***
Berguling, berbalik ke kiri kanan. Dzefa tak bisa tidur nyenyak. Akhirnya dia memutuskan untuk turun memeriksa isterinya.
"Aku baibaik saja!"
Langkah Dzefa terhenti mendengar suara Zara berbicara di telepon.
"Ini sudah larut. Sebaiknya kau tidur juga! Aku baikbaik saja. Suamiku memperlakukanku dengan baik. Dia tak mengizinkanku pergi karena aku masih sakit. Nanti setelah aku sembuh aku akan meminta izinnya untuk menemuimu okay? Aku benarbenar tak menyembunyikan apapun darimu, Beb. Goodnight. Assalaamu'alaikum!"
Zara menutup telepon. Saat menoleh dia terkejut melihat Dzefa di belakangnya.
"Su ... suami? Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Zara.
Dzefa tak menjawab hanya menatap Zara dengan tatapan aneh.
"Barusan yang menelepon itu temanku. Dia khawatir karena ...."
"Aku tak mau tahu!" ucap Dzefa lalu pergi ke dapur untuk mengambil minum. Mendadak haus mendengar ucapan Zara pada orang di telepon tadi.
"Suami!" Zara bangkit mengejar Dzefa ke dapur. "Boleh aku mengundangnya ke rumah besok? Kalau tak boleh masuk ke rumah. Aku dan dia bisa ngobrol di gazebo depan saja nanti. Boleh ya?"
Saat Dzefa meliriknya, Zara sudah mengedipngedipkan mata. Berharap Dzefa luluh.
"Shima itu sahabatku satusatunya. Dia benarbenar mengkhawatirkanku. Ini liat berapa pesan yang dia kirim sejak aku kecelakaan?" Zara menyodorkan ponselnya pada Dzefa tapi suaminya itu hanya memandang sekilas tanpa mengambil. "Sebelumnya aku putus hubungan dengan Shima. Aku ingin minta maaf padanya dan memperbaiki hubungan kami. Izinkan aku menemuinya. Please!"
"Shima?" gumam Dzefa seperti tak asing dengan nama itu. Ya sepertinya Zara memang dulu punya sahabat bernama Shima. Tapi sudah lama sekali Dzefa tak mendengar tentang orang itu.
"Dia teman sekolahku dulu. Boleh ya?"
"Suruh dia ke rumah saja besok. Jangan keluar!" ucap Dzefa akhirnya.
Zara sudah tersenyum senang. Rasa kesalnya pada Dzefa mendadak hilang.
"Arrgghhh suami. Aku menyayangimu!" ucap Zara lalu memeluk Dzefa. "Kalau begitu aku ke kamar dulu. Selamat malam!" Zara melepaskan pelukan dan hendak pergi.
"Tunggu!"
"Iya?" Zara berbalik.
"Berikan ponselmu!"
"Hah? Oh okay ini!" Zara menyerahkan ponselnya pada Dzefa.
Dengan satu tangan membawa gelas, Dzefa berjalan menuju ruang tengah lagi dan Zara kembali mengikuti.
Setelah meletakan gelas di meja, Dzefa duduk di sofa dan mulai memeriksa ponsel Zara.
Isi pesannya memang hanya dari orang bernama Shima saja. Riwayat panggilan juga darinya. Ada nomor tanpa nama juga.
Saat membuka kontak. Hanya ada tiga nomor saja yang disimpan Zara. Dzefa mengerutkan kening dan menatap Zara sebelum kembali melihat ponsel.
Nomor dirinya, Bi Anis dan Shima. Hanya ada tiga orang di kontak.
'Mana nomor Aida dan pria itu?' batin Dzefa.
"Kau tak punya nomor sepupu tersayangmu itu?" tanya Dzefa.
Zara menggeleng, "aku sudah masukan nomornya ke blacklist. Dia mengganggu!" jawab Zara.
"Kenapa di kontakmu hanya ada tiga nama saja? Temantemanmu yang lain? Keluargamu?"
"Aku tak punya teman lain selain Shima. Dan keluargaku, kau tahu benar kan aku tak pernah memilikinya. Sejak Kakek meninggal, hanya kau saja keluargaku!" ucap Zara sedih.
Orangtuanya masih hidup, tapi dia seperti tak memiliki mereka. Umur empat tahun Zara diculik, dijual dan berakhir tinggal dengan orangtua angkat. Dia baru kembali ke keluarga kandungnya setelah orangtua angkatnya meninggal, saat dia berumur empatbelas tahun.
Namun keluarga kandungnya memiliki anak angkat juga, dan dia seperti orang asing di rumahnya sendiri. Karena tak pernah mendapat kasih sayang orangtua, Zara memutuskan tinggal bersama Kakeknya, Ayah dari ibu kandungnya. Hanya pria tua itu saja yang menyayangi Zara. Karena pria tua itu juga lah dia bisa menikah dengan Dzefa.
"Sudah sangat larut, masuk tidur lagi sana!" ucap Dzefa tibatiba membuat Zara tersadar.
Melihat kesedihan di mata Zara, Dzefa jadi tak tega. Dia tahu benar bagaimana keluarganya memperlakukan isterinya ini. Karena itu juga dia dengan senang hati menikahinya.
"Suami, kita tidur bersama lagi ya!" kata Zara.
"Uhuk!" Dzefa yang sedang minum langsung terbatuk. "Apa kau bilang?"
"Kita tidur bersama lagi seperti kemarin," ulang Zara.
"Jangan mengada!"
"Aku serius ish. Kalau kau takut aku mengganggu privasimu, kita tidur di kamarku saja. Aku tak akan memasuki kamarmu yang di lantai dua itu. Promise!" ucap Zara bersungguhsungguh.
Dzefa masih diam.
"Aduhaduh kepalaku sakit!" kata Zara tibatiba.
"Kau kenapa?" tanya Dzefa risau.
"Kepalaku pusing. Lukaku terasa sakit lagi. Aduh!"
Dzefa melihat kening Zara yang masih di perban.
"Sudah minum obatmu belum?"
"Sudah. Suami, kau jangan jauhjauh dariku. Aku takut tibatiba nanti aku pusing lagi. Kalau tibatiba aku ingin ke toilet dan pingsan di toilet bagaimana? Uhh suami tetaplah bersamaku, yayaya!"
"Baiklah, cepat masuk kamar!"
Dzefa memapah Zara ke kamar, Zara sudah tersenyum senang. Gampang juga menipu suaminya ini.
Di kamar, Dzefa membauat Zara berbaring dan menyelimutinya.
"Suami, ayo tidur juga! Kalau tidak besok kau akan terlambat bekerja," ucap Zara menarik tangan Dzefa.
Dzefa pun akur berbaring di samping Zara.
"Selamat malam, suami!" Zara memeluk Dzefa.
Sebenarnya Dzefa ingin mendorong Zara menjauh, tapi dia takut isteri polosnya ini akan melakukan hal bodoh seperti kemarin. Berpikir dia jijik sampai berendam berjamjam hingga sakit.
***
Zara mengawali pagi dengan indah. Dia berhasil membuat Dzefa tidur dengannya jadi moodnya sangat baik sekarang.
"Jangan biarkan siapapun masuk rumah kecuali sahabatmu yang kau ceritakan semalam itu!" pesan Dzefa sebelum pergi kerja.
"Iya jangan khawatir, suami!"
"Aku pergi dulu. Assalaamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalaam!" jawab Zara setelah mencium punggung tangan Dzefa.
"Papay!" Zara melambaikan tangan pada Dzefa yang sudah masuk mobil.
Ting!
Setelah menutup pintu. Notifikasi masuk ke ponsel Zara. Ternayata pesan dari suaminya.
"Oh My Husband!" teriak Zara terkejut sekaligus senang setelah membaca pesan suaminya.
Suami:
'Kartu yang kuberi belum pernah kau gunakan. Bantu aku habiskan uangku.'
"Itu artinya dia menyuruhku belanja? Aku diizinkan keluar kan? Arrrghhhh yeeeeay!"
Di dalam mobil, Dzefa tersenyum melihat balasan dari Zara. Chat dari isterinya dipenuhi emoticon cium dan peluk.
"Aku tak suka melihatmu bosan di rumah!" gumam Dzefa lalu menyimpan kembali ponsel ke saku.
"Bisakah kali ini aku mempercayaimu Zara?"
***
Bersambung.