Mara sedang berlari sambil menggerutu. Kenapa toilet begitu jauh? Bisa mati muda kalau kayak gini. "Haiy, siapa yang mendesain sekolah ini? Bisa tambah kurus lama lama". Mara sangat kesal hingga saat sampai dibelokkan
Brukk
"Aish, apa lagu lagi yang Mara tabrak". Setelah sadar yang ditabrak adalah orang, Mara langsung berdiri. "Maaf, kak. Mara enggak sengaja," ucap Mara lirih bahkan sangat lirih. Belum sempat menjawab, Mara sudah ngacir.
" Sungguh tidak sopan". Tomy langsung angkat suara sembari geleng geleng kepala. "Kau memang benar," ucap Aldrich menatap punggung Mara yang sudah jauh. " Pertama kalinya bos sependapat denganku". Lalu Tomy mengejar Aldrich yang sudah tidak terlihat. Memang cepet kalau urusan ngilang.
~Cermin~
"Saat ini. Saat yang ku tunggu. Waktunya kita pulang terus makan sampai kenyang," kata Astrid bernada. Mereka bertiga sudah di lorong dengan tas di pundak. Alice langsung membungkam mulut Astrid dengan tangannya karena menari perhatian. Soalnya baru saja bel berbunyi. Jadi, masih banyak orang berlalu lalang. Walau tidak keras tapi bisa di dengar dari monas.
"Diem lo! bikin malu aja," bisik Alice seraya meringis saat beberapa siswa menatapnya. Dengan kesal Astrid melepaskan bungkaman Alice. ""Tanganmu mambu terasi". Sekarang Astrid sudah menutup hidungnya. "Emang iya?". Giliran Mara yang bertanya lalu dengan cepat ia menarik tangan Alice dan mengendusnya. "Iya, deng," lanjut Mara menutup hidungnya. Tak terasa mereka sudah di sampai di depan gerbang. "Sungguh terlalu sekale anda," kata Alice melangkahkan kaki menuju mobil jemputan.
"Gue duluan ya, beb," ucap Astrid di balas anggukan Mara. Setelah sahabatnya minggat, Mara menuju mobil merah yang terpakir rapi. Sekilas info, Mara udah bawa mobil sendiri soalnya si Galen males menjemput katanya. Sedangkan Sook kagak bisa menyetir. Jadi, dengan alibi yang kuat Mara boleh bawa mobil.
"Kau sudah lama menungguku, Rose?" gumamnya saat sudah duduk manis di kursi kemudi. Lalu Mara melajukan mobil tersebut dengan kecepatan sedang. Kata Galen 'enggak boleh kebut kebutan, itu jalan bukan sirkuit balap. Ya kalau mati sendiri, kalau ngajak ngajak kan berabe'. Berhubung Mara anak baik jadi nurut.
Saat melewati perempatan, lampu lalu lintas merah. Mobil itu pun berhenti. Tanpa di ketahui, mobil dari arah belakang sedang melaju dengan kecepatan kencang hingga...
Brakkk
Mobil itu langsung berhenti saat sudah menabrak mobil Mara. Mara keluar dari mobil dengan perasaan kesal. Ia melihat bagian belakang mobilnya sudah sedikit penyok. "Rose...hiks...hiks...hiks...," seraya berjongkok. Lalu ia baru sadar kalau ada dendam yang harus dibalaskan. Mara menghapus kasar air matanya. "Mara akan membalas dendam Rose". Lalu ia bangkit dari jongkok.
~Cermin~
Aldrich pov on
Aku dengan 2 ajudan gue sedang dalam mobil yang melaju kencang, membelah jalan jakarta. Sialnya suasana jalan ramai pakai banget. "Mobil udah bagus tapi kok jalannya tetep lelet?". Aku masih tetep mantengin berkas berkas di tanganku. "Namanya juga jalan umum. Kalau mau cepet bikin aja Fly over pribadi". Berdebat dengan Tomy adalah salah satu hal yang paling aku benci di dunia ini.
"Ide bagus. Tahun depan gue bikin". Saat sampai di perempatan lampu lalu lintas merah. Entah kutukan dari mana. Karena kecepatan tinggi, mobil yang aku naiki telat berhenti dan....
Brakkk
"Kita nabrak lagi, bos," ucap Andre, sopirku. "Terus? Udahlah, dikasih uang aja cukup". Menyelesaikan masalah tanpa pake lama.
Aldrich pov end
Brakkk
Mara yang marah besar langsung saja memukul bagian depan mobil tersangka. Udah mirip begal belum?๐ "Keluar lo!!" bentak atau lebih tepatnya teriakan Mara sudah mengacungkan jati telunjuk tanda perintah. "Kaya kenal?" gumam Aldrich masih berpikir. "Gimana nih,tuan?" tanya Andre ketakutan.Pasalnya Mara kalau udah marah itu seremnya ngalahin mak Lampir.
"Terus urusan saya?" . Mau tidak mau Andre keluar setelah diberi semangat Tomy. Andre berjalan dengan langkah bergetar menuju Mara yang sekarang membelakanginya. Mara yang masih fokus menggerutu tidak sadar kalau sang sopir dari mobil tersangka sudah keluar.
"Ada apa, nona?" tanya Andre setelah tepat di belakang Mara. Mara langsung menoleh dengan tatapan sengit. " Kau masih bertanya? lo pura pura bego atau tolol sih!". "Untuk hal tadi saya mohon maaf,nona. Tapi bisakah di selesaikan sampai disini. Tuan saya tidak punya banyak waktu". "Lo kira gue punya banyak waktu hah? Mana bos lo? sini suruh turun ngadepin gue," ucap Mara dengan nada rendahnya. Itu menandakan kemarahannya sudah mencapai ubun ubun.
Sedangkan Aldrich yang sudah tidak sabaran menunggu di dalam pun terpaksa turun. "Saya mohon,nona. Kalau sampai tuan turun nona bisa dalam bahaya," ucap Andre masih berusaha menyakinkan Mara. Tapi namanya juga keras kepala ya gitulah. "Hey, nona. Kau butuh ganti rugikan? Terima ini!" ucap Aldrich mengeluarkan amplop berisi uang lalu menyerahkannya ke tangan Mara secara langsung.
Aldrich dengan cepat membalikkan badan bersiap untuk kembali ke dalam mobil sebelum sebuah tangan menariknya dengan brutal. "Kau kira aku butuh uang dari orang arogan sepertimu?๐ค Tidak!! Sekarang minta maaf atau___". Ucapan Mara terpotong Aldrich. Kaya kue aja di potong potong. " Atau apa? Kau tidak tahu siapa aku? Aku bisa saja melenyapkanmu karena sudah berani mengganggu perjalananku," ucap Aldrich berbisik.
"Oh, aku takut sekali๐. Cepatlah tuan minta maaf saja. Waktuku tidak banyak". Dengan santainya Mara melihat jam tangannya. "Never". Mendengar balasan yang diterimanya, Mara semakin gusar. "Apa susahnya tinggal minta maaf doang?๐ก". Bolehkah Mara membakar hidup hidup orang arogan di depannya. "Susah untuku, nona. Sekarang menyingkirlah,"ucap Aldrich lalu pergi dari tkp. Mara yang melihat itu hanya bisa marah marah sendiri. "Apa dosa yang kulakukan di masa lalu hingga bertemu dengan pria aneh bin arogan itu?". Tanpa pikir panjang Mara masuk ke mobilnya dan ikut pergi. Soalnya malu juga disana lama lama. Sudah banyak orang yang nonton tadi.
~Cermin~
Mara berjalan menuju kamarnya dengan kesal. Bahkan sesekali ia menghentak hentakan kakinya. "Eh, dasar orang nyebelin!๐ก ku kutuk kau jadi dugong!!๐ก"teriak Mara yang sudah kesal tingkat dewa. Untung orang tuanya tidak ada dirumah. Mungkin sekarang para maid sudah menatap ke kamarnya heran. Kamarnya kan tidak kedap udara. Mati dongya? maksudnya kedap suara. Soalnya kalau ada kebakaran atau malingkan bahaya. "Daripada kesel mending tidur," ucap Mara merebahkan diri. Hanya hitungan detik, Mara sudah molor sampai jerman.
~Cermin~
Aldrich mendengus kesal lantaran Tomy sedang melaporkan bahwa ada penyusup di mansionnya ini. Berkas yang menumpuk di ruangannya saja masih bamyak. Bahkan untuk masuk keruangannya harus pandai berenang dan menyelam. Didalam ruang kerja pribadinya ini berkas sudah berserakan di mana mana. Lebih mirip gudang daripada ruang kerja sih. Tapi anehnya tidak ada kecoa yang menjajah.
"Bisa jelaskan orangnya? Masalahnya dari tadi Tomy bicara bertele tele, ngalor ngidul, kagak jelas lagi. "Itu problemnya. Tidak ada keterangan nama bahkan keringatnya pun tidak. Hanya ada keterangan kalau ada seseorang bermuka dua". Seketika itu juga Aldrich menatap Tomy curiga. "Jangan jangan kau lagi orangnya, Tomy". Pernyataan yang keluar begitu saja dari mulut Aldrich sukses membuat Tomy gugup.
"Ya masa iya? Sama saja loncat dari tebing kalau gitu," jawab Tomy cengengesan. "Barangkali aja," ucap Aldrich mengangkat bahu acuh lalu beranjak pergi ke kamarnya. "Itu manusia apa vampir?"tanya Tomy heran.