Karina terpekik kaget melihat pemandangan tidak senonoh itu. Ini kedua kalinya Karina memergoki Lisa yang tengah menggoda Oscar di jam kerja. Ada sedikit rasa iri di dalam hati Karina melihat wanita yang menurutnya kampungan seperti Lisa mampu menggoda seorang pria asing yang tampan dan menawan seperti Oscar.
Mereka bertiga mendadak diam satu sama lain. Lisa kemudian turun dari meja Oscar, panik. "Karina! Ini tidak seperti yang lo liat!"
Oscar merapikan kerah bajunya yang berantakan. "Karina! Kau harusnya mengetuk pintu terlebih dahulu baru masuk!"
"Maafkan saya Pak, tetapi melihat perempuan jalang ini duduk di meja bapak membuat saya geram!" seru Karina sambil menunjuk ke arah Lisa. "Ini tidak bisa dibiarkan Pak!"
"Apapun alasanmu, kamu sudah mengganggu privasi! Saya tidak bisa menerima sikapmu yang tidak punya tata krama ini Karina!" Oscar mengacungkan telunjuk dengan geram ke wajah Karina.
"Jadi apa urusanmu kemari Karina? Saya berharap kamu punya alasan kuat untuk datang seenaknya kemari tanpa mengetuk pintu!" ucapnya tajam. Raut wajahnya mendadak menjadi dingin seketika.
"Begini Pak, saya cuma mau memberikan laporan pemasaran ini untuk Bapak periksa." Karina menyodorkan map kepada Oscar dengan sedikit gemetaran. Tidak ia sangka pula presdir baru perusahaan tempat ia bekerja mampu membuatnya bergidik. Dahulu, waktu Peter, ayah Oscar masih menjabat sebagai presdir di Petersson Communication, Karina tidak pernah sedikitpun gugup apalagi takut menghadapi pria tua yang murah senyum itu. Ternyata msekipun punya hubungan sedarah, sifat mereka sangat bertolak belakang!
"Baik akan saya periksa nanti. Kalau tidak ada urusan lain, silakan kembali ke ruanganmu!" ucapnya dingin sambil tangannya mengisyaratkan Karina untuk pergi.
"Baik Pak, terima kasih." Karina menunduk dan membalikkan badan. Sesaat sebelum ia membuka pintu, Karina menoleh ke arah Lisa dan berkata, "Kamu boleh lolos kali ini Lisa! Tetapi ingat, seluruh kantor akan tahu soal ini!"
"Dasar perempuan jalang! " ejek Karina dalam hati.
"Lisa, kamu jangan khawatir. Soal pegawai yang satu itu, sudah saya urus. Sampai dia berani macam - macam denganmu, namanya akan langsung dicoret dari daftar pegawai Petersson Communication!"
"Terima kasih Pak, namun omongan Karina ada benarnya juga. Kita tidak seharusnya bercumbu di jam kantor. Sangat riskan Pak!"
"Kamu tenang saja Lisa, besok saya pastikan pintu ruangan ini terkunci. Saya sendiri tidak menyangka manajer muda berprestasi seperti Karina mengabaikan sopan santun yang sangat mendasar!"
"Kalau begitu Pak, saya izin kembali dengan agenda yang belum selesai saya susun."
Siang itu jadwal Lisa sangat padat. Tak lain halnya Oscar yang juga sama - sama sibuknya dengan pekerjaan barunya sebagai presdir. Ternyata menjadi seorang sekretaris lebih melelahkan daripada menjadi manajer pikir Lisa. Besyukur ia masih diberi kesempatan untuk bekerja meskipun sangat tidak lazim. Sejenak Lisa melamun, jadi presdir enak mungkin ya pikirnya.
Di selal - sela pekerjaan, seseorang mengetuk pintu ruangan presdir. Oscar kemudian mempersilakannya masuk. Pria itu sedikitl lebih tinggi dari Oscar. Rahangnya sangat kotak dan kokoh. Postur tubuhnya sangat tegap dan langkah kakinya mantap. Pria itu mengenakan kacamata hitam meski di dalam ruangan, menambah kesan misterius dan mengintimidasi.
"Permisi Pak Oscar, anda memanggil saya?" tanya pria itu dengan suara paraunya.
"Kenalkan Lisa, ini Dani Sihotang. Asisten pribadi saya. Kamu pasti sudah pernah bertemu dengannya di ruang departemen keuangan." Oscar menepuk pundak Dani.
"Selamat siang nona Lisa," sapanya ramah. Meski pria ini sangat tinggi, bertubuh kekar dan berwajah sangar, suaranya sangat lembut dan sopan.
"Dani akan menjaga dan memantau segala kegiatan yang kamu lakukan di kantor ini. Saya tidak yakin kantor ini aman dari orang - orang tidak bertanggung jawab yang mencoba untuk mengusikmu."
Dani menjabat tangan mungil Lisa. Tangan pria itu sangat besar, hampir menutupi seluruh telapak tangan Lisa. Jika dihadapkan pada sebuah kejadian sulit, Lisa lebih memilih untuk tidak berurusan dengan pria kekar yang ada di depannya ini. Beruntung pria kekar dan sangar ini menjadi penjaganya selama ia di kantor.
"Nona Lisa jika butuh bantuan seperti minta diantar pulang, silakan hubungi saya saja." Dani menyodorkan kartu nama kepada Lisa. "Nona tidak perlu sungkan - sungkan dengan saya."
"Terima kasih Pak Dani! Mungkin nanti saya pulang naik busway saja, seperti biasa."
"Baiklah kalau begitu saya permisi dulu." pria itu berbalik badan dengan langkah mantap.
"Naik busway?" tanya Oscar dingin. "Dengan rok sependek itu kamu berani?"
"Tadi pagi saya kemari naik busway juga, tidak terjadi apa - apa."
"Lisa, saya tidak mau anda pulang naik busway malam ini. Apalagi nanti kamu pasti pulang malam! Tidak aman!"
"Pak saya bisa menjaga di--"
"Kamu nanti pulang diantar Dani!" ujar Oscar lantang dan tajam.
Lisa mengangguk pasrah seperti biasanya. Posisinya sebagai sekretaris membuatnya sulit untuk melawan segala perintah dan permintaan si presdir. Sejenak Lisa berhenti mengetik, ia rindu bekerja di departemen keuangan bersama dengan Adien. Rasanya dahulu pekerjaannya lancar - lancar saja sekalipun masalah akan selalu hadir menghiasi hari - harinya.
Lisa teringat akan ibunya yang sakit dan adiknya yang masih duduk di bangku kuliah. Jika bukan karena mereka berdua, Lisa sudah meninggalkan kantor itu. Tetapi jika dipikir kembali, mencari pekerjaan baru juga sulit di masa ini. Lisa tidak punya pilihan lain selain bertahan. Air mata mulai menetes dari matanya.
Oscar yang mendegar isak tangis Lisa langsung bangkit dari kursinya, melangkah mendekatinya.
"Lisa, kamu kenapa?" tanyanya lembut seraya mendaratkan tangan di pundak Lisa.
"Tidak apa - apa Pak, masalah pribadi..."
Wajah Oscar sekejap menjadi memelas melihat wanita berkulit kuning langsat itu. Belum pernah ia melihat Lisa menangis terisak seperti ini. Tangannya membelai lembut rambut wanita itu. Sangat lembut dan berkilau, warnanya hitam seperti batu obsidian. Air mata masih bercucuran di pipi Lisa dan Oscar menyeka pipinya yang basah itu.
"Kau mau istirahat dulu sayang?" tanya Oscar lirih.
"Tapi pekerjaan saya belum selesai Pak."
"Sudahlah istirahat dahulu, kau tampak lelah."
Lisa memutar kursinya dan memeluk pria itu. Tidak disangka Lisa yang tadinya bergidik ketakutan berhadapan dengan Oscar kini menginginkan pria itu untuk menemaninya. Ia hanya ingin memeluk pria itu sepanjang hari. Sesaat Lisa berubah pikiran, persetan dengan pekerjaan. Ia hanya ingin Oscar menenangkan jiwanya yang terusik.
Oscar mengunci pintu ruang presdir dan kembali merangkul wanita malang itu. Ia duduk bersimpuh di depan Lisa seraya menarik kedua tangan lisa yang halus itu. Dibelainya kedua tangan Lisa, Ia berharap dengan begini Lisa dapat sedikit lebih tenang.
Perlahan ia mendekatkan bibirnya ke bibir Lisa dan mengecupnya. Lisa bahkan tidak menolak sama sekali! Lisa membuka mulutnya membiarkan bibir sensual Oscar menekan bibirnya dan mengulumnya.
"Lisa, maukah kau?"
Tanpa basa - basi, Lisa mendorong Oscar hingga terbaring di atas lantai berkarpet. Ia melucuti kemeja putihnya dan melemparnya ke sembarang arah. Lisa kini duduk di atas tubuh Oscar. Di balik jas biru tua dan kemeja putin itu terdapat tubuh atletis yang menggoda. Lisa melucuti jaket dan membuka kancing kemeja Oscar dengan beringas. Entah apa yang merasuki Lisa siang itu, tetapi ada dorongan dari dalam diri Lisa yang menginginkan Oscar untuk menjamahi tubuh indahnya.
Oscar yang terbaring ditindih oleh Lisa tersenyum nakal, seperti serigala kelaparan yang akhirnya mendapatkan mangsa. Pria itu membantu Lisa membuka kait bra. Tangannya mulai menjamah payudara Lisa yang ranum.
Lisa mengerang lirih. Menjaga agar orang yang berlalu lalang di luar ruangan itu tidak mendengarnya. Lelaki itu memejamkan mata. Lisa bisa memandang Oscar dengan leluasa dari posisinya sekarang. Tubuh pria itu gemetar.
Perlahan tapi pasti, Lisa mengecup leher pria itu kemudian turun ke dada bidang Oscar dan mengecup perutnya yang kencang dan atletis. Jemari lentik Lisa membuka resleting celana yang dikenakan Oscar kemudian menyentuh kejantanan pria itu.
Yang benar saja, kejantanan pria itu sudah menegang. Tanpa basa basi, Lisa menenggelamkan kejantanan pria itu ke dalam dirinya. Lisa menggerakkan pinggulnya naik turun, semakin lama semakin cepat.
"Oh Lisa, faster!" erang Oscar. Suaranya berat dan seksi membuat Lisa semakin bergairah dalam permainan cintanya. Lisa tidak mengeluarkan sepatah kata pun kecuali erangan nikmat.
"Do you like it Oscar?" Lisa memijat kejantanan pria itu dengan dinding kewanitaannya. Semakin erat cengkeraman itu, semakin Lisa mendesah nikmat.
Oscar sudah tidak tahan lagi, ia melepaskan benihnya ke dalam tubuh Lisa. Keduanya sama - sama tergeletak kewalahan dan puas.
Sambil mengenakan pakaian dalamnya kembali, Lisa berbaring di samping Oscar yang terengah - engah. Oscar masih memejamkan matanya, ia tersenyum puas telah dimanjakan oleh sekretaris pribadinya. Sejenak, lisa terdiam. Ada sedikit rasa menyesal di dalam benaknya.
"Sungguh gue cewek goblok," ucapnya dalam hati.