"Ceklek !"
"Maaf Paman Rushell, saya sangat terlambat." ucapku sedih, sambil menutup kembali pintu Toko bunga Paman Rushell.
Paman yang kelihatan sedang sibuk mengerjakan pesanan rangkaian bunga anggrek putih, untuk buket pernikahan, langsung tersenyum. Tangan kirinya segera membenarkan letak kacamata tua yang sedikit miring ia kenakan. "Tidak apa-apa Asoka, pastinya ada alasan khusus sehingga dirimu sampai telat datang." Jawab Paman Rushell sambil tersenyum lagi.
"Benar Paman." Ucapku dengan rasa menyesal.
Aku menjelaskan semuanya kepada Paman Rushell, sampai ke pertemuan yang tak disangka-sangka dengan Pangeran Lukas yang terkenal kejam itu.
"Sudah nak, tidak masalah kalau Kau datang terlambat, apalagi dirimu masih terlihat syok bertemu dengan Pangeran Lucas." Jelas Paman Rushell.
Paman Rushell menghampiriku dan menyuguhkan secangkir teh "minumlah nak, supaya sedikit tenang." ucap Paman Rushell lembut.
"Terima kasih Paman..." jawabku sedikit menggangguk.
"Hmmm, harum sekali... aromanya seperti teh early grey ...wangi yang khas dari parutan kulit jeruk bergamot. Enak sekali !" Gumamku dalam hati.
"Nak.." Suara Paman Rushell memecahkan keheningan yang semenit itu.
"Ada apa Paman??" Tanyaku sedikit penasaran.
"Kemungkinan Pangeran Lucas akan menuju balai kota di bagian selatan kerjaan Amoris, untuk menghadiri rapat pembangunan rel kereta api bawah tanah." Sambung Paman Rushell menjelaskan.
Teringat ucapan Bibi Jasmine, yang juga menerima pesanan kue cukup banyak untuk para buruh yang melakukan pengerjaan rel kereta api bawah tanah.
Aku menghampiri Paman Rushell, dan membantu menyiapkan perlengkapan pesanan untuk pernikahan dalam waktu dekat ini.
"Hmm.. begitu ya Paman,,yang jelas aku tidak berharap untuk bertemu dengan Pangeran kejam itu lagi!" Ucapku dengan nada sedikit jengkel.
Lalu kulihat Paman Rushell hanya tertawa kecil melihatku bertingkah seperti itu. Paman Rushell adalah kerabat jauh keluarga dari Ayah. Samar-samar Paman terlihat sedikit mirip dengan Ayah. "Ah, mikir apa aku!" kataku sambil menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal.
*****
Dari arah luar, kulihat di balik jendela datang Bibi Carla, Istri Paman Rushell. Meskipun wanita paruh baya itu sudah berumur sekitar 50 tahun, Bibi Carla tetap terlihat awet muda dan cantik. Aku sedikit iri dan sangat mengaguminya.
"Cklek" Suara pintu terbuka pelan.
Buru-buru aku menyapa Bibi Carla "Selamat pagi Bibi, pagi ini Bibi terlihat cantik sekali !" Ucapku antusias.
Bibi Carla seperti biasa, tersenyum dan langsung mencium pipi kanan kiriku disambut pelukan hangatnya.
"Kau sudah sarapan pagi Asoka?" Tanya Bibi Carla.
"Sudah Bibi, terima kasih atas perhatiannya." Jawabku dengan wajah sumringah.
Benar, setiap kali bertemu dan berbicara berdua dengan Bibi Carla. Ketika itu juga atmosfer disekitar kami terasa nyaman. Bibi Carla orang baik, anggun, dan berwibawa. Jadi siapa saja yang berada di dekatnya merasakan hal sama, seperti yang kurasakan.
"Asoka, bibi ada sesuatu untukmu, semoga kau menyukainya."
"Wahh, beruntung sekali diriku Bibi... tidak sabar sekali Asoka ingin melihatnya." Ucapku girang.
"Srakk..Srak..." Suara pembungkus kertas yang dibuka oleh Bibi Carla. Mataku terpaku, saat Bibi mengeluarkan gaun warna merah muda keunguan, warna yang terang tetapi terlihat lembut. Di setiap lekukannya terdapat renda yang dihiasi batu kristal berwarna perak keunguan. Tidak lupa juga, Bibi memberikan sentuhan pita berwarna merah muda dengan ukuran yang lumayan besar pada bagian belakang gaun ini, "Indah sekali." Pandanganku tak lepas dari gaun yang dipegang Bibi.
Bibi Carla mendekatiku "Kenakanlah, Bibi baru saja selesai menjahit gaun ini....pasti kau terlihat cantik saat memakainya." Wajah Bibi tersenyum penuh bangga.
Tanpa basa-basi langsung kuraih perlahan gaun yang diberikan Bibi Carla untukku. Kusentuh dengan penuh perasaan terharu.
"Bibi Carla, baik sekali padaku ! Bagaimana aku membalasnya !" Seruku, sambil memeluk gaun itu.
"Benar, kata Istriku.... kau pasti cocok menggenakannya. Apalagi Bibimu sendiri yang menjahit untukmu" Paman menimpali dari kejauhan.
Saat itu juga berkali-kali aku mengucapkan terima kasih pada Bibi Carla juga Paman Rushell. Beruntung sekali, bertemu dengan orang baik dan menyayangiku sepenuh hati. Dikala orang tuaku sudah tiada, mereka yang baik padaku kuanggap sebagai Orang tua dan saudara sendiri.
Langkahku berputar-putar setengah menari sambil
memeluk gaun indah ini, bertanya pada Bibi Carla "Kapan Asoka bisa memakai gaun seindah ini yaa Bibi ? karena untuk mengenakannya, harus ada acara yang khusus kan... hehehe."
Bibi Carla tersenyum dan menggenggam tangan kananku, "Maaf ya Asoka, Bibi baru mengatakan hal ini padamu.. Sebenarnya ada undangan pesta dansa di Kerajaan Amoris. Sengaja Bibi menjahit gaunmu dua minggu sebelum diadakan pesta tersebut. Dan untuk acaranya diadakan besok pukul 08.00 malam. Apakah kau mau nak, menemani Bibi ke pesta dansa di kediaman Kerajaan Amoris?" Bibi Carla menjelaskan dengan raut wajah memohon.
"Ohh tidak...!!!" Batinku.
Bagaimana mungkin, seandainya aku menyetujui ajakan Bibi menemani undangan pesta dansa di Kerajaan Amoris. Bisa saja aku bertemu dengan Pangeran Lucas.
Kulirik Paman Rushell dengan mimik yang memelas, berharap Paman Rushell bisa membantuku. Sebab Paman tahu pasti bahwa aku tidak ingin ke Kerajaan. Apalagi kalau sampai, sang Pangeran itu sendiri yang melihatku di Kerajaannya.
"Ada apa Asoka? apakah kau tidak mau?? Bibi sedih sekali." Ucap Bibi Carla tiba-tiba sambil menarik tangan kananku, lagi.
Kelihatannya Paman Rushell juga kebingungan. Sebab dari pengamatanku selama berkerja disini, Paman tidak pernah sekalipun membuat Bibi bersedih dan tidak ingin membuat kecewa Istri satu-satunya yang Paman sayangi.
"Ouhhh, baiklah... Aku tidak tega melihat Bibi Carla yang sudah susah payah membuatkanku gaun seelok ini." pikirku lagi dalam hati.
Aku meletakkan gaun yang kupegang sejak tadi dengan tangan kiriku di atas sofa.
"Baiklah Bibi, aku tidak ingin membuat Bibi kecewa... dengan senang hati akan kutemani Bibi Carla ke pesta dansa besok malam." Kataku sambil tersenyum hangat pada Bibi.
Bibi Carla kelihatan bahagia sekali, senyum lebarnya menghiasi wajah cantiknya. "Besok Bibi, akan menjemputmu pukul 07.00 malam tepat sayang." Lanjut bibi menjelaskan sembari melipat gaunku dan memasukkannya ke dalam kotak berwarna putih.
"Asoka akan menunggu kedatangan Bibi !" Ucapku lagi dengan hati sedikit khawatir.
Kulirik lagi Paman Rushell, raut wajah Paman kini dari kejauhan tampak lega, Mungkin karena aku membuat hati Bibi Carla senang dan tidak mengecewakan permintaannya.
"Hufffttt...." Aku menarik nafas panjang dan membuangnya.
Semoga besok malam baik-baik saja, dan berjalan tanpa ada hal yang menyakitkan seperti kejadian pagi tadi.
*****
# Di kediaman Kerajaan Amoris
Sepulang dari rapat besar balai kota.
"Brakkkkk !!!! Brakkkk !!!!!" Pangeran Lucas menendang pintu kereta kudanya sampai terbelah menjadi dua bagian.
"Sial !! Cepat, panggilkan pengawal lainnya Luke !! suruh mereka singkirkan kereta ini !!" Teriak Pangeran Lukas, meninggalkan kereta kuda yang Pangeran naiki.
Pangeran Lukas bergegas masuk kedalam istana, tidak sengaja bertemu dengan Ibundanya yaitu Ratu Berlian.
"Anakku, ada apa... apa yang membuat hatimu kacau seperti ini?" Suara Ratu Berlian begitu lembut.
"Hasil rapat di balai kota kali ini sungguh memuakkan Ibunda Ratu, disebabkan ada hal terselubung dibalik pengerjaan rel kereta api bawah tanah. Sang Raja dan para Antek anteknya ingin membuatnya untuk mata-mata Kerajaan Burton, dan menyerang saat mereka lengah !!, itu sama sekali tidak adil Ibunda." Cecar Sang Pangeran.
Pangeran Lucas hanya bisa duduk termenung lesu. Menatap ukiran di lantai yang Dia pijak sedari tadi.
Ibunda Ratu sang Pangeran berjalan menuju Putranya. Dan menyentuh dengan hati-hati rambut pangeran yang menjuntai panjang berwarna merah kehitaman dengan lembutnya.
Pelan-pelan raut marah pada wajah Pangeran memudar.
Ditatapnya sang Ibunda dengan pandangan lembut sang Pangeran, lalu berkata "Sejujurnya Aku tidak ingin berperang dengan negara lain, yakni Kerajaan Burton wilayah timur wahai Ibunda Ratu. Mengapa Ayahanda sang Raja, selalu menambah permusuhan yang hanya memperebutkan kekuasaan ?" Tanya Pangeran Lucas dengan nada penuh kesedihan.
"Padahal kalau dipikir, sudah banyak negara kerajaan lainnya yang Ayahanda klaim sebagai bagian kerajaan Amoris. Apakah Ayahanda belum puas dengan semua itu?" Lanjut Pangeran Lucas penuh sesal.
Sang Ratu hanya bisa mengelus dada dan mengeryitkan dahi. Ratu Berlian turut bersedih dengan apa yang ditanyakan Pangeran Lucas olehnya. Beliau paham benar apa yang dirasakan oleh anak tercintanya sang Putra Mahkota, penerus Kerajaan Amoris selanjutnya.
Ratu Berlian menghampiri Pangeran Lucas, dan memeluknya. "Sabarlah, sampai saat nanti Engkau sudah naik takhta wahai anakku ! Rubahlah..jadikan negara yang kau pimpin nanti menjadi sejahtera dan tidak ada dampak yang menyedihkan bagi rakyat jelata di negara ini yang disebabkan oleh Perang antar kerajaan demi memperebutkan kekuasaan." kata Ibunda sang Pangeran dengan suara sedikit bergetar.
"Dan.. jalinlah kerja sama yang baik antara kerajaan lainnya. Carilah teman sebanyak mungkin, nak !" Sambung Ratu Berlian menatap wajah anaknya dengan mata berkaca-kaca.
Sang Pangeran memeluk Ibunda Ratu dengan erat, Dia tidak mau membuat Ibundanya menjatuhkan air mata dihadapannya.
Pangeran Lucas sudah lelah menghunuskan pedang yang selama ini menjadi saksi bisu atas kebrutalannya dalam berperang. Hanya untuk memperebutkan wilayah kekuasaan demi keuntungan dan kesenangan Sang Raja, yaitu Ayahandanya sendiri.
*****
# Di kediaman rumah Jed
Malam ini langit begitu cerah, seperti biasanya Jedd membantu Ibunya menyiapkan makan malam untuk diberikan kepada Asoka, teman masa kecilnya.
"Ibu.. terima kasih, menerima permintaanku yang merepotkan. Ibu harus memasak setiap malam untuk Asoka" Ucap Jedd dengan wajah tersipu.
Ibu Jedd tertawa terbahak-bahak, dan berkata "Hahahaha, Kau ini nak ! Tanpa disuruh pun, Ibu memang sangat ingin memasak makan malam untuk Asoka ! Toh, gadis itu sudah Ibu anggap seperti putri ibu sendiri..."
Jedd nampaknya sangat senang sekali dengan jawaban Ibunya.
Sesungguhnya Jedd sudah menyimpan rasa terpendam pada Asoka sejak lama, akan tetapi Jedd berusaha menutupinya sebisa mungkin. Dia takut jika Asoka mengetahui perasaannya, akan menghancurkan persahabatan yang mereka jalin selama ini.
"Nah, sudah siap semuanya ! Aku pergi mengantar makanan ini dulu Bu." Kata Jedd menuju pintu.
"Hati-hati ya nak...jangan sampai keliru masuk rumah orang ! saking grogi bertemu dengan Asoka !" Ledek Ibu Jedd menahan tawa.
Jedd yang mendengar ledekan Ibunya itu, langsung buru-buru meninggalkan rumah. Lagi-lagi dengan wajah memerah.
*****Bersambung******