Chereads / Arla (Awal Akhir Hidup Sekolahku) / Chapter 7 - Buat Klub Sastra! (4)

Chapter 7 - Buat Klub Sastra! (4)

Di tengah lapangan sekolah yang panas ini aku berdiri dan hormat di depan tiang bendera karena terlambat sekitar 30 menit.

Baru kali ini aku terlambat dalam hari-hari sekolahku. Gara-gara begadang tadi malam aku menghabiskan sekitar 4 jam dari jam 1 dan aku hanya tidur 1 jam dari jam lima.

Berangkat ke sekolah dengan santai, Bahkan aku sudah memperkirakan ini bahwa aku akan terlambat dan yah tepat saja seorang satpam berbaju putih hitam menungguku di depan gerbang sekolah dengan wajah tajam yang menatapku dan langsung menyeret ku ke tengah lapangan dan menghukumku dengan panas terik matahari.

Yah..... ini mungkin salah satu pengalaman yang ingin aku rasakan, dan tidak akan pernah aku alami lagi.

Setelah menunggu sekitar 10 menit akhirnya aku masuk ke kelas.

Perlahan tanpa suara aku masuk, Pak Abu yang masih tetap tidur di kasur lantai nya, dan aku yang masuk hanya dengan mengucapkan permisi dan langsung duduk di tempat dudukku. Aku merasa mereka berdua langsung kaget setelah melihatku baru datang, ya siapa lagi kalo bukan Awan dan Roy, mereka sudah melirikku sejak aku masuk.

"Arla kenapa nih terlambat? Aku kira kau anak rajin." Tanya awan yang melihatku dengan wajah isengnya.

"Wah mas Arla, ini baru hari ketiga masuk sekolah mas. Jadi hati-hati." Terang Roy yang menyamarkan kata-kata Awan.

"Aku hanya kurang tidur dan bangun kesiangan." Jelasku datar pada mereka.

"Waduh mas, makannya jangan malem-malem tidurnya." Saran Roy padaku mulai mendinginkan sedikit tubuhku yang panas karena matahari.

"Makasih sarannya." Ucapku datar.

"Oh iya, gimana kalau lain hari kita pulang bareng dan main kemana gitu?" Ajak Awan semangat.

"Boleh juga Wan, gimana mas Arla?" Ajakan kedua muncul dari Roy yang mengangkat alisnya dengan maksud mengajakku.

Sebelum aku menjawab, sudah ada hawa tidak enak dari belakang tempat dudukku. Tempat Yara, sepertinya ia sedang menatapku dengan tajam.

"Maaf, tapi aku sedang ada kegiatan klub. Jadi harus bantu-bantu banyak hal." Ucapku datar.

Setelah mengucapkan itu, hawa yang tidak enak dibelakangku perlahan menghilang.

"Owwh, yaudah gapapa santai aja. Lain hari juga bisa ya kan?" Ucap santai awan.

"Ya mas, besok-besok kalo mas ada waktu bilang aja kekita." Ucap Roy.

"Ba-baik, terimakasih." Ucapku datar.

"Siap oke!" Ucap mereka berdua semangat.

Seraya mengikuti pelajaran, Aku memikirkan cara untuk mendapatkan Anggota ke-4 klub sastra selain Iyana.

Aku yang tak pandai bersosialisasi dengan caraku mungkin ini membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama. Menunggu Pak Abu dan pelajaran yang selesai sekitar 45 menit berlalu pak Abu yang keluar dengan kasur lantainya dan Naras Adana yang kembali duduk setelah menulis beberapa soal di papan tulis. Mengatakan kata-kata yang sama seperti kemarin keluar dengan wajah yang selalu mengantuk.

Anehnya Aku tidak terlalu mengerti apa yang dilakukan pak Abu selama hari-harinya karena selalu mengantuk pada siang hari.

Sebelum menunggu interaksi ku dengan Yara aku membuka Tasku dan mengambil buku yang menggantikan buku yang dipinjam Yara.

Buku Ini sederhana buku tentang cerita-cerita manusia yang memiliki takdir dan kalah dengan takdirnya sendiri, mungkin ini tidak lucu bagimu tapi ini sangat menarik bagiku dan ya sedikit lucu.

Buku  ini adalah kumpulan dari cerita-cerita yang aku kumpulkan sendiri dari web cerira berbahasa Inggris yang aku terjemahkan dari bahasa asing.

Meskipun aku mengerti baha inggris tapi lebih enak dibaca kedalam bahasa indonesia.

Buku ini hanya ada satu di dunia, aku sudah membaca buku ini sekitar 20 kali jadi tidak salah jika aku membacanya lagi.

Belum 6 lembar selesai membacanya tiba-tiba ada yang menepuk pundakku sekitar 2 kali dan aku yakin ini pasti Yara, setelah aku melirik  ternyata aku salah, dia adalah laki-laki imut yaitu Naras Adana.

Dengan rambut poni yang sedikit panjang seperti wanita pada umumnya rambutnya sampai ke pundak dengan wajah imut dan senyumnya dia bertanya padaku dengan sedikit gugup.

"Itu buku apa ya? sepertinya menarik. Bo-boleh aku pinjam Arla". ucapnya lembut dengan malu menghadap dan memerhatikan buku itu.

Aku yang melihatnya, sedikit membuat wajahku merona. bukan karena aku seorang gay atau apapun, tapi dia memang imut seperti wanita. Jadi tidak salah hatiku bisa luluh karenanya.

"Ini buku tentang sejarah manusia. Jika mau baca silahkan". Selagi memperlihatkan buku itu pada naras.

"Wahhh, terimakasih. Aku pinjam ya." Setelah melihat sampul buku dan mendengar sedikit penjelasanku Naras berterimakasih dan duduk kembali lalu membacanya dengan semangat.

Tanpa tujuan lagi, apalagi aku tidak membawa buku untuk dibaca lagi.

Aku membuka smartphone baru yang aku beli satu bulan lalu. Membuka aplikasi sekolah yang beratnya satu gigabyte lebih.

Cara login aplikasi ini mungkin sudah diajarkan oleh pak Abu saat aku terlambat. Setelah aku login dengan kartu identitas sekolah, aplikasi ini berisi profil dan status murid itu sendiri. Dari mulai poin, prestasi, dan pelanggaran sepertinya akan dicatat di profil murid, dan yang umumnya juga bisa dilihat oleh murid lain.

Dan yang bisa dilihat dari statusku adalah masih nol atau belum tercatat, dan hanya ada 100 poin kelas dan 100 poin yang tercatat selain angka nol di profilku.

Poin kelas ini sep

Sepertinya menyembunyikan status diriku sendiri cukup penting disini, apalagi setelah melihat profil kakak kelas yang ada didaftar murid unggulan atau yang mendapat predikat rangking sekolah dan rangking sekolah. Ada sekitar 10 orang yang terpampang disana, dari angkatan pertama sampai angkatan kedua.

Jika aku ingin, mungkin saja dengan mudah aku bisa mendapatkan rangking satu sekolah untuk diriku sendiri, tapi pada akhirnya untuk apa? Keinginan manusia adalah hampa, setelah memenuhi keinginannya manusia akan membuat keinginannya lagi, terus menerus seperti itu sampai akhir hayatnya. Yah walaupun ada salah satu keinginan yang tidak hampa, sebuah keinginan manusia yang sempurna, Surga.

Makanya, aku hanya ingin menikmati masa kini dan memenuhi keinginanku dengan imanku.

**

Setelah hampir 10 menit setelah membaca hampir semua peraturan dan ketentuan di aplikasi ini, aku sudah membuat rencana alur sekolahku dan hidupku yang bisa dibilang punya kemungkinan 50% berhasil.

Aku heran kenapa Yara masih belum berinteraksi denganku, apalagi waktu istirahat yang tersisa sekitar 20 menit lagi. Daripada membuang waktu, aku akan membuka topik dengan perlahan. Aku memiringkan sedikit kursiku ke dekat Yara, dan setelah itu ia langsung sedikit menghindarkan pandangannya dariku.

Aku akan memulai topiknya dengan sedikit berat supaya dia tidak meremehkan pemikiranku, mungkin hanya padanya aku begini.

"Ini tentang perekrutan anggota klub sastra, ada sebuah platform iklan klub di aplikasi sekolah dengan jangkauan hampir seluruh murid. Bagaimana kalau kita pasang iklan klub sastra disana?"

Yara yang mendengarkanku sepertinya sudah tahu bahwa ada platform iklan di aplikasi sekolah.

"Itu bagus, tapi ada biaya pemasangan iklan 150 poin plus untuk satu minggu penayangan." Yara pun menunjukkan ketentuan iklan itu di smartphone yang berukuran sedikit lebih kecil dariku.

Selalu ada bayaran untuk sesuatu seperti ini, bahkan untuk prestasi sekalipun. 150 poin sebenarnya tidak terlalu banyak untuk kami murid kelas satu, poin bulanan kelas akan diberikan sesuai prestasi kelas, jadi poin ini akan tergantikan dengan mudah.

"Aku akan bantu, 100 poin dariku dan 50 poin sisanya darimu. Bagaimana?"

Aku melakukan ini supaya tidak terlalu mencolok di grafik prestasi, dengan mengosongkan poinku pada hari pertama sistem ini ada, mungkin akan memberikan sedikit kesan buruk untukku.

"Tidak, sebagai anggota klub seharusnya kita saling membantu. 50 dari semua anggota yang ada saat ini, Aku, Iyana, dan kamu Arla." Mengatakan itu, ia menunjukkan keseriusannya dalam membangun kebersamaan klub ini.

"Oh oke. Aku akan hubungi Iyana untuk meminta bantuannya."

"Terimakasih."

Sebenarnya aku tak ingin melibatkan diri dengan Iyana yang mempunyai kenangan-kenangan bersamaku yang tidak ingin aku ingat lagi.

Menghubunginya adalah hal mudah, tapi jika aku mengirim pesan teks pada Iyana, pasti dia sudah memblokir akses SMS ku padanya. Ada beberapa smartphone yang  bisa memblokir akses pada satu komunikasi atau pada keduanya, dan inilah yang dilakukan Iyana agar aku hanya mempunyai pilihan untuk menelponnya.

Dengan berat aku menekan tombol hijau untuk menelpon Iyana, sambil menunggu suara nyaring setelah mengangkatnya aku mempersiapkan telingaku untuk mendengarkannya.

Telepon pun terangkat-

"Arlaaaaaaa!"

Suara nyaring Iyana membuatku dengan cepat mengecilkan volume panggilan, karena hampir saja seluruh kelas mendengarnya termasuk Yara yang sedikit mendengar suara itu dan melihat sinis padaku.

"Ha-halo Iyana, jadi-"

"Jadi apa?! Ada apa Arla?"

"Ini tentang klub sastra."

"Ohhhhh."

Entah kenapa Suaranya merendah tiba-tiba.

"Jadi klub membutuhkan poin untuk memasang iklan di platform sekolah, sekitar 150 poin diperlukan-"

"Jadi setiap orang harus menyumbang  50 poin ya? Aku paham Arla."

Iyana mengatakan itu dengan memotong penjelasanku, seperti yang diperkirakan, perhitungan Iyana sangat cepat hanya dengan mendapat dasar dan sedikit penjelasan.

"Nah, seperti itulah. Jadi kau mau membantu?"

"Arla ikut?"

"Ya."

"Kalo begitu aku juga ikut, jadi kirim kemana poinnya?"

"Ke Yara."

"Ok, aku kirim sekarang."

Salah satu ketentuan poin plus adalah transfer, kita bisa mentransfer poin plus tanpa minimum dan batas, asal kita mempunyai cukup poin. Mengirim poin caranya cukup mudah, cari profil murid yang akan menerima poin lalu kirim poin pada opsi yang tersedia lalu tunggu notifikasi persetujuan dari penerima poin.

Setelah satu menit menunggu, poin pun diterima Yara, aku pun mengirimnya setelah itu.

Setelah 200 poin diterima di akunnya, Yara menuju platform iklan dan memasang iklannya. Karena hanya ketua klub yang mempunyai akses untuk memasang iklan jadi tak seluruh murid bisa mengakses platform iklan sekolah atau memasang iklan asal sesukanya.

Iklan klub sastra muncul di aplikasi ini secara berseling dengan iklan klub lain dan sponsor dari sekolah.

"Ayo ke ruang klub, siapa tau ada yang mendaftar. Tolong ajak juga Iyana jika dia tidak keberatan."

Yara mengatakan itu lalu pergi meninggalkanku.

Sepertinya dia sudah percaya diri dengan perkembangannya dan kontribusinya untuk klub, tapi melihat kemungkinan hanya sekitar 22% akan ada orang yang bergabung. Kenapa? Melihat grafik siswa/siswi senior, hanya ada 45% murid yang ikut klub sekolah. Karena mengikuti ekskul/klub tidak wajib, membuat hanya hampir setengah murid yang berpartisipasi.

**

Awan dan Roy yang sekarang mungkin sedang makan di kantin sejak beberapa puluh menit lalu sepertinya akan kembali, aku yang benar-benar mengantuk kali ini sangat ingin tidur jadi sebaiknya aku pergi ke klub untuk tidur sebentar. Sebelum itu aku harus menelepon Iyana, karena aku sudah memblokir nomornya pasti dia tidak punya cara untuk berkomunikasi denganku.

Lagi-lagi aku menyiapkan telingaku untuk mendengar teriakannya. Telepon pun tersambung dan suaranya tak terdengar dan malah sunyi untuk beberapa saat, aku mulai pembicaraan pertama.

"Ha-halo Iyana." Ucapku lembut.

"Ada apa Arla?" Suara Iyana yang kini merendah.

"Ini tentang klub sastra, jika kau ada waktu datanglah keruang klub."

"Iya, tapi maaf hari ini aku ada urusan dengan pacarku jadi gak bisa datang maaf."

"Ga-"

Telepon langsung terputus setelah dia mengatakannya, aku langsung mengira dia hanya mencari perhatian  padaku supaya penasaran tentangnya.

20 menit lagi menjelang jam kelima, aku bergegas menuju keruang klub yang ada di gedung lama untuk tidur, bukannya aku tidak ingin berkontribusi, tapi ini tidak baik untuk tubuhku jika tidak tidur.

Saat aku masuk, Yara sudah duduk dibangku dan sudah siap dengan formulir pendaftaran di depannya. Sepertinya dia kelihatan tegang, menatap lurus kedepan sepertinya dia mengira aku adalah murid yang akan mendaftar.

"Maaf, sepertinya aku akan tidur. Tapi jika kau terganggu aku akan pindah." Ucapku di depannya.

"Tak apa-apa, asalkan kau bangun saat ada yang masuk." Tatapannya yang sinis membuatku enggan untuk tidur.

"Ok. Maaf mengganggu."

Aku tidur setelah mengatur timer sekitar 10 menit dan langsung terlelap.