Chereads / I Will Remember You / Chapter 7 - 6. BOLOS PELAJARAN

Chapter 7 - 6. BOLOS PELAJARAN

Aku menatap bangku yang kosong itu di kelas. Nggak biasanya aku ngerasa segelisah ini. Apalagi bangku kosong itu bangkunya Davin. Masa iya, aku gelisah karena dia nggak turun?

Aku mengecek arlojiku. Sesaat, bel masuk berbunyi. Sudah masukan. Dan benar, Davin emang nggak turun.

"Liatin apa, sih?" cercah Della begitu sadar kalau aku sedang gelisah.

Aku menggeleng. "Nggak, kok."

"Davin ya?" Della seperti mampu membaca pikiranku. Mungkin karena dia juga sadar kalau aku lagi merhatiin bangkunya Davin. "Dia sakit."

"Sakit? Lo tau darimana?" tanyaku dengan wajah cengo.

"Dari Kak Sam," kedua mata Della membulat begitu menyebutkan nama Kak Sam. Dia seperti ingat akan sesuatu. "Oh my god! Lo harus tau, Vin. Si biang kerok yang suka ngerusuhin lo itu ternyata adiknya Kak Sam!"

Pura-pura, aku bereaksi kaget. Padahal aku sudah tau duluan soal itu.

"Masa, Del?" ucapku dengan nada santai.

"Iya, Vin! Nggak nyangka banget, kan? Bisa gitu, ya, adik kakak nggak ada mirip-miripnya sama sekali," cetus Della sambil geleng-geleng kepala.

Aku menautkan kedua alisku.

"Namanya juga saudara angkat, Del," ucapku membenarkan.

"Saudara angkat? Kandung kali! Orang Kak Sam sendiri yang bilang ke gue!" Della berkata sewot.

Mendadak, kepalaku jadi pusing mendengar pernyataan tersebut. Ini yang bener yang mana coba? Mereka saudara angkat, atau kandung, sih, sebenernya?!

"Tapi kata Davin-"

"Lo percaya sama mulutnya Davin?" Della memutus ucapanku.

Aku terhenyak sebentar. Benar juga. Kenapa aku jadi percaya sama ucapan Davin? Padahal, kan, Davin itu mulutnya sama sekali nggak bisa dipercaya.

"Tau, ah," aku menyerah. Memutuskan untuk nggak peduli sama itu semua.

Hari ini adalah pelajaran Matematika. Ah, kalau mengingat pelajaran itu, rasanya aku pengen kabur ke luar angkasa. Paling-paling di sana aku cuma bakal ketemu alien. Seenggaknya, aku nggak akan ketemu sama pelajaran menyeramkan seperti Matematika. Eh, tapi gimana kalau ternyata di luar angkasa itu ada sekolah? Bisa aja, kan, alien di sana terpelajar dan lebih jago Matematika dariku?

"Males banget, deh, belajar MTK," cetus Della sembari mengeluarkan buku Matematikanya ke atas meja. Bel telah dibunyikan beberapa menit yang lalu.

Aku terhenyak sebentar. Lalu mulai memikirkan sesuatu. Gimana kalau...

"Bolos pelajaran, yuk?" ucapku sambil berbisik.

Sesaat, Della terdiam. Dia mengangguk kemudian dan berdiri dari kursinya.

"Yuk!" Della pun beranjak dari sana diikuti denganku di belakangnya.

***

Kacau. Celaka. Kenapa aku nggak mikirin ini sebelumnya? Aku yang dengan sok taunya bilang ke Della kalau rooftop adalah tempat teraman untuk dipakai bolos pelajaran. Padahal tempat ini jadi langganan Kak Sam untuk ngerokok di atas sana.

Alhasil, Della menangkap basah Kak Sam yang lagi ngerokok. Sekaligus Kak Sam yang menangkap basah aku dan Della sedang bolos pelajaran.

"Kalian bolos?" tanya Kak Sam singkat. Dia membuang puntung rokoknya ke sembarang arah.

"Emm," Della terlihat panik. Bingung mau menjawab apa.

"Iya, kita bolos. Terus kenapa? Kak Sam juga bolos, kan?" aku sama sekali nggak percaya kalau aku seberani itu ngomong di depan Kak Sam.

Dahi Kak Sam berkerut. Dia kayaknya agak tersinggung sama omonganku. Sementara aku hanya menghela nafas berat menyadari hal itu.

"Kelas gue lagi nggak ada guru," ucap Kak Sam dengan raut datar.

Aku mencium aroma kebohongan. Ini udah kedua kalinya Kak Sam mengaku kelasnya nggak ada guru. Dan ini udah ketiga kalinya aku mergoki Kak Sam lagi bolos pelajaran di rooftop ini. Masa iya, selama itu kelasnya nggak ada guru?

"Kalau bolos tuh bolos aja kali. Ngaku. Sesama orang bolos juga," kataku dengan nada sewot. Bahkan, aku dengan berani memutar bola mataku malas di hadapan kakak kelasku ini.

Della memperhatikanku dan Kak Sam bergantian. Dia nampak bingung berada di tengah-tengah kami. Canggung, tepatnya.

"Kalian tau darimana tempat ini?" tanya Kak Sam sembari tangannya menunjuk rooftop yang tengah dipijak.

"Vina yang ngasih tau," Della dengan wajah tak berdosanya menunjukku yang udah jelas ngebuat aku mendadak bengong kayak orang bego.

"Hebat ya," Kak Sam menyunggingkan senyum tipis.

Kedua mataku menyipit. Makin kesini kok Kak Sam makin nggak jelas ya?

"Hebat kenapa?" tanyaku.

"Ya, hebat. Setau gue, rooftop ini cuma para penyamun yang tau. Dan anak secupu lo tau tempat kayak gini. Hebat, kan?" Kak Sam melirikku saat itu. Jelas aku tersindir habis-habisan.

"Kok ngatain, sih?!" kataku sewot. Raut wajahku nggak bisa santai sama sekali.

"Apa kabar lo sama adik gue? Davin?" Kak Sam mengalihkan pembicaraan. Dan pembicaraan selanjutnya membuatku ingin segera pergi ke luar angkasa. Masa bodoh kalaupun di sana aku bakal ketemu sama alien yang jago Matematika sekalipun!

"Apa kabar, maksud kakak?!" aku lagi berkata sewot.

Kak Sam tertawa ringan melihatku terus menyewotinya.

"Lo pacaran, kan, sama dia?" Kak Sam menatapku lurus-lurus. Aku menunduk secepat mungkin. Biar gimanapun, aku masih cewek normal. Ditatap lurus-lurus sama cowok sekeren Kak Sam jelas aku nggak bakal tahan.

"Nggak! Siapa yang bilang?!" bantahku kali ini semakin menaikkan nada suaraku.

"Davin." sahut Kak Sam lalu mengeluarkan sepuntung rokok dari dalam saku celananya. Dia lalu menyalakannya kembali.

Aku tertawa hebat saat itu. Orang semacam Davin dipercaya? Hahaha. Eh, tapi bukannya waktu itu aku percaya juga ya kalau Kak Sam itu cuma saudara angkatnya Davin?

"TERTANGKAP YA KALIAN!!!"

Teriakan itu membuatku, Della, dan juga Kak Sam menengok ke asal suara. Mampus, Pak Hazel. Dia badan kesiswaan sekolah dan dia mergoki kami lagi bolos pelajaran di rooftop!

Tanpa menunggu apapun, Kak Sam yang saat itu asyik menghisap rokoknya, langsung membuangnya (lagi) ke sembarang arah. Sementara aku dan Della diam membisu membayangkan bagaimana kisah kami nantinya.

***

Kami dihukum. Ya, Pak Hazel menatap kami bertiga murka saat itu. Terutama pada Kak Sam. Gimana nggak? Pak Hazel mergoki dia lagi buang puntung rokok dan aku berani taruhan Pak Hazel juga sadar kalau sebelumnya Kak Sam udah berhasil ngisap puntung rokok yang dibuangnya itu.

"Saya benar-benar tidak bisa percaya semua ini Samuel Winanta. Kamu murid yang berprestasi. Punya banyak penghargaan. Bisa-bisanya kamu bolos ke rooftop dan ngerokok di sana." Pak Hazel mengucap dengan raut kecewa.

"Saya khilaf, Pak." Kak Sam berkata sambil menunduk.

Emm, jadi Kak Sam itu murid yang berprestasi? Punya banyak penghargaan? Bukan cuma ganteng, ternyata Kak Sam juga pinter. Dulu kupikir, dia beken cuma karena ganteng. Ternyata juga karena pinter toh...

"Terus kalian," Pak Hazel ganti menatap aku dan Della. "Kenapa bisa ikut bergabung dengan dia? Kalian ngerokok juga?"

"Nggaklah, Pak! Nggak mungkin kita ngerokok!" bantahku segera. Sementara Della diam tak berkutik. "Iya, kan, Del?" aku menyenggol bahu Della. Della mengangguk setelah sekian lama membeku di tempatnya.

"Terus? Kenapa kalian bisa ada di sana bertiga?" tanya Pak Hazel dengan kedua alis yang dinaikkan.

Kali ini, bukan cuma Della yang diam nggak berkutik. Aku pun ikut melakukannya. Mampus. Harus jawab apa coba?

"Bolos pelajaran, Pak."

Aku dan Della menengok bersamaan menatap cowok yang berada di tengah-tengah kami. Demi apa?! Kak Sam mengatakan itu?!

BRAK!

Tolong jangan tanyakan seberapa takutnya aku saat itu. Secepat mungkin, aku menutup kedua mataku. Aku nggak berani ngeliat apapun mengingat ada rumor yang beredar kalau badan kesiswaan bernama Hazel itu marah, maka nyamuk pun nggak akan berani bersuara di sekitarnya.

"BOLOS PELAJARAN?!" nada suara Pak Hazel keras sekali. Aku yakin urat lehernya terlihat jelas saat itu. Aku nggak bisa lihat apapun selain mencermati nada suaranya. Aku terlalu takut untuk membuka mata dan menyaksikan kenyataan di depanku. "MAU JADI APA KALIAN, HAH?!" Pak Hazel menggebrak meja lagi.

"Maaf, Pak. Kita khilaf, kok. Nggak bakal ngulangin lagi," suara Della terdengar gemetar. Dia yang sebelumnya nggak ada buka suara mulai berani membuka suaranya. Sementara aku mulai membuka mataku perlahan.

"Kalian bertiga saya skors," ucap Pak Hazel seketika membuat kedua mataku membulat sempurna.

"Kita juga, Pak?" tanyaku dan Della bersamaan.

"Pake nanya lagi! Kalian, kan, bolos pelajaran bertiga. Ya berarti kalau diskors yang diskors ya kalian bertiga! Gimana, sih!" ketus Pak Hazel dengan raut murka.

Aku mengukir senyum masam. Benar juga. Ini emang salah kami bertiga. Dan diskors adalah konsekuensi yang tepat untuk membayar kesalahan kami.

Lain denganku dan Della (yang kelihatan sangat takut begitu tau kami akan diskors), Kak Sam justru mengukir senyum licik yang seketika membuatku menatapnya dengan tatapan bingung. Dia nggak takut apa?

"Kalian!" seru Pak Hazel menatapku dan Della bergantian. "Saya skors kalian selama tiga hari. Sementara kamu, Samuel," Pak Hazel ganti menatap Kak Sam. "Saya skors selama seminggu."

Aku sama sekali nggak nyangka kalau Kak Sam akan bereaksi sesenang itu saat tau dirinya bakal diskors selama seminggu. Demi apa? Kok dia malah seneng, sih?!

"Terima kasih, Pak." ucap Kak Sam sebelum akhirnya dia keluar dari ruang BK.

Aku dan Della membuntutinya dari belakang. Kami menunduk. Malu bukan main. Aku bahkan nggak tau harus bilang apa ke Mama sama Papa. Ya Tuhan, selamatkanlah!

♡♡♡