiri oleh ibunya, melainkan pada asistennya.

Setelah seharian berkutat dikamar dan hanya ditemani oleh laptop dan berkas kantor, Jelita memutuskn untuk turun kebawah mengambil cemilan di dapur, kemudian duduk manis di sofa depan televisi, mencari-cari Chanel yang sesuai dengan seleranya, namun tak juga dapat, hingga tangannya berhenti menggerakkan remot ketika matanya melihat wajah Danil di dalam televisi, disana diberitakan bahwa Danil kepergok sedang berciuman dengan lawan jenis di sebuah hotel.

Jelita merogoh saku celana training nya mengambil ponsel dan menekan nomor telpon Rey.

"Assalamualaikum, Rey."

"..."

"Cepat cari tau apa yang terjadi pada Danil, barusan aku melihat berita.."

"..."

"Oh, kamu sudah tau..

"..."

"Baiklah, oke oke.. aku tunggu kabar dari mu."

"..."

"Assalmualaikum."

Tak berapa lama, Jelita mendengar deru mobil masuk dihalaman, Jelita berlari kecil untuk membukakan pintu. Danil keluar dari mobil ketika akan membuka pintu, ternyata pintunya terbuka dari dalam.

"Assalamualaikum." kata Danil.

"Waalaikumsalam." Jawab Jelita, sambil mengambil tangan kanannya untuk dicium.

"Danil.." Sapa Jelita. Danil berhenti.

"Sudah makan?" Tanya Jelita. Danil tak menjawab tapi malah berbalik menatap Jelita, kemudian memeluknya erat. Jelita jadi gugup.

"Mmm...Danil."

"Biarkan aku memelukmu sebentar saja."

"Aku antar ke kamar ya.." Kata Jelita setelah beberapa saat mereka saling berpelukan. Danil hanya mengangguk.

"Danil, kamu mandi dulu, sudah aku siapkan air hangat." Danil mengangguk.

"Jelita.."

"Iya .."

"Temani aku malam ini."

"HAh" Jelita kaget tapi segera dapat menetralkan ekspresinya.

"Iya, aku akan siap kan makan untuk mu, aku tunggu dibawah."

Danil mengangguk. kemudian masuk kedalam kamar mandi. Sedangkan Jelita pergi kedapur untuk menyiapkan makan malam untuk Danil.

Tak berapa lama, Danil sudah duduk dimeja makan, Jelita kemudian mengambilkan piring, menuangkan nasi dan lauknya untuk Danil.

Selesai makan malam Danil mengajak Jelita ke taman belakang, duduk digazebo, sambil membawa cemilan, mereka duduk menghadap kolam renang.

"Jelita." Jelita memperhatikan Danil. kemudian Danil melanjutkan kata-katanya.

"Maaf."

"Untuk?"

"Aku tidak menjadi suami yang baik."

"bukan tidak, mungkin belum." Jawab Jelita.

"Jelita, aku ingin mengatakan sesuatu padamu, mungkin setelah ini kau tidak akan memaafkan aku."

"Katakanlah, supaya kau tahu aku akan maafkanmu atau tidak." Danil tersenyum.

"Jelita, aku pernah akan membunuhmu."

"Oya, Kapan?" Jawab Jelita santai, seolah tak tahu apa-apa.

"waktu malam pernikahan kita." Danil menunduk.

"Aku sudah tau kalau itu." Jawab Jelita dengan tersenyum. Sedangkan Danil mengernyitkan kedua alisnya, mencoba memercayai apa yang barusan dia dengar. Jelita mengetahui tentang hal itu.

"Tapi mereka gagal kan? Allah menyelamatkanku."

"Jelita aku sungguh minta maaf."

"Lalu kenapa kau mengakuinya sekarang? rencana apa lagi yang akan kamu lakukan?"

"Jelita."

"Aku tahu, kamu mau menikah denganku karena permintaan ibumu, dan juga untuk menutupi kelainan seksual mu."

"Aku memang sudah menyusun rencana dengan Ronald untuk kembali menyingkirkanmu, tapi rencana itu tidak kami jalankan." Kata Danil

"Apa kamu mau tau kenapa aku berubah mencintai seorang laki-laki?" Lanjut Danil

"Kenapa?"

"Dulu, waktu aku SMP aku pernah menyukai seorang gadis yang masih duduk dibangku sekolah dasar, suatu hari aku menyatakan perasaanku padanya. dan dia menolak, suatu hari aku menculik gadis itu dan aku.." Danil menjeda kalimatnya.

"Dan apa?" tanya Jelita.

"Dan aku memperkosanya, kata ibu gadis itu mengalami trauma yang sangat dalam, bisnis keluarganya jadi hancur karena orang tuanya terlalu fokus pada anaknya." Jelita menahan sesak di dadanya.

"Lalu, apa kau tahu sekarang gadis itu ada dimana?"

"Aku tidak tau, aku terlalu pengecut untuk mengetahui kebenarannya. pada saat itu sungguh aku menyesal hingga saat ini, karena penyesalan itulah, aku tak mau menyakiti hati perempuan lagi, dan aku tidak ingin mencintai mereka. hingga aku bertemu dengan Ronald."

"Jika kau menemukan gadis itu apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan minta maaf padanya, apapun caranya."

"termasuk jika dia memintamu untuk menikahinya?"

"Aku sudah menikah dengan mu bagaimana aku bisa menikahi perempuan yang lain?"

"Tapi kau tidak mencintaiku."

"walaupun demikian." Jawab Danil, tanpa Danil ketahui sepasang mata disampingnya sudah berkaca-kaca. namun segera dia mendongak keatas supaya air matanya tak menetes.

"Apa Danil benar ingin bertemu gadis itu?"

"Iya, supaya hatiku tenang."

"Gadis itu ada di sampingmu sekrang." Jawab Jelita tanpa bisa menahan air matanya. Sedangkan Danil melongo tak percaya dengan apa yang dia dengar. Benarkah perempuan yang dia nikahi adalah gadis yang sudah ia sakiti? Benarkah? Lalu kenapa gadis itu masih mau menikah dengannya??

"Aku lah gadis itu, Danil." Danil merosot dari tempat yang ia duduki, dia berlutut memegang kaki Jelita. Sedangkan Jelita masih terisak dengan kedua tangannya menutupi wajahnya.

"Berarti kamu Aya, Jelita Sanjaya. Aya." Danil memanggil panggilan Jelita ketika masih kecil, sambil berpikir tentang nama panggilan itu.

"Maafkan aku Jelita..Maafkan aku.. pukul aku.. tendang aku.. kau boleh melakukan apa saja terhadapku, walaupun kau membunuhku, aku ikhlas, asalkan kau memaafkan ku."

"Mungkin jika kamu meminta maaf padaku dulu sebelum aku masuk pesantren, mungkin aku tidak akan memaafkanmu, tapi setelah dipesantren aku diajarkan untuk merelakan apa yang menjadi takdir kita entah itu baik atau buruk, hanya dengan cara itulah aku sembuh dari traumaku, karena aku percaya Allah pasti merencanakan segala sesuatu yang terjadi pada hambanya, daun yang jatuh diatas kakimupun itu rencana Allah. Dan rencana Allah tidak pernah buruk untuk hambanya. Dan karena itupula aku bisa memaafkanmu."

"Jelita.." kepala Danil tertunduk diatas pangkuan jelita, tubuhnya bergetar dia menangis hebat.

"Jika kau tahu aku yang memperkosamu, kenapa kau tidak marah padaku, kenapa justru kau mau menikah denganku."

"Karena aku juga ingin kau sembuh dari traumamu."

"Maksudmu?"

"Aku sudah mengetahui kau seorang gay jauh sebelum kita menikah, waktu itu ibumu datang ke pesantren untuk menemui ku, dan menceritakan kondisimu."

"Apa?? Jadi Ibu tau kalau aku gay?"

" Ya, di pernah melihatmu berhubungan dengan Ronald di apartemenmu."

"Ya Allah.. ibu.." Danil histeris.

"Aku tidak mau kau terus berada dalam kubangan rasa bersalah mu Danil, aku baik-baik saja, bisnis keluargaku pun sudah membaik, itu semua karena orang tuamu, mereka meminta maaf atas namamu, dan bersedia membantu keluargaku, termasuk membayar semua biaya pendidikanku."

"Sebenarnya orangtuaku sudah menolak, tapi orangtua mu memaksa, bahkan mereka mengancam akan membunuh mu, jika orang tuaku menolak bantuan dari orangtuamu."

"Jadi, orang tuamu sudah mengetahui siapa aku?" Jelita mengangguk

"Ya Allah..Astagfirullahaladzim"."

"Bertaubatlah, itu syarat untuk mendapat maaf dariku."

"Baiklah, aku akan bertaubat.. bantulah aku untuk berubah."

"Alhamdulilah, akhirnya aku mendengar kata-kata itu, aku pasti bantu kamu, padahal aku sudah menyusun rencana untuk membuatmu bertobat, tapi belum terlaksana, eh.. ternyata rencana Allah lebih indah."

"Kita mulai dari awal ya, kamu mau kan?" pinta Danil sambil mengangkat wajahnya menatap Jelita." Jelita mengangguk, sambil menyatukan kening mereka, dan saling memegang tangan dengan erat.