"Lo gak keberatan temenan sama orang kayak gue?"
"Kenapa harus keberatan?" tanya Larisa, tak paham.
"Lo lihat kan keadaan ekonomi gue beda sama lo. Gue juga cuma anak beasiswa. Intinya gue gak sederajat sama lo. Serius lo tetep mau temenan sama gue?"
Arvan tersentak ketika Larisa tiba-tiba memegang kedua tangannya, menangkupnya erat.
"Gue tulus pengen temenan sama lo, Van. Gue pernah ngerasain gimana rasanya kesepian tanpa temen, dan gue gak mau lo kayak gitu. Gue gak peduli siapa lo, gimana kondisi ekonomi keluarga lo apalagi soal lo yang cuma anak beasiswa. Gue gak peduli itu semua karena gue tulus pengen temenan sama lo."
Mereka saling berpandangan sejenak seolah tengah menyelami iris masing-masing, hingga senyuman tipis terulas di bibir Arvan. "Thanks ya, Laris manis," sahutnya.
"Isssshhh ... dibilangin nama gue, Larisa. Bukan Laris manis."
"Biarin, anggap aja itu nama panggilan dari gue."
Larisa hanya memutar bola mata, malas.