Tangan lentik itu tengah memegang knop pintu dengan tangan bergetar. Lily, gadis yang tengah memegang knop pintu itu berdiam diri di depan kamar milik Alvaro. Dia merasa ragu. Otaknya seakan tidak mengijinkan Lily ikut campur dalam permasalahan Alvaro. Tetapi, hatinya lagi-lagi berkata lain. Dia memberontak, bertolak belakang dengan sang otak.
"Akh!" Suara Alvaro terdengar kian menyakitkan. Lily yang mendengar hal tersebut tertegun selama beberapa saat. Dia berusaha memberanikan dirinya sendiri dengan berpikir bahwa ada Afka yang bisa membantunya jika terjadi sesuatu hal.
Semuanya terlalu menyakitkan bagi keduanya. Baik Lily maupun Alvaro sama-sama hidup dengan traumanya masing-masing selama hampir dua tahun ini.
Alvaro hidup dalam rasa bersalah karena menyakiti Lily, sedangkan gadis itu hidup dengan trauma terhadap seorang pria. Sayangnya, trauma itu justru tidak berlaku untuk si pelakunya.