Chereads / Like i Need / Chapter 10 - Titik Awal

Chapter 10 - Titik Awal

Cellest menghembuskan nafas panjang, ia sudah mulai kesal dan kehabisan akal bagaimana membuat pria paling keras kepala ini menyetujui sarannya. sejak sadarkan diri dua hari yang lalu hari-hari mereka penuh dengan perdebatan.

Leon mengetahui jika Cellest sedang kecewa padanya karena menyembunyikan obat penenang itu, tetapi sarannya mengenai asisten pribadi sungguh tidak masuk akal. sesaat ia merasa seorang anak-anak yang memerlukan nanny untuk menemani selama ibu pergi.

Cellest menceritakan bahwa ia harus kembali ke Kanada dalam tiga hari kedepan, ia tidak ingin meninggalkan Leon, rasanya sangat tidak tenang. jika dilihat dari email yang dikirimkan ayahnya bahwa ini bukan sekedar masalah sederhana, hingga Cellest akan menghabiskan waktu lebih dari tiga minggu.

Leon memahami, selama ini Cellest sudah banyak berkorban untuknya. meninggalkan keluarga dan ikut tinggal bersama dengannya di Kota ini, Leon sangat menghargainya. ia tahu keluarga Cellest tidak begitu menyukainya, tetapi ia harus bisa meyakinkan bahwa apa yang mereka pikir tentangnya salah.

"Leon, aku tidak akan bisa tenang meninggalkan waktu selama itu sendiri" Cellest memulai pembicaraan lagi.

"Cellest, aku sudah bilang aku bukan anak kecil yang harus selalu diawasi" Leon sangat keras kepala.

Cellest berjalan mendekat, dan duduk di sisi ranjang. mengelus rahang Leon yang mulai ditumbuhi bulu-bulu halus. sudah cukup lama ia tidak bercukur. perlahan Cellest mengarahkan mata Leon untuk menatapnya.

"sayang, dengarkan aku… kepulangan ku akan sangat lama, tidak mudah meyakinkan mereka untuk bisa kembali secepat yang aku ingin." Cellest coba menjelaskan, Leon menatap wajah Cellest dalam, kata-kata Cellest terdengar seperti ucapan perpisahan untuknya.

"apakah kau harus benar-benar pergi lusa" Leon mulai terdengar merengek.

"sayangnya Iya...aku benar-benar tidak bisa menolak mereka" , "Oleh karena itu, aku mohon pertimbangkan permintaan ku. paling tidak aku bisa tenang"

"Tidak! aku tidak akan pernah mau! aku tidak mengizinkan orang asing mengikuti ku kemana-mana!!" Cellest kehabisan kesabaran. saat ia ingin bangun dari sisi kasur, Leon menarik pinggulnya hingga Cellest jatuh kedalam pelukannya.

Cellest menghindari tatapan intens Leon, Ia marah dan benar-benar sedang kesal. terlihat Leon tersenyum tipis melihat kekesalan Cellest. sepertinya ia harus mengalah kali ini, Leon mencium pipi Cellest lembut, Cellest masih membuang muka.

"kau harus menciumku setiap jam, sampai kau pergi. lalu aku akan pertimbangkan permintaan mu" bisik Leon di telinga Cellest, membuat hatinya sedikit lega bahwa ia punya kesempatan.

'Cup' Cellest memberikan kecupan ringan di pucuk bibir Leon. Leon tersenyum senang. dan menuntut untuk mendapat lebih tepat sebelum pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. terkejut, Leon melihat wanita itu lagi, Aster Moretz da Lizz apa yang mereka lakukan.

"emmh.. Maafkan kami tuan, kami terlalu terburu-buru membuka pintu. kami akan kembali lagi nanti" Jelas Lizz mulai berbalik dan berencana pergi bersama Aster, yang sudah sejak awal menolak untuk masuk.

"Tunggu, tidak apa-apa. kalian tidak perlu khawatir. Pria ini memang tidak pernah melihat sekita" Ucap Cellest meyakinkan untuk Lizz dan Aster tidak pergi.

"Kataka apa yang sangat penting sampai kalian harus datang kesini?" Ucap Leon selanjutnya.

Lizz kembali kembali tubuhnya dan berjalan mendekat ke kasur Leon sambil menjelaskan berkas-berkas yang harus ditandatangani. Cellest berjalan mendekati Aster yang sejak tadi hanya berdiri di sudut pintu. Cellest memintanya duduk di salah satu Sofa panjang di ruangan.

Aster benar-benar terjebak, ia masih belum bisa melupakan kejadian beberapa hari yang lalu. kini dia sudah harus mendapatkan tatapan tak menyenangkan itu lagi dari Leon. ingin rasanya langsung menghilang. dilain sisi Cellest seperti mendapatkan sebuah Ide.

"Aku sudah memutuskan Leon, kalau kau akan menggunakan Asisten untuk mendampingi juga mengawasimu selama jam kerja" Cellest berkata memecah kesunyian yang terjadi.

Leon tidak berkomentar, ia hanya menaikan sebelah alisnya dan rahang menegang. Cellest tahu ini adalah cara yang terbaik untuk membuat Leon setuju dengan pilihannya. saat ada orang lain Leon tentu tidak akan berani berargumen dengannya.

"Baiklah, karena kamu diam saja. artinya kamu setuju."

Cellest berjalan menuju pinggiran kasur dan mulai menyuapi Leon dengan sepotong apel. "Dan aku menunjuk Aster untuk mengisi posisi itu mulai besok" ucapan Cellest berhasil membuat Leon tersedak, tak percaya dengan apa yang dia dengar.

Aster dan Lizz menatap satu sama lain, meyakinkan apakah mereka tidak salah dengar. Cellest secara tiba-tiba menggenggam kedua tangan Aster, "kau mau melakukannya bukan Aster? Aku hanya percaya padamu"

Aster benar-benar tidak tahu harus berkomentar apa, Cellest menatapnya penuh harap sedangkan Leon menatap seakan ia ingin menguliti dirinya.

"Saya rasa Aster tidak akan keberatan nona David" Lizz mencoba mewakili Aster yang sebenarnya sangat tidak ingin diwakili. Cellest senang dan langsung memeluk Aster, sedangkan Aster hanya tersenyum pahit.

semua inisiatif Lizz beberapa waktu lalu, berhasil membuat Aster kini duduk diam sepanjang waktu di ruangan yang sama dengan Leon. sudah hari ketiga ia menjadi Asisten Pribadi Leon, tidak ada hal lain yang ia lakukan selain duduk diam membuang-buang waktu.

tidak ada tugas, tidak boleh menyentuh apapun, bahkan tidak boleh mendekati meja Leon. pekerjaan macam apa ini? Aster sudah mulai muak, dan kesal dibuatnya.

"Jika Kau bosan, Kau boleh pergi nona Moretz" Ucap Leon tiap kali Aster menguap, Aster langsung menutup mulutnya. menyebalkan sekali.

"Apakah anda membutuhkan sesuatu Tuan" Tanya Aster berinisiatif. "Tidak" jawab Leon singkat

"Apakah anda ingin makan siang diluar tuan, biar saya bantu siapkan?" , "Tidak"

"Apakah.." , "Tidak" Aster bahkan belum benar-benar berbicara Leon sudah menghentikanya. batas kesabaran Aster mulai habis.

"Tuan jika Anda tidak membutuhkan saya, saya mohon izin untuk menghubungi nona David menanyakan apakah yang harus saya benar-benar lakukan" Aster membuka ponsel hendak menghubungi Cellest. Leon merebut ponsel Aster dan membantingnya.

Aster yang terkejut, melihat ponselnya terlempar jauh tengah ruangan. "Tuan apa yang anda lakukan?"

Leon hanya memasukan kedua tangannya kedalam saku celana dan berkata "Jangan menjadi tukang adu. aku berniat untuk berbaik hati dengan membiarkanmu tidak melakukan apa-apa. tetapi kau sungguh tidak tahu diri."

Aster yang sudah habis kesabaran, melihat layar ponselnya pecah. foto dirinya dengan Joan sudah menjadi layar hitam. manusia singa gila ini benar-benar butuh pelajaran. Aster mengambil gelas kopi di meja, dan menuangkan cairan pahit itu keatas kepala Leon. entah karena terkejut, atau malu Leon tidak berkutik saat kopi mengalir dari rambut turun ke wajah dan membasahi sebagian jasnya.

wanita ini benar-benar mengumandangkan genderang perang dengannya. Leon terlalu menyepelekan wanita yang tingginya bahkan tidak sampai hidung. "Maaf tuan mungkin anda perlu belajar apa yang namanya berterima kasih dan tahu batasan"

Aster memungut ponselnya yang sudah tidak menyala lagi, untuk kemudian meninggalkan atasan gilanya itu sendiri. entah masalah apa yang akan menimpa dirinya besok. tapi paling tidak rasa kesalnya sudah tersalurkan dengan sangat baik. mari bersyukur untuk hal itu terlebih dahulu.

//

Pengunjung Club cukup ramai malam ini, Leon tengah memutar-mutar gelas dihadapannya. Entah kemana ia sedang berpikir kali ini, sudah hampir satu jam dia berada di posisi itu.

" Hey, gelas itu akan pecah jika kau terus melakukannya " Steve duduk di sisi kanan Leo.

Tak ada jawaban, Steve hanya menghela nafas dan memanggil bartender untuk membawakannya minuman.

"Cellest mengizinkan mu untuk ke bar sendirian?" Steve memastikan setiap sudut bar ia tidak mendapati Cellest. "Wow Sebuah kemajuan"

"Dia pulang ke Kanada." jawab Leon singkat

Steve terkejut dengan jawaban Leon, benar-benar Leon tidak seperti dirinya.

Leon seakan tenggelam dalam pikirannya sendiri, ia terus mencoba menghubungkan mengapa ia terus melihat wajah Aster di dalam pikirannya, dan seharusnya ia yang marah karena sudah basah dengan kopi. itu sebuah penghinaan untuknya.

"Aster Moretz" Gumamnya

"Siapa?" Steve mendengar Gumam Leo dengan sangat jelas.

"Seorang karyawan yang menumpahkan kopi keatas kepala ku. aku sudah gila dibuatnya, Jika bukan karena wanita itu dipekerjakan oleh Cellest aku sudah menendangn ya keluar dari perusahaan."

"apa maksudmu? Wanita menumpahkan kopi secara sengaja kepadamu ?" Steve mencoba mencerna, entah kenapa kepalanya tiba-tiba pusing dan rasanya ia belum mabuk. sampai ia akhirnya tertawa dengan cukup kencang. Temannya yang sangat angkuh ini baru saja di permalukan wanita.

"Waw, siapa wanita itu? kenalkan pada ku, sepertinya aku harus belajar keberanian darinya." Steve menepuk-nepuk pundak Leon sambil terus menahan tawa.

Leon yang merasa dipermainkan, mulai muak mendengarkan tawa temannya yang sudah mulai tak terkendali ini. ia memutuskan pergi dari bar, seorang wanita menabrak tubuhnya, kali ini bukan kopi, melainkan wine yang mendarat dengan sempurna di kaos putihnya.

Astaga, ada apa dengan hari ini. apakah Tuhan tengah memintanya untuk mandi. isi kepala Leon sudah tidak dapat dideskripsikan. Leon mencengkram bahu perempuan itu kencang. ia benar-benar sudah marah.

"Apa yang ada di dalam kepalamu?" ucap Leon setengah berteriak, tapi raut wajahnya berubah saat menyadari wanita itu adalah gadis yang beberapa waktu lalu berbicara dengannya di bar.

"Tolong aku, ku mohon" Ucap gadis asia itu, belum sempat menjawab gadis itu sudah kembali berbicara, "akan ku ganti baju mu yang kotor, tapi aku perlu bantuanmu. seseorang terus mengejarku. tolong hentikan dia"

Gadis itu terlihat gusar, tidak lama datang sekelompok laki-laki menghampiri mereka. gadis itu malah berlari berlindung di balik punggungnya.

"Jean, Aku masih perlu berbicara dengan mu! Ayo pergi" salah satu pria dengan kacamata menarik paksa tangan Gadis itu. pertengkaran pasangan ini, benar-benar mengganggu ketenangan Leon.

"Lepaskan tangannya, kau tidak dengar dia tidak mau" Leon menahan tangan lain gadis itu.

Pria berkaca mata itu menatap Leon dengan tatapan tidak senang. "Jangan Ikut campur, Ayo Jean" pria itu memperingatkan. Jean menepis lengan itu dan kembali bersembunyi dibalik tubuh Leon.

"Kau lihat, sebaiknya kau pergi. jangan ganggu dia" Leon mencoba memperjelas keadaan.

"Siapa kau? kau terlalu ikut campur!!" Sebuah tinju mendarat di wajah Leon. sedikit darah keluar dari sudut bibirnya. Jean terkejut menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Steve sedikit terlambat menyadari, bahwa wajah berharga sahabatnya dihatam kepalan tangan seorang pria asing "Kau tidak apa-apa?"

Alih-alih merasa sakit, Leon malah tersenyum. sepertinya amarah terpendamnya akan tersalurkan dengan baik malam ini. tanpa pikir panjang, Leon mengayunkan kakinya menendang perut pria yang baru saja melukai wajahnya.

Perkelahian pun tidak dapat dihindarkan. Leon menghajar pria -pria itu tanpa kesulitan. Steve yang menyadari ada Jean disana, hanya memastikan wanita itu tidak terkena pukulan membawanya sedikit menjauh dari arena pertarungan.

suasana bar menjadi riuh. tidak hanya pukulan dan tendangan, beberapa teman pria itu memecahkan botol dan berusaha menyerang Leon secara bersamaan. "Awas!" , "Leon!" teriak Steve dan Jean bersamaan. tepat waktu Leon berhasil menghindar.

tidak butuh waktu lama, Leon berhasil melumpuhkan ke-empat pria itu. Tak lama setelah pria-pria itu terkapar, beberapa penjaga keamanan datang dan Steve membantu menjelaskan. akhirnya mereka diseret keluar bar. Jean menghampiri Leon memberikan tissue dan minum. ia coba membantu membersihkan luka di sudut bibir Leon.

"Kau tidak apa-apa? Maafkan kau jadi terluka karena ku"

"Tidak, aku malah berterima kasih. berkat kau, rasa kesalku berkurang jauh." Ucap Leon mengambil tisu di tangan Jean. Steve datang menghampiri, memandang ke sekeliling dan terlihat sangat kacau.

"Mereka ingin kau membuat laporan di Polisi, dan sepertinya kau juga harus ikut Leon" ucap Steve pada Jean dan Leon bergantian.

"Baiklah, aku akan mengurusnya sendiri, kalian tidak perlu ikut." Leon dan Steve mengerutkan kening tidak mengerti maksud wanita ini. "Ayah ku akan datang nanti. tidak perlu khawatir." Jelasnya.

"Sebaiknya kamu antar dia pulang, dia terlihat butuh diobati" Jelas Jean kembali, sembari memberikan kartu namanya. Jean Deng Jo, General Manager Hotel Pit Hils. ternyata ia bukan wanita biasa.

"Hubungi aku, aku akan ganti semua biaya laundry dan pengobatan mu. sekali lagi aku benar-benar berterima kasih." telepon genggamnya berdering, "Baik ayah... , ayah ku sudah didepan, sampai jumpa lagi" Ucapnya terakhir sebelum pergi menuju pintu keluar.

Steve melihat keadaan Leon "kita perlu mengobati lukamu… Kenapa kau tersenyum? Bro, kau terlihat menakutkan", Leon tidak menghiraukan ucapan Steve, ia mendapatkan sebuah Ide. besok akan menjadi awal hari yang menyenangkan untuknya selama beberapa minggu kedepan.