Chereads / 12 Stars for The Moon / Chapter 2 - Violet

Chapter 2 - Violet

Seorang pria bertubuh kecil dengan warna rambut coklat melangkahkan kakinya menuju tempat perjamuan siang itu. Dengan di dampingi teman satu kamarnya mereka saling bercanda bersama. Sesekali mereka menjadi tatapan siswa-siswi lain karena tawa mereka yang terlalu keras dan juga senyuman manis mereka.

Karena ini masih hari pertama mereka masih mengunakan baju bebas tanpa menunjukkan Zodiak masing-masing.

Tidak ada yang spesial dari mereka namun pertemanan mereka yang sudah ada sejak kecil membuat mereka begitu lengket.

"Hei.. Arsen, sampai kapan kau akan tersenyum bodoh seperti itu" tanya pria yang berada di sampingnya.

"Ini tuh senyuman paling manis kau bilang bodoh!" sahut Arsen dengan wajah cemberut.

"He.. he.., aku bercanda. Jangan marah oke" ucap pria itu merangkul bahu Arsen dengan santai.

"Jangan sentuh-sentuh, jijik tau!" sahut Arsen bertindak seakan tengah jijik padahal biasanya mereka tidak peduli.

"Dasar, kau itu selalu saja. Kalau kau begitu aku tidak punya teman terbaik lagi" sahut pria itu memelas.

"Siapa juga yang mau punya teman bodoh sepertimu" jawab Arsen datar, dia hanya tidak peduli akan rengekan pria yang mengaku temannya itu.

"Kau juga bodoh!" mendengar jawaban Arsen membuatnya kesal dan langsung mengatakan hal yang jelas akan menjadi sebuah masalah.

"Hei.. Jason, kau sungguh jahat" ucap Arsen langsung meninggalkan Jason yang tertawa puas akan reaksi sahabatnya.

"Aduh Arsen, maafkan aku.." sahut Jason mencoba untuk mengejar Arsen.

Karena terlalu fokus mengejar Arsen tanpa sadar Jason menabrak seorang pria yang berada di depannya. Pria itu terkejut bahkan dia langsung membersihkan pakaiannya yang sedikit berdebu karena jatuh.

"Saya minta maaf" ucap Jason namun pria itu hanya menatapnya datar.

Kedua pria itu langsung pergi meninggalkan Jason tanpa satu kata apa pun. Tapi berbeda dengan pria satunya yang terlihat melirik Jason merasa tidak enak.

"Menyebalkan!" ucap Jason pelan namun masih di dengar oleh pria itu.

Tanpa sepatah kata apa pun pria yang jatuh karena Jason itu langsung memukul rahang Jason membuat Jason tersungkur. Teman pria itu terkejut dan akan membantu Jason tapi sebuah teriakan dari arah depan membuat dia berhenti.

"Jason!!" teriak Arsen menghampiri Jason

"apa yang kau lakukan pada temanku" Arsen marah, menatap nyalang pada dua pria di hadapannya itu.

"Cih.. kau tanya padaku! Kenapa tidak tanya temanmu itu!" jawab pria itu acuh.

Arsen geram membantu Jason yang masih tersungkur di lantai untuk berdiri.

"Kau baik-baik saja?" tanya Arsen merasa khawatir paa sahabatnya itu.

"Aku oke"

Pria itu langsung pergi meninggalkan drama persahabatan mereka yang diikuti oleh temannya.

"Hei.. pria gila!!" ucap Arsen ingin menghampiri kedua pria yang meninggalkan mereka namun ditahan oleh Jason.

"Ini salah ku, Sen" sahut Jason membuat Arsen menghela nafas kasar.

Tring.. tring...

Suara bel perjamuan berbunyi tapi hal itu membuat Arsen menggerutu tidak jelas. Bahkan dia mengabaikan Jason yang pasrah ditarik olehnya.

"Kita mau kemana, aku tidak mau terlambat untuk makan" ucap Jason merasa bahwa Arsen menarik ke tempat yang jauh dari tempat perjamuan.

"Kau lihat lukamu itu! Sebaiknya kita sembuhkan dulu" kesal Arsen masih menarik Jason yang menggelengkan kepalanya.

"Sen, aku lapar" sahut Jason menatap Arsen yang menghela nafas kasar di depannya.

Jason tau bahwa Arsen belum makan sejak pagi karena terlambat bangun dan sekarang dia harus mengabaikan makan siang karena lebam di pipinya. Jason tidak tega melihat sahabatnya kelaparan.

"Kita makan dulu oke, masalah lebam nanti saja setelah makan" bujuk Jason dengan harapan Arsen akan mengabulkan permintaanya.

"Ah.. oke oke, ayo aku tidak mau lebammu semakin parah" akhirnya Arsen mengalah, menuju ruang perjamuan dengan cepat bersama dengan Jason.

Hanya perlu tiga menit untuk sampai di ruang perjamuan dan mereka menjadi pusat perhatian karena terlambat. Tapi bukan Arsen jika peduli tatapan mereka, dia memilih duduk tenang bersama Jason yang sudah makan lebih dulu.

"Rian" ucap temannya menatap pria yang dipanggil Rian itu datar "apa kau tidak merasa bersalah pada mereka" lanjutnya tanpa mengalihkan perhatiannya walau pria yang dia ajak bicara masih memakan makanannya dalam diam.

"Apa?" sahut pria itu tanpa mengalihkan perhatiannya sama sekali apalagi sampai melihat teman satu kamarnya itu, lebih baik dia makan itu pikirnya.

"Andrian, kau benar-benar gila!" kesal Azel merasa tidak percaya bahwa Andrian bisa setenang itu.

"Sudahlah lupakan. Buat apa aku merasa bersalah, dia yang mulai" ucap Andrian tidak peduli dengan pria yang dia pukul tadi.

"Aish..." kesal Azel melanjutkan makannya walau sesekali dia melirik temannya itu.

Andrian melirik sekitar hingga matanya saling menatap dengan teman pria yang tadi telah dia pukul. Tatapan tajam dari pria itu membuat Andrian juga ikut membalas tatapannya.

Cukup lama mereka saling bertatapan hingga bel makan siang selesai berbunyi membuat mereka tersadar.

"Apa yang kau lakukan sampai makan saja lama!" kesal Azel membuat Andrian mendengus kesal akan ucapan pria itu.

"Sudahlah diam saja kau!" sahut Andrian langsung meminum minumannya.

"Terserah, aku ada urusan bye" ucap Azel langsung meninggalkan Andrian membuat Andrian mau tidak mau langsung mengikuti Azel.

"Azel" teriak Andrian membuat banyak mata menatapnya kesal.

"Apa!?" ucap Andrian mendengus membuat mereka yang menatap Andrian langsung mengalihkan tatapannya.

"Siapa sih dia!? Menyebalkan" ucap Arsen membuat Jason menatapnya aneh.

"Kau kenapa Sen?" tanya Jason menatap Arsen yang marah-marah sendiri.

"Kita ke ruangan kesehatan sekarang" ucap Arsen menarik Jason tanpa menjawab pertanyaannya yang tidak mengerti akan sikap sahabatnya itu.

"Arsen" panggil seorang perempuan yang berlari kearah mereka.

"Jason kenapa?" tanya perempuan itu membuat Arsen menghela nafas.

"Seul, kau bisa mengobati lebam Jason kan. Aku ada urusan sebentar"

"Hei..!! Arsen" teriak Jason menatap kepergian sang sahabat.

Arsen mengikuti pria yang memukul Jason tadi tapi dia kehilangan jejak dan berakhir di depan toilet. Karena kesal dia berjalan tanpa arah hingga dia sampai di gedung belakang Sekolah.

Arsen menghentikan langkahnya, menatap hutan belakang Sekolah dengan seksama. Tidak ada yang aneh namun dia melihat sesuatu yang mengusiknya sejak menginjakkan kaki di sana.

Tanpa sengaja matanya menangkap sebuah bunga violet yang sangat aneh jika tumbuh di hutan sekolah seperti ini. Arsen menghampiri bunga itu, di tatapnya lamat-lamat bunga itu hingga dia mencium aroma Peppermint, Kayu Pinus dan Vanilla membuatnya mengalihkan pandangan.

Cahaya biru terang membuat matanya silau hingga tanpa sadar dia menutup wajahnya. Cahaya itu semakin terang membuat Arsen semakin sulit untuk melihat, bahkan aroma itu semakin pekat membuatnya pusing hingga kegelapan yang menguasai dirinya.