Chapter 40 - Pindah Ke Rumah Presdir

Siang telah berganti petang. Lisa dan Oscar berhenti di depan pintu gerbang sebuah hunian yang memanjang ke segala arah, warnanya putih bersih tampak menyatu sempurna dengan bangunan lain di sekitarnya.

Dari balik pintu megah, muncul seorang wanita paruh baya mengenakan pakaian layaknya asisten rumah tangga. Wanita itu menyambut kedatangan Lisa dengan hangat. Ia membungkuk dan memberi salam.

"Selamat datang kembali Pak Oscar, nona cantik ini pasti nona Lisa? Perkenalkan saya Ibu Rusminah, asisten rumah tangga keluarga Petersson."

Lisa menyapanya balik. Wanita itu membawakan koper Lisa. "Mari ikut saya nona!"

Lisa mengikuti Bu Rusminah, Oscar berjalan bersamanya di belakang, melewati koridor berubin indah. Rumah Oscar tidak tampak layaknya rumah mewah pada umumnya. Seluruh dindingnya berwarna putih bersih dengan aksen abu – abu dan hitam. Di tiap ujung ruangan terdapat setidaknya satu hingga dua perabot minimalis. Di tengah ruang tamu tedapat sebuah meja bundar dengan satu vas bunga berbentuk persegi, sangat sederhana. Di taman dalam terdapat kolam renang berwarna biru gelap lengkap dengan sebuah bar.

Lisa belum pernah melihat rumah yang tampaknya sederhana namun dalam waktu bersamaan juga mewah, seperti hunian Oscar ini! Ia melihat – lihat ke seluruh penjuru ruangan dengan takjub. Pria ini jelas berselera tinggi pikirnya!

Ruangan yang Lisa tuju kelihatannya adalah kamar tamu. Bagian dalamnya tampak modern dan mewah sama seperti bagian rumah Oscar lainnya. Terdapat sebuah jendela lebar yangseluruhnya terbuat dari kaca,meghadap ke kolam renang.

"Malam ini kamu tidur di kamar tamu dulu. Setelah kita resmi menikah, barulah kamu bergabung satu ranjang denganku. Aku sih tidak keberatan sebenarnya jika malam ini kamu tidur bersamaku," jelas Oscar dengan sedikit nada menggoda.

"Tidak, aku di sini saja. Aku masih belum terbiasa satu ranjang denganmu Oscar." Bibir Lisa berkedut, ia mengalihkan pandangannya ke tembok di sisi kanannya.

"Tidak masalah, yang jelas nanti malam kamu harus ikut bergabung makan malam denganku di lantai bawah. Jika kamu membutuhkan sesuatu, Bu Rusminah akan siap membantumu. Tinggal tekan tombol merah di dekat pintu saja. Apakah mengerti sampai di sini?" Pria itu bersandar di ambang pintu dengan tangan tersilang.

Lisa mengangguk, tidak menatap mata Oscar.

"Bagus, sampai jumpa di ruang makan pukul tujuh malam!" Oscar berbalik badan dan pergi meninggalkan kamar tamu.

Bu Rusminah meletakkan koper Lisa di pojok ruangan. Wanita paruh baya itu kemudian menunduk dan berkata, "Kalau nona Lisa butuh apa – apa jangan sungkan panggil saya ya? Jangan takut, pak Oscar memang tampak luarnya saja yang dingin! Hatinya lembut seperti sutera!"

"Iya bu, tenang saja. Saya mau istirahat dahulu." Lisa merebahkan tubuhnya yang lelah ke atas kasur lembut. Seumur hidup baru kali ini Lisa merasakan kasur berbahan bulu angsa. Sangat nyaman. Ia pun tertidur dalam sekejap!

***

Pukul tujuh malam. Lisa masih tertidur lelap di kasur barunya. Bu Rusminah datang mengetuk pintu kamar itu dengan lembut.

"Nona Lisa! Makan malam sudah siap. Pak Oscar sudah menunggu di bawah!" ujar Bu Rusminah lantang.

Beberapa saat kemudian Lisa mulai terbangun dari tidur nyenyaknya. Belum pernah ia tidur senyaman ini seumur hidupnya. Orang kaya mah enak hidupnya pikir Lisa.

Lisa beranjak dari kasurnya dan segera melangkah ke kamar mandi. Seperti dugaannya, kamar mandi itu sangat luas. Terdapat sebuah bathtub putih terbuat dari porselen dan satu shower. Wastafelnya pun tidak kalah modern dengan keseluruhan perabot di rumah itu, cukup dekatkan tangan ke sensor air langsung mengalir otomatis dari keran. Lisa terpana melihat kecanggihan yang tersaji di depannya. Ia membasuh wajahnya dan mengganti pakaiannya dengan gaun putih sederhana.

Wanita itu menuruni anak tangga dan segera bergabung dengan Oscar di ruang makan. Lisa menyapu sosok Oscar yang tengah duduk bertopang dagu. Pria itu sungguh menawan meski hanya mengenakan jubah tidur. Rambut ikal emasnya dibiarkan sedikit berantakan. Malam itu Oscar tampak seperti seorang bintang iklan perawatan rambut.

"Hai sayang, silakan duduk." Pria itu membalikkan telapak tangannya.

Tak lama setelah Lisa duduk, hidangan pembuka pun tiba. Disusul dengan segelas wine. Lisa benar – benar serasa dimanjakan oleh Oscar. Belum pernah ia merasakan makan malam dengan hidangan pebuka seperti yang saat ini ia nikmati. Benar – benar luar biasa.

"Semoga kamu betah di rumahku ini sayang. Kamu tidak akan kelaparan jika tinggal bersamaku, aku jamin seratus persen!" ucap Oscar. Pria itu meneguk wine dengan perlahan, memutar gelasnya dan menatap Lisa lekat – lekat.

"Terima kasih atas kebaikanmu Oscar, aku sangat berhutang budi kepadamu."

Pria itu menyeringai. "Satu - satunya yang bisa kau lakukan untuk balas budi hanya satu, menjadi istriku."

Di sela – sela perbincangan, seorang pelayan membawakan hidangan utama. Lisa terkesima melihat betapa mewahnya hidangan utama malam ini!

Steak daging rusa dengan kentang rebus. Makanan yang tidak biasa untuk Lisa. Wanita itu mencicipi hidangan asing itu dan senyum terpampang di wajahnya. Lagi – lagi, belum pernah ia merasakan kenikmatan hidangan orang kaya seperti ini!

"Aku senang melihatmu bahagia dengan apa yang kuberikan, Lisa." ucap Oscar sembari memotong steak di piringnya.

"Bagaimana aku tidak senang Oscar, ini benar – benar mewah!" ujar Lisa kegirangan. Ia melahap hidangannya dengan nikmat.

"Jadi bagaimana, besok apakah kau siap sayang?"

Lisa nyaris lupa esok adalah hari terpenting bagi dirinya. Besok ia akan menikah dengan presdir Petersson Communication! Sejenak Lisa berpikir bahwa pilihannya itu agak sedikit gegabah, tetapi tidakkah pilihan itu jauh lebih baik daripada menggugurkan kandungannya?

Sempat terlintas dalam benak Lisa, Oscar menikahi Lisa semata – mata karena ingin melindungi anaknya yang belum lahir. Tiba – tiba saja pikiran itu berkecamuk, menakuti dirinya. Bagaimana jika pikiran itu benar?

"Oscar," tanyanya lirih. "Sesungguhnya aku tidak yakin kamu menikahiku karena kamu benar – benar cinta kepadaku.."

"Apa yang kau bicarakan Lisa? Tentu saja aku mencintaimu! Lihatlah apa yang sudah kuberikan selama ini!" jelas Oscar mencoba meyakinkan.

Bukannya tidak yakin, tetapi bahkan Oscar baru sekali bertemu dengan Ibunya. Jika bukan karena janin yang dikandungnya, Lisa yakin Oscar tidak akan mengajaknya menikah secepat ini.

Namun Lisa bisa apa? Jika ia tidak menikah dengan Oscar, nama baiknya akan tercoreng di mata masyarakat yang ada di sekitarnya. Lebih parah lagi, masa depan anak yang dikandungnya bakal suram!

Lisa meletakkan garpu dan pisau di atas piring, menyilangkannya dengan rapi. Ia tidak berkata apa – apa setelah makan malam. Lisa kembali ke kamarnya dan tidur.

Besok ia harus mengikat janji suci dengan Oscar!