Chereads / MUSHAF MUSYAFIR 'SUMENEP' / Chapter 11 - DO'A GUNCANG LANGIT

Chapter 11 - DO'A GUNCANG LANGIT

Terimah kasih Ya… Rob, kau talah mengembalikan ibu padaku. Meskipun aku harus kehilangan sekolahku. Hanya pertolanganmulah yang ku harapkan.

Ya… Allah wahai tuhanku. Kumuhon padamu. Jadikanlah hambamu ini, yang sering melakukan perbuatan neraka dan mengharapkan surgamu. Dan yang selalu mendustaimu dalam perjalan hidup yang serba semu ini. Jadikanlah orang yang berguna bagi bangsa dan Negara. Serta berikanlah pulah hambamu yang selalu mengelu terhadap qada dan qadar, yang kadang pesimis terhadap perencanaan-Mu. Berikanlah kesempatan untuk membahagiakan kedua orang tua. Yang telah menjadi perantara kehidupanku di dunia.

Sesuguhnya engkaulah Dzat yang Maha Mendengar, apa yang tak dapat ku dengar. Engkaulah Dzat yang dapat melihat, apa yang tidak dapat aku lihat.

Engkau pulalah Dzat yang Maha Mengetahui, apa yang tak dapat ku ketahui. Engkaulah yang menciptakan sirkulasi air dari bumi naik kelangit, dan turun lagi kebumi untuk membasahi hati yang kerontang sepertiku.

Ya Rob, kupersembahkan air mata sujudku hanya untuk-Mu. Ampunilah segala dosah-dosahku. Ya Rob, selamatkanlah hambamu ini dari kebodohan dan kehinaan. Air matanya pun basah di atas sajadahnya.

Berikanlah hambamu ini pengecap rasa, agar dapat mencicipi madu dalam racun yang kau ciptakan. Butakanlah mataku ya, Rob, dari kemaksiatan. Tulihkanlah telingku dari bisikan syetan. dan bisukanlah mulutku dari kedustaan. Ku persembahkan cinta sejatiku untuk-Mu, Aamin.

Langit terbelah menyaksikan lantunan Do'a yang begitu murni. Malaikat di atas berseru 'Amiin', sepanjang Do'a yang di panjadkan.

Selesai mengutarakan isi hatinya pada yang mencitakan. Lubang yang menganga di lubuk hati kembali tertutup. kini wajahnya tambah berseri.

***

Hari-hari berjalan seperti biasanya, cemohan tetangga tentang nasib ku yang tak mampu melanjutkan sekolah, dan bekerja layaknya seorang perempuan sebagai pembantu rumah tangga. Seperti halnya memasak dan mencuci pakayan guruku sekeluarga. Dipandang merendahkan martabat seorang laki-laki. Oleh sebagian besar tetanggaku.

Di dalam dunia yang terang dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, aku terkungkung dalam keterbatasan ekonomi. Perogram pemerintah yang mewajibkan warganya belajar Sembilan tahun, tidak teralesiasi dengan mulus. Sebab negeriku masih menggunakan sistem dinasti.

Warga Indonesia sebagian besar masih berada dibawah garis kemiskinan. Sulitnya hidup ini ku ratapi sendirian. Ibu tempat keluh kesahku tidak ada disampingku. Kalau malam datang, hatiku sangat senang. Karena disitulah aku dapat bercanda ria dengan kawan-kawan. Untuk sekedar menghilangkan penatnya dalam menghadapi jalan kehidupan yang begitu terjal.

Siang adalah musuhku, matahari tak mau mendengarkan curhatku. Hanya buku harian yang tak pernah mengelu, dan tak penah mengenal waktu. Tak pernah lelah menampung jejak perjalanan hati yang tak pernah terkotori oleh debu korupsi.

this is my life.

Seorang anak petani yang hidup di pedalaman pulau Madura. Dan terdiskriminasikan oleh lingkungannya, hanya karena tidak memiliki nasib baik seperti teman-teman sebayanya.

Penyesalan yang ada di hatiku bukan karena aku terlahir sebagai orang miskin. Tetapi mindset penghuni lingkungan tempat tinggalku yang takmampu melihat masalah dari segala arah sudut pandang. Sehingga bukanlah kritik yang keluar dari mulutnya, melainkan hinaan dan cacian yang melukai hati yang tak pernah terkotori oleh debu korupsi.

Serta pembunuhan karakter terhadap generasi bangsa. Jika orang yang tidak memiliki pendirian tinggi dan prinsipsitas. Hidup ditempat tingalku, niscaya dia akan hidup layaknya layangan, yang selalu mengikuti arus mata angin pembicaraan.

Hingga anak manusia tersebut tak menemukan kemana kapal kehidupannya akan dilabuhkan. Memang dalam kehidupan yang semu ini, kita tidak akan pernah menemukan yang namanya keadilan sejati. Namun paling tidak, kita harus memiliki prisip agar diri kita tak gampang tersugesti oleh sebuah ideologi orang lain.