"Ibu..." Gabby menyambut ibunya dengan senyuman tipis.
Agnes sudah hafal dengan taktik anaknya itu, jadi dia tidak akan mengasihaninya. Agnes mengamati wajah dan tangan Gabby yang dipenuhi oleh lumpur. Belum lagi rambutnya yang sedikit basah dan terkena lumpur.
"Gabby! Apa yang kamu lakukan?" Agnes dapat merasakan wajahnya memerah.
Gabby menggigit bibir bawahnya dan mengalihkan pandangan dari ibunya. Saat Gabby ingin membuka mulutnya untuk menjawab ibunya, Michael berdiri di hadapannya. Laki-laki itu menundukkan kepalanya dan meminta maaf.
"Tante, maafkan saya. Tadi kami bermain bola basket sebentar dan saya mengajak Gabby untuk bermain lumpur." Michael menengadahkan wajahnya, "Saya tahu ini kekanak-kanak an cuman saya benar-benar ingin main lumpur."
Agnes mengedipkan matanya beberapa kali lalu tersenyum tipis. Bagaimana bisa dia menyalahkan calon menantunya? Agnes menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa-apa! Tante bangga kalau kamu tidak takut kotor." Seru Agnes.
Mulut Gabby menganga saat mendengar jawaban ibunya. Anaknya itu siapa? Dia atau Michael? Seakan-akan ibunya berubah seperti kucing saat dia berbicara dengan Michael.
Agnes memiringkan kepalanya lalu menangkap mata Gabby, "Ayo pulang, besok sekolah."
Gabby menganggukan kepalanya dengan cepat, "Ah, ya tentu saja bu."
Saat Gabby berjalan menjauh dia merasakan ada yang memegang pergelangan tangannya. Perempuan itu menoleh dan melihat wajah khawatir Michael. Laki-laki itu menyodorkan botol minumnya.
"Ini," Gabby menerima botol itu, lalu Michael melanjutkan, "Besok pagi aku jemput ya?"
Belum sempat Gabby membalasnya, dia dapat mendengar tawa bahagia ibunya. Gabby menoleh dan melihat ibunya sedang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Remaja yang sedang jatuh cinta itu memang berbeda ya." Goda Agnes.
Michael menggigit bibir bawahnya lalu mengalihkan pandangannya. Laki-laki itu mengusap leher belakangnya lalu berpamitan untuk pulang, "Saya pulang dulu," Laki-laki itu menundukkan kepalanya, lalu melihat Gabby, "Sampai jumpa besok."
"Sampai jumpa!" Balas Agnes.
Saat Michael sudah menjauh dari mereka, Agnes mengangkat alisnya, "Besok berdandan yang rapi."
"Apa sih bu." Gabby jalan mendahului ibunya. Di belakangnya dia dapat mendengar gelak tawa ibunya.
--
Mata Gabby terbelalak kaget saat melihat guru matematikanya berbeda. Guru barunya terlihat ramah, senyuman hangat menghiasi wajahnya. Guru itu berdiri di depan kelas.
"Selamat pagi semuanya. Saya guru matematika kalian yang baru. Nama saya Grace."
"Bu, bagaimana dengan bu Tita?" Richard mengangkat tangannya.
"Oh kalau itu," Guru itu melihat sekeliling kelas, "Bu Tita mengeluarkan diri, untuk alasannya saya tidak tahu."
Selesai mendengar jawaban guru itu, tidak lama kemudian kelas menjadi ricuh. Ada yang bertepuk tangan, ada yang menggebrak meja, bahkan ada yang berjoget dengan ria.
"Guru tidak waras itu sudah pergi!" Teriak Gabby dengan semangat.
"Hahaha, kita benar-benar beruntung!" Sahut teman sekelasnya.
Melihat murid-muridnya yang terlihat bahagia membuat Grace berpikir. Apa yang sudah dilakukan oleh guru sebelumnya? Sepertinya mereka benar-benar membenci Bu Tita.
"Dia sudah tidak ada!" Gabby menoleh ke Michael, wajahnya terlihat bahagia.
Melihat wajah Gabby yang terlihat cerah seperti matahari membuat Michael ikut bahagia. Laki-laki itu menganggukan kepalanya, "Ya, aku ikut senang."
Tidak lama kemudian terdengar tepuk tangan dari depan kelas. Michael mengalihkan pandangannya dan melipat tangannya di atas meja.
"Baiklah, ayo kita mulai pelajaran hari ini." Bu Grace berjalan ke arah papan tulis.
Bu Grace tetap memanggil mereka ke depan untuk mengerjakan soal di papan. Tapi berbeda dengan Bu Tita, dia tidak pernah memarahi mereka. Jika ada murid yang tidak bisa mengerjakan soal, Bu Grace akan mengajarinya dengan sabar.
Setelah pelajaran berakhir Bu Grace memberitahu kalau besok ada ulangan matematika. Hampir semua murid memprotes guru itu, tidak seperti Michael yang menganggukan kepalanya.
"Kalau kalian dapat nilai di atas 80 ibu akan memberikan cokelat!" Ujar guru itu.
"Hah? Yang benar bu?" Tanya Gabby.
"Iya, anggap saja ini sebagai semangat kalian." Jawab Bu Grace sambil melangkahkan kakinya keluar kelas.
Gabby menoleh ke tempat Michael duduk, "Lihat saja aku besok pasti akan mendapatkan cokelat."
Michael mengangkat alisnya, "Mau taruhan?"
"Nggak! Tapi lihat saja besok aku pasti makan cokelat!" Gabby menggelengkan kepalanya.
Michael tertawa kecil lalu mengacak-acak rambut Gabby, "Baiklah, nanti belajar yang rajin."
"Tentu saja." Gabby menghindari tangan Michael, "Jangan pegang rambutku!"