Chereads / Nusa Antara / Chapter 7 - Lohgawe 2

Chapter 7 - Lohgawe 2

Ah. Uh. Dimana ini?

Lohgawe membuka matanya. Ia melihat ke sekeliling. Sebuah ruangan dengan tembok kusam, satu tilam kapuk di seberangnya berbaring sekarang, sebuah alat tumbukan di sudut ruangan, dan wewangian pengusir nyamuk di sudut lainnya. Penghubung dengan dunia luar adalah pintu kayu serta sebuah jendela kotor dengan retakan di salah satu sudutnya. Tempat kusam macam apa ini?

Butuh beberapa hitungan sebelum aliran darah Lohgawe benar – benar sempurna menuju kepalanya. Dengan kepala limbung, ia mencoba melangkah keluar ruangan. Matahari pagi menyambutnya, juga suara kokokkan ayam yang membuat Lohgawe serasa masih berada di pasar. Seorang pemuda berambut panjang berada di samping ayam tersebut, dari tindakannya nampak bahwa ia sedang merawat sang ayam. Kedatangan sosok Lohgawe menyadarkannya.

Sang pemuda hendak mengatakan sesuatu, namun sebelum ia mengeluarkan sepatah kata pun tangan Lohgawe memberi tanda untuk menahan ucapannya. "Baik, sebelum kau menjelaskan apa maksudku berada di sini, baiklah aku mengetahui bahwa aku tidak dalam keadaan bahaya." Lohgawe berkata terlebih dahulu.

Lawan bicaranya tersenyum lalu berkata, "Tenang saja, tuan. Kau tidak dalam keadaan bahaya."

Ia kemudian berhenti berkata dan kembali pada pekerjaan mengurusi ayamnya. Lohgawe yang merasa sedikit terkejut atas penjelasan singkatnya melangkah dan berdiri di hadapan sang pemuda. Ia membentangkan tangannya tanda meminta penjelasan. Sang pemuda menatapnya, lalu berdiri di hadapan Lohgawe. Kini tampaklah bahwa sang pemuda memiliki menjulang dan berotot lumayan. Ah, aku hampir melupakan para begal pasar. Lohgawe menyegarkan ingatannya.

"Anda berada di sebuah perkampungan di pinggiran Kabupaten Tumapel, Kerajaan Kediri. Namaku adalah Jayapati. Aku ini anak buah Ken Arok" jelas sang pemuda.

Ah, betul. Ken Arok. Tunggu. Ia membawaku dari Pasar Remuk sampai ke Tumapel? Gila.

Lohgawe memeriksa keadaan sekeliling. Sudah jelas ia berada di sebuah perbukitan. Di belakang rumah tempatnya menginap Lohgawe dapat melihat sebuah gunung menjulang tinggi. Di hadapannya ia dapat melihat pemukiman penduduk pada dataran rendah di kejauhan, dan pada arah timur jauh, ia dapat melihat lautan lepas. Ini adalah Kabupaten Tumapel, dan aku berada di kaki Gunung Bromo.

Seseorang bertubuh besar, berkepala plontos, dan berkumis tebal datang menghampiri dari kejauhan. Memasuki pekarangan, ia melangkah mendekat dan menyapa Jayapati serta Lohgawe. Ia menyapa temannya terlebih dahulu sebelum memalingkan muka terhadap Lohgawe, "Pagi, brahmana, apa kabar?"

Lohgawe baru saja hendak membalas ucapan sang preman pasar ketika sebuah bogem mentah mendarat di tengkuknya. Hal berikutnya yang ia ketahui ialah tubuhnya tertelungkup di atas tanah di bawah tubuh besar sang preman pasar. Lohgawe meronta dan mengerang kesakitan.

"Aku tidak percaya pemimpin kita bisa merekrut sampah macam ini. Lihat, dari fisiknya saja terlihat kalau ia tidak bisa melawan." sang preman mencela Lohgawe. Ia menarik tangan Lohgawe melawaan arah persendian yang menyebabkan Lohgawe berteriak kesakitan.

Lohgawe yang berada dalam keadaan terkunci berusaha minta tolong pada Jayapati, namun yang diminta tidak memedulikannya dan hanya sibuk dengan ayamnya. Jayapati memandang sekilas pada Lohgawe, dan Lohgawe dapat menerjemahakan pandangannya seperti ini: Selamatkan dirimu sendiri, buktikan kalau kau benar – benar pilihan Ken Arok.

Cukup lama sang preman botak mengunci Lohgawe. Ia hampir saja kehabisan napas ketika ia mendangar derap – derap langkah dari kejauhan. Lohgawe melihat dari celah – celah kelopak matanya yang berada di bawah pantat sang preman. Itu adalah sang pemimpin.

Ken Arok datang bersama sekumpulan anak buahnya. Hanya butuh beberapa hitungan bagi sang preman pasar untuk melepasakan kunciannya dan bangkit berdiri. Lohgawe mengerang kesakitan dan tetap dalam keadaan tertelungkup.

"Bolgun, apa yang sudah kau lakukan terhadap sang brahmana?" Ken Arok menghardik preman yang berada di samping Lohgawe.

Lohgawe masih tertelungkup, meringis kesakitan. Dari sebelah kelopak matanya ia dapat melihat Ken Arok marah terhadap sang preman yang kini tertunduk malu. Namanya Bolgun. Lucu juga. Botak gundul.

"Maafkan hamba, tuan Arok. Aku hanya tidak melihat mengapa orang ini dapat menjadi kaki tanganmu. Lihat saja tangannya itu. Tulang belulang ikan yang kumakan lebih besar dari tulang tangannya. Cih." Bolgun coba menjawab sembari mencibir Lohgawe.

Ken Arok tampak habis kesabaran, namun kini Lohgawe sudah berdiri dan mencoba menyela walaupun dengan suara yang masih terdengar menahan sakit sembari mencoba mempertahankan harga dirinya, "Ya, kawan, dibanding lenganmu yang menjulang besar itu sehingga menghalangi pemandangan, tanganku ini tidak ada apa – apanya."

Ia berhenti sebentar, menoleh ke arah kumpulan Ken Arok, "Lihat, apa perbedaanmu dengan mereka. Tidak ada. Semuanya berotot kuat, berbadan besar, hebat, tidak akan kalah kalau bertarung. Namun mengapa kau sujud kepada Ken Arok? Aku mengerti, kau dibayar olehnya. Dan ia dibayar oleh siapa? Oleh atasannnya, sang bupati. Kau lihat otot bupati? Lebih besarkah dari ototku?"

Bolgun menggeleng. Kini seluruh kumpulan Ken Arok mendengarnya dengan penuh perhatian, termasuk Jayapati. Sampai tahap ini kau berhasil, Lohgawe. Sedikit lagi.

"Semua bukan tentang kekuatan, kawan. Ada benda yang bernama pikiran, dan hal itu ada di dalam sini," Lohgawe menunjuk kepalanya, dan melanjutkan, "Kalian tahu, aku memilikinya. Apakah kalian rindu untuk melihat pemimpin kalian menjadi bupati suatu hari nanti?"

Lohgawe membentangkan tangannya dan mendapat jawaban "YA!" dari seluruh kumpulan. Seluruh kumpulan Ken Arok mendengarnya penuh antusias. Ternyata orang – orang ini setia kawan. Ayo Lohgawe, naikkan tingkatannya.

"Aku dapat mewujudkannya. Hanya saja ini butuh bantuan dari teman – teman semua. Percayakah kalian kepadaku? Jangankan menjadi bupati, aku akan jadikan ia menjadi raja Kediri!" Lohgawe mengakhiri dengan kalimat seru dan diikuti oleh sorakan para preman.

Hanya sang pemimpinlah yang tidak ikut berseru dan tindakannya selanjutnya mengagetkan Lohgawe.

"Cukup! Hentikan semua ini! Semuanya, kembali ke tempat masing – masing. Kita lanjutkan laju kelana sore nanti saat pasar hendak tutup. Cukup untuk sekarang. Bubar kalian!" seru Ken Arok.

Seluruh pasukan Ken Arok terkejut melihat kelakuan pemimpin mereka namun mematuhi perintah yang diberikan, menyisakan Ken Arok dan Lohgawe di tengah – tengah halaman gubuk. Lohgawe melirik ketakutan. Adakah tindakanku yang tidak berkenan? Ia memberanikan diri bertanya, "Engkau tidak menyukainya, kawan?"

Ken Arok memandang Lohgawe sejenak lalu membelakanginya, "Aku bahkan belum memperbolehkanmu menjadi penasihatku."

Apa – apaan orang ini.

"Tapi, kawan Arok, bukankah engkau yang menawariku menjadi penasihatmu di Pasar Remuk kemarin?" Lohgawe memastikan. Bahkan sampai menculik pula.

"Ya, tapi dari tindakanmu kini itu semua terlihat seperti omong kosong saja. Kau seperti orang yang hanya pandai merangkai kata dan membangkitkan perasaan orang. Aku merasa seperti dibohongi." jelas Ken Arok.

Ketahuan. Apa pun yang terjadi, oh Whisnu, terimalah nyawa hambamu ini.

"Aku ingin mencoba mengetahui tingkat pengetahuanmu. Jika kau melewati ujian ini, aku akan mengangkatmu menjadi penasihatku. Sebutkan raja Kediri sekarang, kotaraja kerajaan, simbol kerajaan, semboyan kerajaan, mahapatih kerajaan, panglima pasukan, penglima angkatan laut, penasihat kerajaan." Ia berhenti sebentar dan menambahkan, "Berapa jumlah kabupaten Kerajaan Kediri?"

"Raja Kediri sekarang adalah Sri Kameswara dengan putra penerus kerajaan Kertajaya. Kotaraja kerajaan adalah Kahuripan, namun karena berbagai masalah kotaraja kerajaan berpindah ke Daha, terlebih setelah mereka berperang dengan saudara mereka sendiri Kerajaan Janggala. Semboyan kerajaan adalah Kediri jaya, Kediri menang. Simbol kerajaan adalah manusia berkepala gajah. Aku tidak tahu siapa saja para pejabat istana. Mohon maaf kawan, hanya itulah yang aku dapat berikan."

Ken Arok menatap tajam ke arah Lohgawe, yang membuatnya bergidik ketakutan, "Berapa banyak jumlah kabupaten di Kerajaan Kediri? Jawab pertanyaan ini dan kau lulus sebagai penasihatku. Berapa?"

Orang yang ditanya bergidik ngeri. Ia menghitung dengan tangannya berapa jumlah kabupaten Kerajaan Kediri. "Empat belas, kawan Arok."

"Sebutkan!"

"Kahuripan, Daha, Tamulang, Hujang Galuh, Panataran, Tumapel, Lumajang, Blambangan, Pasuruhan, Malwapati, Tuban, Ngurawan, Wengker."

Ken Arok menatap Lohgawe, "Kau kurang satu kabupaten. Argopuro."

Ah. Aku melupakan satu kabupaten di bawah kaki Gunung Argopuro.

Kini Lohgawe teringat mengapa ia pingsan di Pasar Remuk kemarin setelah mendengar nama Ken Arok. Orang ini memiliki reputasi hebat. Ia terkenal di antara preman pasar. Seorang anak buangan, yang lahir dari rumah bordil, mampu meniti karir hingga menjadi ajudan seorang bupati di Tumapel. Sungguh aneh jika seseorang mengaku memiliki kehidupan pasar namun tidak pernah mendengar nama Ken Arok. Sekarang aku bersiap untuk dihabisi olehnya.

"Baiklah, sekarang kau menjadi penasihatku. Hanya, jangan macam – macam seperti tadi." jelas Ken Arok.

Jawaban Ken Arok membuatnya kaget. Aku lulus ujiannya? Wah, nyaris saja. Lohgawe mengelus dada tanda lega. Namun sesuatu mengganjal di hatinya.

Aku yang diculik olehnya. Ia yang memaksaku. Kini aku yang berminat menjadi penasihatnya? Apakah ini semua hanya permainannya agar aku ingin menjadi penasihatnya?

Sebuah perkataan dari Ken Arok membuyarkannya. "Waktu masih pagi, kawan. Tadinya aku berencana untuk berkeliling dan menunjukkan Kabupaten Tumapel kepadamu. Hanya saja Bolgun mengacaukan rencanaku. Bagaimana? Jika engkau ingin beristirahat, aku tidak akan melarangmu. Namun Jayapati sudah kuperintahkan untuk menyiapkan kuda di istal yang berada di belakang gubuk ini."

Lohgawe mengangguk tanda menyetujui ajakan Ken Arok. Mereka lalu berjalan menuju istal di belakang gubuk dan menemukan dua kuda tertambat pada patokan kuda. Walaupun ia mempermainkanku, aku ingin mencoba sesuatu hal yang baru. Sebelum berangkat, Ken Arok tersenyum dan mengatakan hal yang tidak akan dilupakan oleh Lohgawe seumur hidupnya.

"Apakah kau siap dengan petualangan kita, kawan?"

Ya. Aku siap.