Busan, korsel
Sebuah rumah sedang terselenggara debat yang panas. Bahkan suasana debat lebih panas daripada debat capres. "Mara enggak mau,"ucap seorang gadis bersurai hitam legam, kulit putih, badan ramping ditambah dengan mata bulat, bibir pink dan hidung yang tidak terlalu mancung menambah kesan imut. Auristela Allisya Lesham Shaenette. Itulah namanya. Gadis yang akrab di sapa Mara itu merupakan keturunan korea-indo. Emang enggak nyambung nama ama panggilannya😅.
"Tapi kita harus pergi, sayang,"ucap wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda lembut. Dia Moon sook. Wanita Korea sekaligus ibunya Mara. Dengan mata sedikit sipit, bulu mata yang lentik, dan wajah yang bisa di bilang cantik mampu membuat seorang Galen bertekuk lutut di hadapannya.
"Kalau enggak mau pergi tinggal saja," ucap pria paruh baya ketus nan ogah ogahan. Dia seorang Galen Ray Surendra. Seorang pengusaha sukses yang banyak di taksir kaum wanita kecuali ya anaknya. Wajah yang bisa di bilang cantik. Bahkan kecantikannya mampu mengalahkan para wanita di dunia. Tapi kalau udah serius baru keliatan tampannya😅.
"Enggak boleh gitu dong," kata Sook masih berusaha membuat sang anak mengikuti keputusannya. Dia kan hakim di rumah ini😑. "Ya udah pergi aja," kata Mara ikutan ketus. Emang mirip ni titisan setan. "Oke, kau tinggal disini dan jangan telepon kita kalau ada apa apa," kata Galen sudah memberikan tatapan tajam kombinasi lipatan tangan di depan dada.
"Siapa takut". Sekarang Mara sudah menatap mata ayahnya. " Sudah. Sudah. Enggak boleh gitu ama anak sendiri". Ucapan Sook membuat Galen meringis dan Mara senanf karena di bela. "Mara juga. Kita disana enggak bakal lama kok,"lanjut Sook yang langsung melunturkan senyuman Mara. "Nanti Mara enggak punya temen di sana. Lagipula sekolah gimana?" ucap Mara masih berusaha membuat kedua orang tuannya tersudut.
"Ya pindahlah. Apa susahnya sih?". ""Enak di anda dan tidak enak di saya". Ucapan Mara menunjukan bahwa dia sudah marah plus jengah plus muak. "Sudah di putuskan kita pergi. Fiks no debat". Galen sudah tersenyum kesenangan sedangkan Mara sudah pergi ke kamar menahan kekesalannya.
~Cermin~
Seorang pria dengan setelan santainya masuk kedalam mansion yang bikin author pengen beli. Ia baru pulang dari kuliah membosankan itu. Mansion dalam keadaan sepi sudah biasa. Karena kedua orang tuannya sibuk bekerja. Kalau pulang pun hanya marah marah. Memecahkan vas contohnya. Sedangkan Axel, sang adik lucknut itu masih sibuk kencan dengan para pacarnya. Axel itu emang playboy cap badak. Yang ada badaknya.
Aldrich Kenzie Alharon namanya. Pria dengan sejuta pesona yang mampu membuat singa bertekuk lutut. Mereka tidak tahu saja seorang Aldrich lebih misterius dari pada segitiga bermuda. Jika sudah masuk jangan harap bisa keluar dengan selamat.
Drrt...Drrt...
"Halo"
"...."
"Memang kenapa?"
"...."
"Cuma itu saja kan?"
"....."
"Baiklah"
Setelah memutuskan panggilan, ia melanjutkan berjalan dan masuk kamar. Ia lenggangkan kaki menuju balkon menikmati embusan angin malam. Ketahuilah bahwa yang menelepon tadi adalah ayahnya. Orang tuanya hanya menelepon kalau ada maunya saja. Contohnya sekarang dia diminta memeriksa sekolah SMA minggu depan.
~Cermin~
Jakarta,Indonesia
Tidak terasa sudah dua hati Mara di Indonesia. pagi ini ia sudah cantik untuk berangkat sekolah di hati pertamanya. Padahal ia mau enggak mandi karena enggak niat. Tapi apalah daya jika kanjeng ratu sudah menurunkan titiah. 'Ini hari pertama jadi harus rapi, cantik, dan mempesona. Barangkali ada cowok yang kesemsem'-Moon Sook di pagi hari. Pagi pagi buta udah ngomongin cowok. Hilang sudah mood nya. Ia hanya duduk menunggu makanan yang sedang disiapkan kanjeng ratu.
"Awh," ringis Sook membuat Galen yang sedang membaca koran langsung melempar koran tersebut ke wajah anaknya. "Apa yang terjadi?"tanya Galen sambil membawa duduk Sook yang sudah memegangi lengannya. Ya, tadi si Sook tersiram kuah sop yang mendidih.
Mara pov
Apa ini? Saat kulihat wajah mama tanganku langsung gemetar. Kebetulan kami duduk berhadapan jadi aku bisa jelas melihatnya. Lenganku tiba tiba terasa terbakar. Panas. Aku berusaha menyembunyikan lengan tanganku di bawah meja. Mereka tidak boleh tahu kalau aku punya kelainan. Kucoba menormalkan ekspresi wajahku agar tidak ada yang curiga.
"Kau kenapa diam saja?". Aku yang sedang fokus dengan diriku sendiri terkejut saat mendengar ayah berbicara kepadaku.
"Ah itu.... Itu....Aku sedang memikirkan bagaimana sekolahku nanti". Untung dapet alasan kalau tidak kan bahaya. Tapi sepertinya ayah belum puas . Buktinya sekarang dia menatapku curiga. "Baiklah". Satu kata yang membuatku bisa bernapas lega. "Ayo kita makan". Ucapan mama membawa dampak baik ternyata. Akhirnya kami makan dengan khitdmat.
Mara pov end
~Cermin~
Aldrich turun dari mobil sport dan langsung di sambut teriakan histeris kaum hawa. Heran🤔 Apa jangan jangan pada kerasukan ya🤔 Author enggak pernah deh sampai teriak teriak perasaan🤔Oke lanjut. Tapi Aldrich tak menghiraukannya. Dilirik aja udah beruntung. Ia langsung berjalan menuju ruang Kepala sekolah. Mari kita lihat Tomy, asistennya pak bos. Tomy udah kedip kedip kaya lampu di makam. "Hai,cantik," sapa Tomy kepada cewek cewek si koridor. Semua cewek jejeritan kaya abis liat mba Kun. Tahukan yang rambutnya panjang itu.
~Cermin~
Mara berjalan ogah ogahan melewati gerbang sekolah. Bahkan sesekali ia menghentak hentakan kakinya sambil mengerucutkan bibirnya tanda kesal. Semua mahluk yang ada disana termasuk jin tomang melihat kearahnya. Bahkan sampai ada yang nabrak tembok gara gara meleng.
Emes banget sih
Fiks bini gue
Cantik, mau dong jadi pacar abang
Jadi adek gue aja nanti gue beliin lolipop deh
Pengen gigit tu pipi
Seperti itulah bisik bisikan para jin nan syaiton si sepanjang koridor. Mara tidak peduli dengan itu semua. Sekarang dia sedang sibuk mencari ruang kepsek yang ngumpet entah kemana. Akhirnya Mara memutuskan untuk bertanya. Ia pun mendekati seorang gadis yang sedang fokus membaca novelnya sambil cekikikan kaya orang gila. Ngaku siapa yang begini👈.
"Permisi,kak," kata Mara membuka suara dengan hati hati. Gadis yang di ajak bicara pun mengalihkan atensinya. " Ruang kepsek di mana ya?". Sebenarnya Mara malu banget. Bahkan sekarang dia ingin sekali loncat dari tebing. "Lo jalan lurus lalu belok kanan, jalan terus, naik tangga sampai lantai 4, terus cari ruangan dengan tulisan kepsek. Paham?". Mara berpikir sejenak. Loading gengs. Untung sialnya kenceng.
"Paham. Terimakasih,kak," ucap Mara lalu membukukan badan 90°. Setelah itu batu dia pergi. ""Gila. Emaknya ngidam apa pas hamil?" gumam gadis itu. Sedangkan, Mara sudah menyusuri dan berjalan mengikuti apa yang di anjurkan. ""Fighting, Mara. You can it!" gumam Mara saat di depan ratusan anak tangga.
~Cermin~
"Sudah selesaikan?" tanya Aldrich yang duduk di sofa sembari membuka ponsel tanpa minat. " Sabar,bos. Inikan baru di kerjakan,"balas Tomy mencatat semua yang dikatakan kepsek tanpa tertinggal satu pun. "Lelet". Ucapan Aldrich mampu membuat Tomy tersinggung. Bagaimana tidak. Baru 5 menit mereka sampai. Itu belum terhitung buat naik tangganya. Padahal kan ada lift. Tapi katanya sekali kali olahraga. Lah terus sekarang dia yang di salahkan. Salahkan saja yang insinyur yang merancang bangunan tangganya. Kalu terjadi kebakaran pasti sudah hangus terbakar penghuni gedungnya.
TOK..TOK..TOK
Kepsek yang sedang mengoceh panjang lebar kali tinggi itu pun seketika berhenti. " Masuk," ucap kepsek memberi perintah. "Siapa lagi yang mengganggu?" tanya Aldrich sudah kesal. 5 menit baginya bagai 5 abad you know. Pintu terbuka dan menampakan seorang gadis dengan seragam SMA, dan surai di gerai. Saat sudah di depan kepsek,ia langsung membungkukkan badan 90° sekilas. "Kau Auristela?"tanya kepsek di balas anggukan Mara.
"Kau masuk kelas IPA 1. Selamat belajar". "Terimakasih,pak". Sebelum pergi, ia membukukan badan sekilas. Aldrich terus memandang punggung gadis itu hingga menghilang. " Siapa namanya?". Pertanyaan Aldrich sukses membuat Tomy menoleh. "Saya Tomy, tuan". Berhasil membuat siapapun yang mendengarnya jengkel. Kebodohannyabegitu murni. Langsung di ambil dari pegunungan. " Dia, Tomy" ucap Aldrich menahan amarah yang tiba tiba muncul. "Auristel," balas kepsek cepat. Kalau tidak bisa habis 1 sekolah. " Cepat kerjakan tugasmu!". Bentakan Aldrich mengejutkan Tomy yang sedang melongo.Entah kemana pikirannya sekarang.
~Cermin~
Mara yang sudah di dekat tangga langsung menepuk jidatnya. "Kenapa tadi enggak tanya kelasnya di lantai berapa. Wah,Kau benar benar bodoj,Mara". Ia ingin masuk kembali tapi malu. Enggak masuk bingung. Ada yang mau ngasih rekomendasi? Silakan vote😎. To the point. Sekarang Mara lagi bimbang plus delima. Eh, dilema. "Ah, bodolah". Lalu ia melangkahkan kaki menuruni tangga.
~Cermin~
Kringgg....
Bel berbunyi membuat semua murid bersorak. Karena ia datang bagai malaikat penyelamat dengan menyelamatkan mereka dari kekejaman dinasti rumus yang di pimpin langsung oleh kaisar angka.
""Kantin, yok," ucap gadis dengan ponytail yang sudah berdiri menunggu kedua sahabatnya. Namanya Alice Bailey. Gadis dari keluarga Bailey ini memiliki sifat di suka pura pura serius. Wajah khas eropa membuatnya sering di sebut anak pungut oleh teman temannya.
"Yeah! Makan! Makan! Makan!Makan!" teriak Astrid kaya lagi demo. Lebih tepatnya Astrid Davies. Dengan wajah menyebalkan, dia menjalani hidupnya. Bau bau wajah bodoh gitu. Badan yang tinggi, langsing membuatnya mirip dengan tiang listrik. Orang yang kalau sudah marah bisa menyebabkan kiamat dadakan. Kaya tahu bulat ya dadakan😄.
Mara langsung merangkul mereka berdua. Akhirnya mereka pergi ke kantin dengan selamat 86.
Saat sampai di kantin, mereka langsung duduk. " Kalian pesan apa?" tanya Alice. "Nasi goreng 1, Bakso 1, Batagor 1, siomay, jus alpukat 1" . Bukan Mara yang menjawab tapi Astrid. Emang kalau dia sekali makan kayak udah 5 abad aja kagak makan. " Etdah, Astrid udah enggak makan berapa lama?" tanya Mara dengan muka bingung menjerumus cute.
"Sudah 6 tahun belum makan,"jawab enteng Alice. "Sejak 12.12 ane belum makan". " Kau mau apa Mara?". "Samain aja ama Alice," mendapat balasan anggukan dari Alice. Setelah Alice pergi, kedua insan tuhan itu sibuk dengan kegiatannya masing masing. Hingga tiba tiba panggilan alam datang. "Astrid, Mara ke toilet dulu". Astrid hanya mengangguk. Si Astrid mah enggak peduli. Sekarang yang dia inginkan hanyalah makan. Ibarat ada gunung meletus, Astrid enggak akan beranjak dari tempat duduk. Prinsip hidupnya ' Lebih baik mati makan daripada hidup tak makan'. Kaya prinsipnya papa zola ya.
TBC