Chereads / Maryam / Chapter 10 - Part 09

Chapter 10 - Part 09

Semilir angin menerpa wajahnya, dengan perlahan Maryam menutup matanya. Merasa sejuk menerpa rongga dada nya. Embun pagi di ba'da subuh di Surabaya menyejukkan, ketika pagi datang embun itu sudah hilang digantikan kepulan asap kendaraan.

Dalam hati tak henti-hentinya terucapkan rasa syukur kepada Allah. Telah memberikan nikmat yang begitu banyak sehingga tak bisa terhitung.

Setelah selesai menikmati embun pagi, Maryam membuka jendela lebar-lebar, agar aroma wangi embun pagi merasuk memenuhi seantero kamar kecilnya.

Ar yang sedang tertidur pulas, menggeliat kecil ketika hembusan angin menerpa wajahnya.

Maryam tersenyum kecil. "Sayang, udah azan. Yuk sholat."

Ar masih menggeliat didalam selimutnya.

"Sayang," panggil lembut Maryam, sambil menyibak selimut Ar.

Ar masih bergeming, meskipun selimutnya tak ada. Dia membelakangi Maryam dengan mendekap tubuhnya sendiri ketika rasa dingin menerpa tubuhnya.

Sebenarnya Maryam merasa kasihan kepada Ar, tadi jam dua dini hari dia membanguni Ar untuk sholat Yaumil lail dan juga sahur untuk puasa Sunnah sepuluh Muharram. Setelah sahur Ar tilawah sebentar bersama dirinya kemudian tidur, mungkin setengah jam Ar tertidur.

"Sayang anak bunda yang ganteng," panggil Maryam dengan lembut.

Tapi Ar tetap dengan pendiriannya, tak mau membuka mata.

Menghela napas, dengan tak tega Maryam mengendong Ar agar segera bangun. Maryam membawa Ar ke kamar mandi. Kamar Maryam dan kamar mandi agak jauh, kamar mandi terletak di ujung. Sebelah kamarnya Alsi.

Maryam mencipratkan air ke wajah Ar. Ar membuka matanya ketika dinginnya air menerpa wajahnya.

"Unda," rengek Ar.

"Maafin bunda ya sayang," ucap Maryam merasa bersalah.

Ar itu bukan pemalas anaknya, dia tergolong anak yang rajin, tapi dia  juga termasuk anak yang sulit ketika di bangunkan. Kalau tak di bangunkan waktu sholat entah itu waktu sholat tahajud ataupun sholat subuh pasti Ar merajuk kepada dirinya.

Pernah suatu hari Maryam tak membangunkan Ar, karena Ar tidur jam dua belas Maryam menemani dirinya membuat kue pesanan tetangga. Pagi harinya ketika Ar sudah bangun merajuk kepada dirinya, tak mau makan. Maryam mencoba meminta maaf dan menjelaskan nya tapi Ar tetap dengan sikap merajuknya. Merajuk Ar tak bertahan lama, siang hari Maryam mencoba merayu Ar dah Ar merasa bersalah kepada Maryam sehingga Ar meminta maaf, serta mau makan lagi.

Ar merengkuh wajahnya Maryam, dengan mata yang berkedip-kedip lucu Ar menatap Maryam. "Ndak papa, Al yang salah unda."

Maryam tersenyum, semakin bertambah umur Ar semakin pengertian. Suatu saat ketika Ar dewasa mungkin sosok laki-laki pengertian dan juga perhatian. Memikirkan hal itu membuat Maryam tersenyum kecil, akankah suatu saat nanti Ar masih bersamanya? Yang dia takutkan nanti,  kalau Ar ketemu sama keluarganya. Mau tak mau Maryam harus melepaskan Ar, karena Ar bukan darah dagingnya, Ar cuman bayi kecil yang tak berdosa yang di buang, yang ditemukan dirinya.

"Tulunin Al Unda, Al mau ambil uduk dulu," ujar Ar dengan candel. Biasanya wudhu menjadi uduk, macam nasi uduk aja.

"Iya," dengan segera Maryam menurunkan Ar, kemudian Maryam berlalu menunggu Ar di depan pintu kamar mandi.

Setelah selesai mereka berdua mengambil wudhu. Dengan khusyuk mereka melaksanakan sholat.

***

Terik matahari menyinari bumi, sebagian orang memilih berteduh ketika matahari begitu terik. Menghapus dahaga yang terasa di kerongkongan ketika siang hari.

Meskipun matahari bersinar begitu terik tak membuat sebagian orang bermalas-malasan untuk bekerja demi sesuap nasi kepada keluarganya.

Zaidan memandang Ar yang begitu semangat membantu pak min -- pak Min tukang bersih-bersih taman dan juga kolam. Anak itu tanpa menghiraukan rasa panas yang begitu menyengat mengambil daun-daun kering yang jatuh ke kolam renang, meskipun di pinggir air kolam renangnya.

Sedangkan pak Min mengambil daun-daun kering di tengah kolam mengunakan jaring, alat penangkap ikan yang berupa siratan (rajutan) tali (benang) yang membentuk mata jala.

"Makasih ya nak Ar," ucap pak Min begitu bahagia, karena dibantu oleh Ar. Pekerjaan makin cepat selesai ketika karena bantuan Ar.

"Sama-sama pak Min." jawab Ar dengan senyum lebarnya.

"Kalau gitu pak Min buang sampah dulu."

Ar mengangguk, dia melihat pak Min membawa sampah dedaunan untuk di buang ke tempat sampah. Ar mengambil duduk ketika rasa penat dirasakan.

"Nih minum," Zaidan menyodorkan sebotol air minum yang dingin kepada Ar. Di tadi memandang Ar ketika membantu pak Min hingga selesai, dengan inisiatif nya Zaidan mengambil Air dingin di dalam untuk Ar yang kelelahan. Dan dia juga ada niat untuk dekat dengan Ar, entah ada apa dengan dirinya biasanya dia tak begitu. Biasanya dia tak suka dengan anak kecil tapi sekarang dia ingin dekat dengan Ar. Ar memiliki daya tarik yang tak bisa dijabarkan oleh Zaidan.

Ar memandang air dingin yang mengunggah selera untuk diminum. Dalam bayangannya air dingin itu seperti es krim yang menggoda untuk di lahap.

Ar menggelengkan kepalanya, kata bundanya dia tak boleh tergoda dengan sesuatu ketika puasa.

"Kenapa?" Zaidan bingung sendiri ketika anak kecil di depan nya ini menggelengkan kepalanya.

"Al puasa om,"

"Oh puasa? Tapi sekarang bukan ramadhan."

"Sekalang kata bunda puasa Sunnah tanggal sepuluh Muharram."

Zaidan manggut-manggut, ternyata Al anak yang cerdas. Dia juga kagum dengan didikan orang tuanya.

"Emang Sunnah itu apa?" tanya Zaidan, dia tak sekolah di pesantren jadi kurang tau apa itu Sunnah. Yang dia tau hanya wajib, di kerjakan dapat pahala di tinggalkan mendapatkan dosa. Seperti sholat dan puasa ramadhan, meskipun hal kedua itu jarang di lakukan oleh dirinya.

"Kata Unda, dikeljakan dapat pahala, ditinggalkan tak dapat apa-apa." jawab Ar dengan ciri khasnya yang candel.

Zaidan agak faham apa yang diucapkan Ar, meskipun tak ngerti banget. Kalau Ar bicara huruf R pasti terpeleset ke huruf L.

"Lebih baik gak usah dikerjakan, biar gak nyusahin," ucap Zaidan.

"Ndak gitu om. Kata Unda, kalau puasa Sunnah bial dapat pahala telus bisa beltemu dengan Allah deh." masih ingat dipikiran Ar, dulu ia tak mau sholat Sunnah tahajud kala ngerti apa arti dari Sunnah. Tapi bunda nya menasehatinya 'kalau mengerjakan Subang dapat pahala, terus bisa ketemu Allah' dari situ Ar rajin melakukan Sunnah, karena ingin berteman Allah yang menciptakan dunia begitu indahnya.

Zaidan terdiam, anak kecil seperti Ar ngerti siapa yang menciptakan. Sedangkan dirinya yang dewasa sering lupa kepada yang menciptakannya. Ah, bukan sering tapi melupakan nya.

"Terus kenapa yang kata kamu itu sepuluh Muharram harus puasa Sunnah?"

Ar memutar ingatan nya, sambil mengetuk-ngetuk kepalanya sedang berpikir keras. Karena apa sepuluh Muharram itu sangat istimewa. Mata Ar berbinar mengingat tentang sepuluh Muharram ala kata bundanya.

"Kata Unda, sepuluh muhallam itu banyak pelistiwa Islam yang teljadi. Sepelti; Satu. Nabi Adam beltobat kepada Allah dali dosa-dosanya dan tobat telsebut ditelima oleh Allah, dua. Nabi Yunus kelual dali pelut ikan hiu, tiga. Selamatnya Nabi Iblohim dali siksa Namlud, belupa api yang membakal nabi Iblohin. Masih banyak kata Unda tapi Al lupa hehehe ....," Ar terkekeh kecil ketika tak ingat semua kisah kata bunda nya.

Zaidan juga tersenyum kecil. Ar ini anak yang pandai, nasehat yang di berikan orang tuanya pasti di ingat. Ar juga ketika berbicara pasti ada kalimat 'kata unda'.