Setelah puas mengutuk kehadiran pamannya yang sudah membuatnya kerepotan setengah mati, Radit termangu, menatap lurus ke depan pintu ruang kerja yang sangat terasa heningnya. Sebelah tangannya menopang dagu berahang tegas miliknya. Entah apa yang ada dalam benaknya saat ini.
Radit menghela napasnya. Dia harus memutar otak bagaimana cara menghadapi sikap sang Paman yang sudah tidak bisa ia kendalikan. Niat baik sang Paman yang ia pikir awalnya bisa ia manfaatkan, kini tidak bisa seperti itu lagi.
"Aku tidak bisa seperti ini terus! Lambat laun, Paman akan menguasai semuanya," ucapnya lirih.
Radit melirik ponselnya yang tergeletak bebas di atas meja. Ia mengingat seseorang yang mungkin bisa ia mintai tolong. Pria itu menggulirkan ibu jarinya pada kontak bisnis yang ia buat. Nama Watson menjadi perhatiannya sekali lagi.
Bunyi nada sambung itu terdengar. Sekitar dua kali, akhirnya Watson menjawab panggilan Radit.
"Halo," sapa Radit kepada Watson.