Chereads / NEARLY / Chapter 18 - DELAPANBELAS

Chapter 18 - DELAPANBELAS

Skylar keluar dari ruangan dengan airmuka yang puas. Sebab masalah yang dihadapi para robotnya sudah berhasil ia atasi.

"Hugi!" teriaknya pada Hugi yang berlari mengejar Luca.

"Ya? Kenapa?" sahutnya yang kemudian berhenti dan berpaling.

"Aku ingin pindah dari rumah ini." kata Skylar begitu saja. Ia bahkan tidak terpikirkan hal itu sama sekali. Seolah kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya ketika ia melihat Hugi dan Luca berkejaran.

"Kenapa kamu tiba-tiba berpikir untuk pindah, Skylar? Apa rumah ini sudah tidak aman lagi untuk kita?"

Skylar menggeleng. "Tidak. Aku hanya asal bicara saja. Lupakan saja. Kemana Jennie?" ucap Skylar sembari berjalan ke dapur.

"Sepertinya dia masih di atas."

"Apa yang dia lakukan di sana?"

"Tidak tahu. Aku melihatnya turun naik sedari tadi. Nah, itu dia." tunjuk Hugi pada Jennie yang turun dari tangga sambil membawa sekotak besar.

"Jennie, kamu sedang apa?" tanya Skylar.

"Hanya membersihkannya. Aku rasa lantai atas bisa digunakan sebagai tempatmu latihan, Skylar. Seperti melukis? Bermain alat musik?"

"Tapi lantai bawah sudah terlalu besar dan lebih dari cukup hanya untuk membagikan semua ruangan khusus itu." kata Skylar.

"Bukannya aku pernah melihatmu membuat video dengan Jennie beberapa hari yang lalu?"

"Ya. Jennie juga mengupload video itu pada sosial media hingga bisa ditonton oleh banyak orang sampai kamu harus sibuk memfilter komentar netizen." ujar Skylar.

"Apa kamu bakal menyarankan untuk membuat lantai atas menjadi tempat syuting pembuatan video, Hugi?"

Hugi mengangguk pada Jennie, "Ya. Bukankah itu jauh lebih baik, Skylar?"

Skylar diam sembari berpikir.

"Ayolah, Skylar. Banyak orang yang menunggu karyamu selanjutnya melebihi mereka yang menunggu novelmu." bujuk Hugi.

"Benar, Skylar. Lagipula identitasmu tidak akan ditunjukan."

"Ya. Silakan lakukan apa yang ingin kalian lakukan." kata Skylar kemudian.

"Kamu serahkan saja pada kami, Skylar." ucap Hugi sambil diangguki dengan mantap oleh Jennie.

Sementara itu puluhan kilometer dari rumah Skylar tepatnya kediaman Hester, beberapa mobil polisi dan ambulan berjajar di depan rumah yang tidak cukup besar itu. Terlihat Hester dengan muka pucatnya berdiri dengan tubuh yang gemetar menghadapi seorang polisi yang sedang bertanya padanya.

"Kamu yakin bukan kamu yang melakukannya? Tidak ada orang lain lagi di rumah ini selain kalian berdua." tegas polisi itu seakan menekan Hester untuk mengaku. Karena sedari tadi Hester hanya menggeleng dengan gerakan tangannya yang juga menolak bahwa itu bukan perbuataannya.

"Bawa saja dia, Pak. Anak itu memang kurang waras, Pak." kata salah satu warga atau tetangga Hester.

Anehnya polisi itu langsung bersedia membawa Hester ke kantornya tanpa meminta persetujuan dari Hester. Hester sempat berontak namun dia dipukul agar tidak melawan. Karena tidak mau menambah rasa sakit pada tubuhnya, akhirnya Hester menurut untuk dibawa. Sedangkan mayat ibunya kini diserahkan pada orang-orang yang akan mengurusnya. Hester tidak dibiarkan melihat jenazah ibunya meski untuk yang terakhir kalinya.

Hester menangis tanpa suara.

"Jangan menangis. Laki-laki tidak boleh menangis. Laki-laki harus kuat." tegur salah satu polisi yang duduk tidak jauh dari Hester.

"Rambut kamu, tuh,  harus dipotong. Laki-laki, kok, rambutnya panjang seperti perempuan. Mau jadi banci kamu, ya? Hahaha." ujar polisi yang satunya lagi.

Para polisi itu sibuk mengomentari penampilan Hester tanpa peduli apa yang kini dirasakan Hester. Karena merasa Hester tidak akan protes dengan apa yang dikatakan mereka padanya, para polisi brengsek itu makin menjadi menyudutkan Hester. Dalam keadaan seperti itu, tangan Hester tetap di borgol. Ia juga tidak diberi air minum setelah beberapa jam tiba di kantor. Ia hanya disuruh duduk di lantai kemudian mendengarkan ocehan mereka.

Dalam keadaanya yang seperti ini, Hester jadi mengingat bagaimana beberapa hari yang lalu para napi yang menculiknya tumbang oleh peluru-peluru yang ditembakan di rumah Skylar. Hester ingin sekali para polisi ini merasakan itu. Tapi bagaimana caranya ia bisa keluar dari sini? Sedangkan tidak ada seorang pun yang mencoba ingin tahu bagaimana pendapatnya alih-alih mempercayainya.