"Dua jam," gumam Pangeran Cakra
"Ada apa Yang Mulia?" tanya Sakuntala yang mendengar gumaman itu,
"Tidak ada. Aku hanya menghitung waktu yang kita habiskan selama di kota Demak. Dua jam. Waktu yang kita habiskan selama berada satu kota, mulai dari iring-iringan penyambutan hingga iring-iringan kepulangan," ucapnya sembari memperlihatkan ekspresi serius di wajahnya
Saat Pangeran mengatakan hal itu, Sakuntala langsung mengecek jam arloji bundar beralung yang arlojinya ia masukkan ke dalam kantung seragam pasukan yang ia kenakan. Jarum pada arloji itu menunjukkan pukul sebelas siang.
"Apa kalian sudah lapar?" tanya Pangeran sembari berhenti lalu memalingkan mukanya menghadap belakang. Bertanya kepada para rombongan prajurit yang mengawalnya.
Para prajurit itu saling melirik satu sama lainnya, untuk menyatukan jawaban.
"Bagaimana kalau kita beristirahat sebentar Yang Mulia?" usul Sakuntala yang melihat reaksi para prajurit di belakangnya seperti akan memakan waktu lama untuk menjawab, sebab Pangeran Cakra menyebut-nyebut 'waktu' tadi.
"Ide yang bagus Sakuntala, sebaiknya kita jangan terlalu lama beristirahat," unjar Pangeran.
Istirahat makan siang itupun dilakukan tanpa terlalu memperhatikan formalitas. Hanya beralaskan tikar dan karpet yang dibawa oleh prajurit pengawal, dimana Sakuntala beserta prajurit menghadap ke Pangeran Cakra.
Kudapan-kudapan yang dibawa berupa nasi bethak ayam yang dibungkus daun pisang dan buah pisang dibagikan kepada Pangeran, Sakuntala, dan para prajurit, termasuk prajurit yang mendapat shif menjaga. Acara makan siang itu ditutup dengan meminum air putih dari kantung air yang mereka bawa. Setelah merapihkan tikar dan karpet, mereka melanjutkan perjalanan lagi. Menuju kota selanjutnya, kota Kudus
***
Kota Kudus merupakan salah satu kota utama kerajaan yang berada di timur kota Demak, yang membutuhkan waktu satu setengah hingga dua jam perjalanan berkuda melewati jalan utama kerajaan, tergantung kecepatan penunggang.
Berbeda dengan kota Demak yang didaulat sebagai pusat kota dagang bagi kerajaan, kota Kudus merupakan pusat pertanian dan pertenakan kerajaan. Hampir seluruh pasokan pangan kerajaan berada di kota Kudus, membuat kota itu menjadi kota terpenting bagi kerajaan.
Di tengah perjalanan menuju kota itu, Pangeran Cakra kembali terlihat merenung, memikirkan sesuatu.
"Ada hal yang mengganggu Anda, Yang Mulia?" tanya Sakuntala terlihat khawatir.
"Tidak ada apa-apa," jawab si Pangeran, "aku hanya memikirkan soal rencana Raja ini,"
"Terkait pesta terbuka itu, Yang Mulia?"
"Benar. Kau tahu bahwa terdapat perbedaan antara bangsawan dengan rakyat biasa dalam memandang pesta ulang tahun bukan, Sakuntala?"
"Saya tahu, Yang Mulia," aku Sakuntala, "memang terdapat perbedaan pandangan dan kebiasaan antara bangsawan dengan rakyat jelata terkait memandang sebuah pesta. Terlebih adalah pesta ulang tahun,"
"Benar sekali Sakuntala. Seorang bangsawan, akan sangat memandang sebuah ulang tahun dengan penuh formalitas, akan sangat memperhatikan etika dan penuh dengan kemewahan. Sementara rakyat biasa akan memandang sebuah pesta ulang tahun sebagai sebuah festival, yang dapat dikatakan jauh dari kata etika dan formalitas. Bagaimana ayahanda akan menggabungkannya? Terlebih beliau sendiri mengakui bahwa pesta itu akan dimanfaatkan sebagai alat untuk mencarikanku seorang istri,"
Sakuntala terlihat binggung akan pertanyaan yang disodorkan oleh Pangeran Cakra, "Sejujurnya Yang Mulia, saya juga tidak tahu apa yang direncanakan oleh Yang Mulia Raja Banyu," sedikit menarik nafas, "saya juga khawatir terkait pesta terbuka ini. Tugas prajurit kerajaan untuk menjaga tamu-tamu bangsawan akan lebih menyulitkan dibanding sebuah pesta tertutup," unjarnya.
"Sudah kuduga. Ayahanda pasti hanya menyimpan apa yang beliau pikirkan untuk diri sendiri," mendengar pengakuan Sakuntala, sebagai Panglima Kerajaan serta Kepala Istana membuat sang Pangeran menghela nafas panjang.
"Tetapi Yang Mulia, saya hanya dapat mengira, bahwa pesta itu akan dibagi menjadi dua, yakni pesta dalam istana dan pesta luar istana. Namun, itu hanya perkiraan saya sebagai orang diberi tanggung jawab melindungi keluarga Raja,"
"Begitu ya. Mungkin saja seperti itu, mari kita tunggu saja ayahanda mengatakannya sendiri nanti,"
"Anda benar sekali Yang Mulia," jawab Sakuntala. Dan mereka pun meneruskan perjalanan.
***
"Jadi setelah selesai dengan pengumuman ini, apa selanjutnya?" tanya Pangeran Cakra sembari terus menunggani kudanya berjalan menuju kota selanjutnya.
"Saya kira kita harus menunggu perintah Raja selanjutnya," unjar Sakuntala.
"Benar. Ini semua memang rencana Ayahanda dan Ibunda,"
"Saya dapat perkirakan, Yang Mulia Pangeran Cakra, bahwa setelah kita selesai menjalankan perintah Yang Mulia Raja, para prajurit dan pelayan istana akan sibuk mendekorasi Istana menyambut pesta tersebut," kata Sakuntala kepada Pangeran yang ada di sampingnya itu, sembari berkhayal.
"Yah, mungkin Ayahanda akan memerintahku untuk membantu penjahit Istana membuat baju pesta nanti," ucap Pangeran ikut membayangkan perintah sang ayah selanjutnya.
"Mungkin itu yang akan terjadi Yang Mulia," Sakuntala mengiyakan bayangan si Pangeran.
***
Setelah berkuda terus selama satu jam, akhirnya rombongan istana tiba di gerbang kota Kudus. Mereka tiba disana saat matahari telah sampai di posisi puncak.
Perbedaan nya ialah "Pasar Depan Gerbang", begitu masyarkat kerajaan menyebutnya pola yang digunakan banyak kota-kota di Kerajaan Isan ini, kota Kudus diisi oleh pedagang-pedangan kota Kudus sendiri yang menjual hasil bumi kota Kudus, berbanding bila kota Demak yang diisi oleh pedagang luar kota.
Hal berbeda selanjutnya dari kota Kudus dibanding kota Demak ialah, bila kota Demak yang terbagi-bagi dengan 'distrik'nya, hampir seluruh elemen yang berkaitan dengan pertanian dan peternakan bercampur aduk dalam tata ruang kota Kudus.
Hal ini tidak mengherankan, karena hampir seluruh penduduk kota berprofesi sebagai petani maupun peternak dan memiliki seluruh proses mulai dari penanaman dan penggolahan hingga menjadi beras 'siap edar' untuk pertanian, mulai dari peternakan hewan hingga menjadi daging potong.
"Rumah bangsawan Kudus berada di tengah kota kan?" Pangeran Cakra memastikan
"Benar Yang Mulia, bangsawan kota Kudus adalah keluarga Gandewa, salah satu sekutu utama Raja Adiwangsa. Keluarga Gandewa selalu memberikan bantuan logistik saat Raja Adiwangsa mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Isan,"
"Kalau begitu, pastikan kalian menjaga sikap, sebaik sikap kalian di hadapan keluarga Bagaskara," Pangeran Cakra memberi perintah kepada seluruh rombongan. Yang disambut jawaban kesiapan mereka mematuhi perintahnya dari para pengawal secara bersamaan.
***
"Selamat datang Yang Mulia Pangeran Cakra Adiwangsa putra dari Raja Banyu Adiwangsa di kediaman keluarga Rahardian," sang tuan rumah yang terlihat sudah berumur lama sebab rambut hitam pendeknya sudah menjadi uban, berbadan cukup terisi dengan alis dan janggut tipisnya menyambut para rombongan yang hadir sembari menekuk lutut menyembah beserta anggota keluarganya kepada Pangeran.
"Berdirilah Tuan Rahardian," kata Pangeran sembari menggerakan telapak tanggannya ke atas sebagaimana yang ia lakukan saat di kota Demak, "terima kasih atas sambutannya,"
"Ya Yang Mulia. Saya adalah Samsaka Rahardian, kepala keluarga Rahardian," ia memperkenalkan diri setelah berdiri, "ini adalah istri saya, beserta kedua anak saya, Bhanu Rahardian dan Anjani Rahardian," Samsaka memperkenalkan seorang anak muda berusia kisaran dua puluh tahunan yang mengenakan batik coklat muda dan seorang gadis yang mengenakan kebaya berwarna biru laut, yang terlihat berusaha untuk tidak menatap wajah sang pangeran secara langsung. Mereka berdua membungkuk saat nama masing-masing disebutkan.
Pangeran Cakra dan Sakuntala pun dipersilahkan untuk masuk ke rumah keluarga bangsawan Kudus itu.
***
"Begitu ya Yang Mulia, sebuah pesta terbuka," Samsaka mengatakan hal itu sembari terlihat binggung dan ragu-ragu.
'Tuan Samsaka lebih terbuka memperlihatkan kebingungannya dibanding Tuan Bagus Bagaskara,' kata Pangeran Cakra dalam hati.
"Tentu saja, sebagai sekutu utama Raja Banyu Adiwangsa dan Kerajaan Isan, keluarga Rahardian akan menyanggupi undangan dari Raja yang disampaikan melalui Yang Mulia Pangeran," unjarnya, "Akan tetapi, boleh saya tahu, bagaimanakah teknis pesta terbuka itu berlangsung Yang Mulia?"
"Terkait hal itu, Tuan Rahardian, Raja Banyu Adiwangsa akan memberikan informasi terkait teknis pelaksanaan pesta terbuka itu dalam waktu tiga hari kedepan," ucap Pangeran Cakra meyakinkan.
"Baiklah Yang Mulia. Kami sangat senang bila Yang Mulia Raja memberitahukan pada kami terkait teknis pelaksanaan pesta terbuka tersebut," Samsaka menundukkan kepalanya
'Uwah… memaksa sekali ya,' kata-kata itu muncul dipikiran Pangeran, "Terima kasih tuan Rahardian. Raja Banyu Adiwangwa dan Kerajaan Isan pasti akan memenuhinya, sebab Raja sangat menghargai sembari terus menjaga ikatan-ikatan dengan keluarga Rahardian sebagai sekutunya,"
Mendengar hal itu, Samsaka mencoba menyembunyikan senyuman saat sedang menunduk dan segera ia pasang wajah penghormatan dan kesetiaan saat ia kembali mengangkat wajahnya.
"Baiklah Yang Mulia. Akan segera saya kumpulkan penduduk kota Kudus untuk mendengarkan pengumuman besar ini. Jika Yang Mulia berkenan, sembari menunggu rakyat berkumpul, saya dapat memerintahkan anak-anak saya untuk menemani Yang Mulia berjalan-jalan di taman belakang rumah," tuan rumah itu menawarkan.
"Tentu saja, saya tidak mempermasalahkan hal tersebut,"
"Baik Yang Mulia. Bhanu, Anjani tolong temani Yang Mulia Pangeran untuk berjalan-jalan di taman belakang rumah,"
***
"Siapa yang merawat kebun ini?" tanya Pangeran setelah melihat kebun bunga yang terbentang panjang di halaman belakang. Kebun bunga itu diisi oleh bunga-bunga seperti kembang sepatu, mawar dan anggrek yang beraneka warna.
"Yang bertugas untuk merawat ialah tukang kebun yang dipekerjakan oleh ayah. Namun Anjani seringkali membantu merawat bunga-bunga ini," jawab Bhanu sembari melirik ke arah adiknya.
"Benarkah itu?" Pangeran memandang Anjani meminta konfirmasi gadis itu.
"Be.. benar Yang Mulia," ucap gadis itu, tersipu malu.
Melihat reaksi itu, Pangeran Cakra sedikit terkejut, namun ia bisa menjaga ekspresinya tetap tenang. Namun, usaha itu ditangkap oleh Bhanu, yang tidak terduga muncul mimik ketidaksukaan yang segera cepat ia redam.
"Apakah taman bunga juga terdapat di istana, Yang Mulia?" tanya Bhanu setelah ia berhasil memedam ekpresi yang sempat bocor tadi.
"Benar. Istana Kerasi juga memiliki kebun bunga di bagian utara Istana. Di taman istana itu juga dipenuhi oleh kembang sepatu, mawar, dan anggrek sebagaimana yang ada disini," Pangeran berhenti sejenak, "Selain itu, di sana juga terdapat bunga kertas dan pohon bunga Tabebuya yang didatangkan oleh para pedagang asing,"
Mendengar nama-nama bunga itu, Anjani terlihat tertarik, "apakah sulit merawatnya, Yang Mulia?" tanyanya sembari mendekat ke yang ditanyai.
"Tidak, menanam bunga tidak lah sulit bila kita tahu karakter bung aitu bukan, putri Anjani?" Pangeran Cakra mencoba sedikit menggoda dan dibalas oleh Anjani dengan anggukan tanda setuju akan jawaban Pangeran itu.
"Kalau putri tertarik, putri bisa datang ke pesta ulang tahun terbuka nanti. Akan saya perlihatkan kepada putri kebun bunga Istana Kerasi yang saya bicarakan," pangeran Cakra mengundang Anjani "secara resmi".
Mendengar ucapan itu, Bhanu yang sedari tadi mengamati bagaimana Pangeran Cakra berusaha menggoda adiknya, mencoba mengendalikan situasi, "Tentu saja Yang Mulia. Kami keluar Rahardian, sekutu Kerajaan Isan, akan menerima undangan Yang Mulia untuk datang pada acara pesta ulang tahun terbuka Yang Mulia Pangeran," katanya sembari maju dan memperlihatkan gerak memisahkan antara Anjani dan Pangeran Cakra. Sembari menundukkan badan tentu saja.
"Terima kasih, kami akan menunggu kedatangan keluarga Rahardian, bangsawan Kudus pada pesta ulang tahun terbuka nanti," Pangeran membalas tindakan dari Bhanu itu dengan sedikit tersenyum, menunjukkan bagaimana ia sebenarnya menikmati situasi ini.
Seperti memecah keadaan, seorang pelayan keluarga Rahardian muncul dan menghadap ketiga muda-mudi itu. "Tuan Bhanu, Putri Anjani, Yang Mulia Pangeran Cakra," dia mulai dengan memberi hormat kepada ketiganya, "saya diberitahukan oleh Tuan Samsaka bahwa persiapan di alun-alun kota sudah selesai. Beliau dan Tuan Sakuntala menunggu di sana,"
"Terima kasih. Sampaikan kepada ayahanda bahwa kami akan segera menuju alun-alun kota," jawab Bhanu, "Mari Pangeran, kami antar anda ke alun-alun kota,"
"Dengan senang hati," Pangeran Cakra pun melangkah lebih dahulu daripada Bhanu dan Anjani.
Tak lama setelah mengambil beberapa langkah, sang Pangeran melirik ke arah kandang kuda yang berada di dekat taman itu. Mencari sebuah suatu hal yang membuat pikirannya merasa terganggu. Merasa menemukan hal yang mengganggunya itu, ia menundukkan sedikit kepalanya, berusaha menahan diri dari tersenyum, lalu menaikkan wajahnya, menatap ke depan dengan ekspresi kesal. Lalu masuk ke dalam rumah, mengikuti pelayan tadi.
***
"Kepada penduduk kota Kudus sekalian. Hari ini, sebagaimana kalian ketahui, kota Kudus kedatangan seorang Pangeran, penerus tahta dari Istana Kerajaan Isan. Beliau adalah Pangeran Cakra Adiwangsa putra dari Raja Banyu Adiwangsa" Tuan Samsaka mengumumkan dengan suara keras. Meminta masyarakat kota Kudus yang telah hadir di alun-alun kota untuk mendengarkan.
"Kedatangan Yang Mulia Pangeran Cakra Adiwangsa ke kota Kudus akan membawakan kabar gembira bagi kita semua, rakyat kota Kudus." Samsaka melanjutkan, "Oleh karena itu, mari kita bersama mendengarkan kabar gembira yang akan disampaikan oleh Yang Mulia Pangeran Cakra Adiwangsa!" ia menutup pidato pembukanya dan mempersilahkan Pangeran Cakra, yang duduk di kursi khusus yang disediakan, untuk maju ke depan, yang diikuti oleh bungkukan warga yang datang ke alun-alun kota.
Sembari mengingat-ingat kata yang akan ia ucapkan di depan khalayak banyak, Pangeran yang datang dari Istana itu maju kedepan. "Rakyat rakyat ku, penduduk kota Kudus sekalian. Angkat lah kepala kalian," sang Pangeran memerintahkan. Diikuti oleh gerakan badan mengangkat dari posisi membungkuk disertai gerakan mengangkat kepala, mendongak ke atas, melihat sang Pangeran.
"Raja Banyu menitipkan pesan kepada saya untuk menyampaikan bahwa, Raja mengucapkan terima kasih atas kesetiaan kalian sebagai sekutu utama kerajaan yang dibangun oleh Raja Adiwangsa ini,"
"Saya, Pangeran Cakra sebagai Putra dari Raja Banyu juga mengucapkan terima kasih atas kesetiaan kalian pula kepada Raja bangsa Isan, ayah saya, Raja Banyu Adiwangsa.
"Karena kesetiaan kalian untuk tetap menjadi sekutu kerajaan dan kesetiaan terhadap Raja Banyu Adiwangsa, aku, Pangeran Cakra Adiwangsa, secara langsung mengundang kalian semua untuk hadir dalam Pesta Ulang Tahunku yang berlangsung selama tiga hari tiga malam di Istana Kerasi.
"Datanglah bersama sanak keluarga kalian, saudara maupun teman kalian. Sebab, pesta ini merupakan sebuah pesta besar yang terbuka, yang bisa kita semua, bangsa Isan nikmati bersama. Persiapkan diri kalian selama dua pekan dari sekarang dan pastikan kalian menikmati penghargaan atas kesetiaan kalian kepada Kerajaan nanti!" dia menutupnya dengan tangan mengepal di udara dan diikuti oleh penduduk kota yang datang menyaksikan.
Usai mengumumkan kepada khalayak kota Kudus, ia pun berbalik untuk mundur, turun dari podium menuju kursi khususnya tadi, sembari mempersilahkan Tuan Samsaka untuk menutupnya.
Setelah Samsaka selesai dan membubarkan penduduk kota, ia menuju ke Pangeran, menghadap kepadanya "Rakyat kota Kudus sangat senang dengan undangan Yang Mulia Pangeran. Suatu kebanggaan dan kegembiraan bagi kami bahwa kesetiaan kami kepada Kerajaan tidaklah sia-sia,"
"Terima kasih tuan Samsaka. Kami sangat senang atas sambutan rakyat Kudus, tapi kami akan terus melanjutkan perjalanan hingga seluruh penduduk kerajaan mendengar sendiri terkait pesta ini dari mulut Istana," ucap Pangeran sembari berdiri lalu berjalan menuju rumah sang tuan rumah, tempat dimana mereka menyimpan kendaraan yang akan membawanya keseluruh negeri.
Sebelum meninggalkan alun-alun, Pangeran Cakra secara sengaja berhenti di depan salah satu prajurit yang ikut bersamanya, dan berkata, "Ada informasi yang bisa kau sampaikan kepada ayahanda. Bilang padanya, aku tidak akan menganggap sepele hal ini. Pasti akan ku penuhi keinginan utama ayahanda terkait mengapa beliau mengadakan pesta ini," unjarnya sembari menatap tajam ke arah sang prajurit lalu kembali berjalan lagi.