"Ar juga puasa?" tanya Shila dengan penasaran. Pasalnya Ar itu masih kecil, dia tak mau Ar sakit.
"Iya mbak." jawab Maryam sambil sibuk dengan aktivitas nya membersihkan kasur Shila. "mbak mau mandi sekarang?"
"Enggak, nanti aja. Emang Ar kuat Maryam? Kasihan lho Ar masih kecil, udah di ajarkan puasa sama kamu." Ucap Shila mengeluarkan rasa khawatirnya, meskipun Ar bukan anaknya entah kenapa dia seperti ada ikatan dengan Ar.
Maryam mengulum senyumnya "Ar puasa Dzuhur mbak. Aku melarang Ar puasa mahgrib takut nanti lambungnya gak kuat."
"Oh, aku kira Ar puasa Maghrib."
"Enggak lah mbak, kasihan. Ar itu anaknya keras kepala. Pernah bulan puasa kemaren Ar puasa Mahgrib karena Ar ketiduran siang, aku udah bangunin tapi yaitu Ar itu orang paling ribet kalau di bangunin. Bangun tidur aku udah nyuruh Ar membatalkan puasanya tapi Ar gak mau. Aku Sampek paksa Ar sampai Ar nangis tapi Ar tetap keukeh untuk melanjutkan hingga Mahgrib. Gak Sampek azan Maghrib Ar udah jatuh sakit."
"Terus?" tanya Shila penasaran dengan cerita Maryam. Dalam hati ia berandai-andai, seandainya anaknya masih hidup sekarang.
"Waktu itu aku panik banget mbak, suhu badan Ar naik, panas banget. Bahkan Ar sampek kejang-kejang, aku nangis bingung harus apa, uang aku juga tak cukup membawa Ar kerumahnya sakit. Dengan memodalkan uang pinjem ke tetangga aku bawa Ar ke rumah sakit. Ternyata Ar dehetrasi, dari situ aku larang Ar puasa Maghrib."
Maryam teringat dengan peristiwa itu, dia mau menyerah karena peristiwa itu. Uang gak punya, anak sakit bahkan harus di rawat inap selama beberapa hari. Dia ada niatan untuk bekerja di club malam agar bisa membiayai rumah sakit Ar. Pikirannya waktu itu buntu, tak tau harus bagaimana agar bisa membiayai rumah sakit Ar. Tapi niatan itu sirna ketika seseorang mengajak dirinya berbincang-bincang.
"Memang tak mudah menjalani hidup serba kekurangan dan banyak masalah. Namun bukan berarti kita boleh mengambil jalan singkat yang dilarang oleh agama," ujar Bu Salma kala itu. Ya, Bu Salma seseorang yang mengajak berbincang dengan dirinya.
Maryam terpekur dengan ucapan Bu Salma. Bu Salma itu seperti seseorang yang mengerti apa yang dia pikirkan.
"Padahal kita tak tahu apa rencana dan hikmah setelah itu, boleh jadi ujian yang kita hadapi untuk mengangkat derajat kita dihadapan Allah, manaikkan pangkat dan martabat kita atau mengikis kerak-kerak dosa yang pernah dilakukan yang tidak bisa dihapus kecuali dengan kesabaran kita. Segala musibah yang menimpa itu terjadi dengan qadha' dan qadar dari Allah ta'ala. Merasa ridha dengan takdir tersebut dan bersabar dalam menghadapi musibah merupakan bagian nilai-nilai keimanan, sebab Allah menanamkan sabar dengan iman. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu'anhu mengatakan ;" sabar bagi keimanan laksana dalam tubuh. Apabila kesabaran telah lenyap maka lenyap pulalah keimanan." (HR. Al-Baihaqi)"
Maryam yanga mendengarkan hal itu menangis tersedu-sedu. Dia mau menyerah dengan takdir Allah, bahkan dia hampir mencari jalan pintas.
"Jangan cari jalan pintas lagi, Allah memberi ujian kepada hambanya agar orang itu kuat. Ibu mau pamit dulu, ini ibu punya sedikit rezeki." Bu Salma menyodorkan amplop kepada Maryam.
Maryam menghapus air matanya, dia mendongak kepalanya melihat Bu salam. "Apa ini Bu?" tanya Maryam dengan parau.
"Ibu punya rezeki ambil aja."
"Tapi ...."
Bu Salma mengulum senyumnya. "Gak papa,"
Dengan berat hati Maryam mengambilnya "Makasih Bu, insya Allah saya akan mengembalikan nya."
"Enggak usah ibu ikhlas." ucap Bu Salma kemudian undur diri meninggalkan Maryam dengan hati tak enak, meskipun Bu Salma ikhlas memberikan uang itu tapi dia merasa tak enak.
Dari situ Maryam memetik hikmah. Allah memberi ujian pasti ada jalan keluarnya.
"Maryam." panggil Shila
Maryam yang termenung tersadar. "Maaf mbak."
"Gak papa. Bantu aku mandi,"
Maryam mengangguk. Mulai sekarang Maryam ditugaskan untuk menjadi perawat Shila, itu tugas dari bibi Mus, perintah dari Shila.
Maryam menunggu di depan pintu kamar mandi. Ketika Shila mandi pasti Maryam akan menunggu Shila di luar, setelah dia menyiapkan peralatan mandi Shila di dalam.
***
"Maryam?"
"Iya mbak."
"Boleh minta tolong?" Shila melirik Maryam dengan malu-malu.
Maryam mengangguk "tugas aku di sini membantu mbak. Kalau boleh tau minta tolong apa ya mbak?"
Shila berpikir akankah dia meminta Maryam. Apakah nanti Maryam akan menertawakan dirinya?
"Enggak deh," ujar Shila dengan ragu.
Maryam berhenti menyisir rambut Shila. Dia mengamati raut wajah Shila yang ragu.
"Bilang aja mbak, gak papa ko." paksa Maryam, dia penasaran.
"Janji ya?" ujar Shila.
"Janji apa mbak?"
"Janji jangan menertawai aku ya?!"
"Ya enggak lah mbak. Massa mbak minta tolong, aku malah menertawai mbak." ucap Maryam dengan tersenyum.
"Heemm," Shila menautkan jari-jarinya dengan ragu.
"Apa mbak?"
"Huem ..., boleh nggak ajarkan aku sholat?" Shila memejamkan matanya setelah mengucapkan hal itu. Ia takut Maryam menertawai aku, di umurnya yang menginjak dua puluh lima tahun dia tidak tau tata cara sholat.
Maryam diam, dia tak bisa-bisa berkata-kata mendengar ucapan Shila. Matanya pun berkaca-kaca karena rasa haru.
"Masya Allah," Maryam memeluk Shila dengan perasaan membuncah karena bahagia.
"Mana mungkin aku menertawai seseorang yang mau belajar sholat mbak! Aku malah seneng banget."
Shila membalas pelukan Maryam dengan perasaan senang.
"Makasih ya Maryam," Shila mengurai pelukannya.
"Sama-sama mbak. Yuk kita wudhu dulu," ajak Maryam kepada Shila. Shila mengangguk. Maryam membawa kursi roda Shila menuju kamar mandi kembali.
Maryam dengan telaten membantu Shila tata cara berwudhu. Shila pun mendengarkan dengan baik apa kata Maryam.
"Terlebih dahulu mencuci kedua telapak tangan sambil mengucapkan basmalah,"
Shila mendengarkan sambil mengamati praktek tata cara wudhu.
"Setelah itu berkumur-kumur tiga kali, sambil dalam hati berdo'a gini do'a nya; ' Allahummasqini min haudhi nabiyyika Muhamadin shalallahu 'alaihi wasallam ka'san lama azhma-u ba'dahu abadan.' " tutur Maryam dengan lembut.
Shila yang berada di kursi rodanya hanya menggaruk kepalanya bingung.
"Emang harus baca gitu ya? Seingat aku gak gitu dulu,"
"Enggak juga sih, tapi lebih afdol dibaca juga. Karena do'a - do'a mengandung permohonan ampun kepada Allah." tutur Maryam dengan senyum manisnya.
"Oh, emang apa artinya?"
"Arti yang tadi aku baca?"
"Iya."
"Gini Artinya ; Wahai Tuhanku, beri minumlah aku dari air telaga Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam satu gelas yang tidak akan haus buat selama-lamanya. "
Shila ber'oh ria saja setelah tahu artinya. Dia kembali melempar pertanyaan.
"Tapi kalau aku gak bisa gimana?"
"Bisa ko. Asalkan mbak berusaha nanti aku catatkan deh biar mbak lekas hafal. Sekarang hafalin niat wudhu nya aja, gimana?"
"Boleh,"
Kembali Maryam menuntun Shila untuk membaca do'a niat wudhu.