Keheninga menyelimuti rumah sakit mewah tempat dimana Ronald di rawat karena waktu untuk menjenguk pasien memang sudah habis, tapi itu tidaklah berlaku untuk Danil. Setelah selesai sholat Isya dan makan malam dengan Yogi, dia bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk Ronald.
Didalam ruang rawat yang mewah dengan segala fasilitasnya, Ronald menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, tangannya memegang smartphonnya, dan di pangkuannya teronggok laptop dan beberapa berkas yang harus dia tanda-tangani. Itulah sisi lain dari Seorang Ronald, seorang pekerja keras, pebisnis yang handal dan sangat disegani rekan bisnisnya, sama halnya dengan Danil.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, akhirnya kesini juga kau, aku kira kamu sudah tidak ingat padaku." Sejujurnya Ronald sangat merindukan Danil tapi apa ada di dalam ruangan itu tidak hanya ada mereka berdua, tapi ada Yogi dan Arga asisten Ronald. Mendengar nada sambutan dari Ronald, Danil tau bahwa pasangan gay nya ini sedang merajuk, namun Danil sudah berjanji pada Jelita, bahwa dia akan sembuh, dan hanya menjadi milik Jelita saja.
"Bagaimana kabarmu, sudah lebih baik?"
"Seperti yang kau lihat, aku tidak apa-apa."
Danil menarik kursi di yang ada di samping ranjang Ronald.
"Yah, kau memang sudah baik-baik saja nyatanya kamu sudah bisa bekerja."
"Apa kau kemari hanya ingin mengatakan itu?"
"Tentu saja, syukurlah kau sudah baikan, jadi tidak ada yng perlu aku khawatirkan lagi."
"Kalau begitu silahkan kamu pulang, kasian istrimu menunggu dirumah." Sungguh Ronald tidak benar-benar mengatakan itu, dia hanya ingin menguji Danil, dulu setiap kali Ronald sakit maka Danil akan dengan senang hati menjaganya sepanjang waktu, memanjakannya dan memeluknya sepanjang malam. Dan itu yang kini di harapkan oleh Ronald, dia tidak ingin kehilangan Danil. Namun kenyataannya sekarang adalah Danil menarik kursinya kebelakang dan bangkit dari tempat duduk, kemudian pamit untuk pulang.
"Kamu benar aku harus segera pulang, Jelita pasti sudah menungguku. Cepat sembuh dan ikuti saran dari dokter, oke."
Sungguh Ronald tidak mempercayai ini, dia sudah terbuang, terbuang, Danil sudah tidak mencintai dia lagi, Danil sudah tidak menginginkannya.
"Aku pulang dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jangan dipikir ini adalah suara Ronald, tentu saja bukan, itu adalah suara Arya yang menjawab salam dari Danil, karena Ronald memilih menatap laptop dihadapannya dari pada harus memandang kepergian Danil apalagi harus menjawab salamnya.
Yogi dan Arya tidaklah menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan bos mereka, Mereka mengira ketegangan yang terjadi diantara bos mereka adalah karena perbuatan Ronald pada istri Danil, dan tidak ada yang mengira bahwa Ronald sedang merasakan cemburu dan kehilangan yang luar biasa.
Danil keluar dari ruangan Ronald diikuti oleh Yogi.
"Kita langsung pulang,Tuan?"
"Ya."
"Maaf tuan, saya baru saja melihat tuan Rey masuk di mushola, apa anda ingin menyapanya terlebih dahulu?"
"Tidak, kita langsung pulang saja."
"Baiklah."
"Pada awalnya saya tidak percaya, jika istri anda adalah saudara sepersusuan dari tuan Reynald adiknya pak Ronald."
"Ya, sebenarnya aku juga sangat kaget dengan kenyataan itu, karena setahuku adik Ronald itu sudah meninggal waktu masih kecil."
"Tuan Rey sangat baik, dan juga sangat humoris, beda sekali dengan Pak Ronald."
Danil hanya tersenyum, mereka sudah sampai di pintu utama rumah sakit, dan mobil Danilpun sudah menunggu disana.
Yogi melajukan mobil dengan kecepatan sedang, suasana jalanan yang sudah tidak terlalu ramai membuat Yogi melajukan sedikit lebih cepat mobil bosnya. hingga tak lama mereka sudah sampai di kediaman Danil.
Tanpa diduga sebelumnya oleh Danil, ternyata Jelita sudah menunggunya di teras rumah sambil membaca buku di temani Mbok Rahmi.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Jelita mencium tangan Danil, dan Danil mencium kening Jelita, Mbok Rahmi mengambil tas kerja milik Danil dan membawanya ke ruang kerja Danil.
"Maaf Tuan, saya permisi pulang dulu."
"Kamu tidak menginap disini?"
"Tidak tuan, saya pulang ke apartemen saja, masih ada pekerjaan yang harus saya lakukan untuk miting besok."
"Kamu pulanglah ke apartemen, dan istirahatlah ini sudah malam, pekerjaan mu lanjutkan besok saja." Yogi tercengang mendengar perkataan Danil, memang sudah beberapa hari ini Yogi merasakan perubahan pada bos nya ini, menjadi religius, dan sekarang ditambah perhatian pada seorang Yogi yang biasanya selalu diganggu dengan pekerjaan yang tak mengenal waktu oleh Danil.
"Kenapa kamu diam, bawa saja mobilku, besok pagi biar Pak Sapto yang mengantar aku ke kantor, kamu tunggu saja aku dikantor."
"Baik Tuan, Permisi." Yogi berbalik tapi tiba-tiba berhenti melangkah ketika Danil menyindir dirinya dengan menjawab salam.
"Waalaikumsalam, Yogi."
"Maaf tuan, Assalamualaikum." Yogi nyengir dan mengaruk tengkuknya yang sebenarnya tidaklah gatal.
Danil dan Jelita tersenyum lebar setelah berhasil menjahili Yogi. Mungkin setelah Jelita, Yogi adalah sasaran empuk kejahilan Danil berikunya.
"Mas Danil sudah makan?"
"Sudah tadi bersama Yogi."
"O, kirain bareng Ronald."
"Kenapa kalau aku bareng Ronald? kamu cemburu?"
"Ih ga guna."
"Ga guna tapi kena bibir manis ini manyun." Kata Danil sambil mengetuk-ngetuk bibir Jelita menggunakan jarinya.
"Udah ih, masuk yuk.. diluar dingin."
"Ya sini Mas danil peluk biar anget."
"Ga mau ah, Mas Danil bau belum mandi." Jelita berjalan mendahului Danil yang sedang menutup pintu dan bergegas menyusul istrinya ke kamar.
"Mas Danil mandi gih, sudah aku siapin air hangat."
"Oke sayang, trimakasih ya, Mamas mandi dulu, biar bisa peluk kamu."
"Apaan sih Mas Danil, dah sana mandi." Jelita mendorong tubuh Danil sampai masuk kamar mandi.
Jelita menyiapkan piyama tidur milik Danil, dan meletakkan di atas ranjang. Kemudian dia melangkah ke balkon dan duduk di ayunan kayu, yang sengaja disediakan Danil untuknya.
TRING TRING
Ponsel Jelita berbunyi, terlihat dilayar ada pesan masuk dari Rey.
[Ronald ngamuk dirumah sakit]
[Ha, terus gimana Rey, kamu ga diapa-apain kan?]
[Aku baik-baik saja. Kata Arya tadi Danil menjenguk Ronald?]
[Iya, baru saja dia sampai rumah, apa ada sesuatu yang terjadi antara mereka sampai membuat Ronald marah]
[Kata Arya tidak terjadi apapun selama Danil disini, tapi aku rasa Ronald tidak menyukai sikap acuh Danil]
[Apa yang harus kita lakukan Rey? aku takut kalau Ronald akan melakukan yang buruk lagi]
[Aku akan mencoba menjadi sosok yang dekat dengan Ronald, tak akan aku biarkan dia mengalami ini sendirian, ini pasti sangat berat bagi Ronald, tapi biarlah, mungkin dengan cara seperti ini Ronald bisa cepat sadar dan mau ikut terapi seperti Danil.]
[Semoga saja Rey, Kau jaga Ronald saja, besok pagi aku akan mulai rutin ke kantor.]
[Baiklah, kamu hati-hati ya Jel.]
[ya kamu juga]
Danil mengecup pipi Jelita dari belakang, sontak membuat Jelita terjengkit kaget, lalu Danil mengitari ayunan kayu itu dan duduk disamping Jelita.
"Aku ramal sebentar lagi kamu bakal meluk aku."
Jelita tercengang mendengar kata-kata Danil yang mengikuti percakapan di sebuah film remaja.
"Apaan sih mas Danil, siapa juga yang mau peluk, pake acara sok-sokan lagi, ngikutin film segala."
"Jadi ga mau peluk nih, padahal udah wangi lho... nanti nyesel."
"Ih Mas Danil.."
"Ya udah kalau kamu ga mau peluk, biar aku aja yang peluk kamu."
Dan benar saja Danil langsung membawa Jelita ke dalam pelukannya.
"Jadi ada apa? Kenapa wajah kamu kelihatan serius banget tadi?"
"Tadi Mas Danil ngobrol apa aja sama Ronald?" Jelita mendongak untuk melihat ekspresi muka Danil.
"Ga ada yang penting, sebenarnya tadi aku ingin memutuskan hubunganku dengan Ronald tapi situasinya tidak memungkinkan untuk itu, jadi aku memilih pulang setelah melihat dia baik-baik saja."
"Kata Rey, Ronald ngamuk tadi selepas kamu pergi."
"Biarlah, Rey bukan tipe orang yang bisa marah terlalu lama, nanti juga akan baik lagi dengan sendirinya."
"Semoga Rey bisa mengikuti jejak Mas Danil untuk berubah dan bisa sembuh ya Mas."
"Amiin.... Kita tidur yuk udah malam."
"Ya."
Danil mengandeng tangan Jelita masuk ke dalam kamar, Danil meraih selimut yang ada disisi bawah ranjang dan memakainya bersama dengan Jelita yang meringkuk didalam pelukannya.