Chereads / Takdir Cinta Diandra / Chapter 7 - Tragedi

Chapter 7 - Tragedi

Sampai di hotel aku langsung membersihkan diri. Saat akan beranjak tidur tiba-tiba perutku terasa mual.

Aku segera berlari ke kamar mandi memuntahkan isi perutku. Seketika keringat membanjiri tubuh. Kepala pun menjadi pusing. Sejak di jalan tadi aku sudah merasakan tak enak badan.

Tubuhku seperti kehilangan tenaga, perlahan aku keluar kamar mandi untuk kembali ke tempat tidur. Aku mengambil ponsel yang masih ada di dalam tas untuk menelepon Abimanyu.

Panggilan pertama tidak diangkat. Aku mencoba kembali meneleponnya, setelah nada sambung kedua terdengar suara Abimanyu.

"Iya, Sayang, kenapa?"

"Bi ... bisa ke sini, aku nggak kuat," ucapku pelan.

"Sayang, kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan! Suara Abimanyu terdengar panik.

"Aku nggak kuat, Bi," lirihku.

"Buka pintu, aku di depan," terangnya.

Dengan gontai aku berjalan ke dapan untuk membukakan pintu.

"Kamu kenapa?" tanyanya setelah masuk ke kamarku.

"Nggak tahu, Bi. Tadi habis mandi tiba-tiba perutku mual," sahutku dengan bersandar pada dinding.

Tanpa aba-aba ia langsung menggendongku dan membaringkan di tempat tidur.

Abimanyu menyentuh keningku dengan punggung tangannya. "Kamu demam, Sayang," ucapnya sembari menyelimutiku.

Abimanyu beranjak dan menelepon pihak hotel untuk membawakan teh manis panas serta Paracetamol. Setelah menelepon ia kembali duduk di pinggiran tempat tidur. Sambil sesekali mengusap keningku.

"Bi ...." lirihku dengan mata setengah terpejam.

Abimanyu mendekatkan wajahnya, "Iya, Di, aku di sini," sahutnya kemudian menggenggam tanganku. "Sabar, ya, sebentar lagi obatnya datang," ucapnya lagi sambil mencium keningku lama.

Tidak lama kemudian pelayan hotel datang membawakan pesanan Abimanyu. Setelah meminum teh serta obat, Abimanyu menyuruhku untuk tidur sambil membetulkan letak selimut.

Perlahan rasa kantuk mulai datang, mungkin pengaruh obat yang aku minum.

Entah sudah berapa lama aku tertidur. Saat membuka mata, Abimanyu sudah tidak ada di sampingku. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.

Perlahan aku bangun bersandar pada headboard. Badanku sudah lebih enakkan, perut juga sudah tidak mual seperti semalam.

"Sudah bangun, Sayang," sapa Abimanyu setelah keluar dari kamar mandi.

"Makasih, ya, Bi. Sudah jagain aku," ucapku setalah ia mencium keningku.

"Sudah kewajiban aku jagain kamu, Sayang. Anggap saja aku lagi belajar merawat istri yang sedang sakit," sahutnya yang sekarang sudah duduk di samping.

"I love you, Bi," ucapku lagi.

"Love you too, Di," sahutnya dengan mengecup bibirku. "Mau sarapan di sini atau di bawah?" tanyanya lagi.

"Di bawah aja, tapi aku mandi dulu," jawabku sambil menguncir rambut.

"Baiklah, aku juga mau ganti baju dulu. Telepon aku kalau sudah siap," pesannya sebelum meninggalkan kamarku.

***

Setelah siap aku segera keluar kamar. Aku menelepon Abimanyu tepat di depan pintu kamarnya.

"Ayo," ajakku, setelah Abimanyu muncul di balik pintu.

Abimanyu malah meraih lenganku  dan membawaku masuk ke dalam kamar.

Ternyata ia telah menyiapkan sarapan di kamarnya.

"Katanya mau sarapan di bawah!" seruku saat ia menyuruhku duduk di bangku yang sudah ia sediakan.

"Aku mau sarapan berdua sama kamu, Di, mumpung kita masih liburan. Lagian kamu juga baru mendingan, kita makan di sini aja."

Abimanyu priaku dengan segala cintanya selalu membuatku bahagia.

Sore hari kami kembali ke Jakarta, setelah memastikan semuanya beres.

***

"Dek!" Terdengar suara Ibu memanggilku.

"Iya, Bu," sahutku yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Ada Nak Abi," jelas Ibu.

"Suruh tunggu sebentar, Bu. Adek ganti baju dulu," sahutku.

Hari ini Abimanyu mengajakku ke butik langganan keluarganya untuk fitting baju pengantin. Pernikahan kami akan di langsungkan bulan depan. Rasanya aku masih belum percaya hubungan kami akan sejauh ini.

Setelah selesai berpakaian aku langsung ke bawah menemui Abimanyu.

"Hai, Sayang," sapanya ketika aku sudah duduk di sebelahnya.

"Sudah makan siang belum?" tanyaku.

"Sudah, tadi Mami minta ditemani makan," sahutnya. "Kamu makan dulu sana, biar aku tunggu di sini," lanjutnya lagi.

"Mau kopi?" tanyaku sebelum beranjak ke ruang  makan.

"Makasih, tadi sudah minum kopi di rumah," jawabnya.

Aku pun segera ke ruang makan untuk sarapan.

Selesai sarapan aku kembali ke kamar untuk mengambil ponsel dan tas. Di ruang tamu Abimanyu sedang ngobrol dengan Ayah.

"Sudah?" tanyanya saat aku menghampirinya.

Aku mengangguk, mengiyakan. Kemudian Abimanyu bangun dan berpamitan pada Ayah, aku mengikuti di belakangnya.

"Kami pergi dulu, Yah," ucap kami bersamaan.

"Hati-hati," sahut Ayah.

*****

Dari butik kami pergi ke tempat IO yang mengurus semua persiapan pernikahan kami. Setelah selesai membicaran konsep pernikahan yang kami inginkan Abimanyu mengajakku untuk makan malam. Baru saja masuk ke dalam mobil ponsel Abimanyu bordering.

"Gue arah balik nih, kenapa?"

Abimanyu bicara di telepon entah dengan siapa.

"Gue tanya Diandra dulu, mau apa nggak. Oke nanti gue kabarin."

Selesai bicara Abimanyu meletakkan ponselnya di dashboard.

"Siapa?" tanyaku saat ia mulai menjalankan mobil.

"Dion," jawabnya singkat.

"Mau ngapain?" tanyaku lagi.

"Marisa ngundang kita ke acara ulang tahun clubnya. Kamu mau datang!" terang Abimanyu.

"Kalau aku nggak mau datang, apa kamu akan tetap datang?" tanyaku balik.

Abimanyu masih fokus pada jalanan di depannya.

"Nggak enak kalau kita nggak datang, Di," sahutnnya saat mobil berhenti di traficlight.

Aku mengembuskan napas pelan. "Kamu aja yang pergi, tapi antarkan aku pulang dulu," pintaku akhirnya.

"Kali ini aja, temein aku. Aku janji nggak akan lama-lama di sana," ucap Abimanyu penuh harap.

Aku memang tidak pernah mau datang ke tempat seperti itu. Tetapi kalau aku membiarkan Abimanyu datang seorang diri, tidak ada yang bisa menjamin ia pulang tidak dalam keadaan mabok.

Akhirnya aku putuskan untuk ikut bersamanya. .

Sesampainya di club sudah sangat ramai. Bisingnya suara musik membuat sakit telingaku, ini pertama kalinya aku datang ke tempat seperti ini. Sejak memasuki club Abimanyu menggenggam tanganku erat sekali.

Abimanyu langsung membawaku menemui Marisa untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Setelah itu ia mengajakku ke dalam tempat pesta diadakan.

"Hai, calon pengantin akhirnya datang juga," ucap seorang pria yang berjalan gontai menghampiri kami.

Abimanyu hanya mengajaknya berhai five.

"Cantik juga cewek, Lu, Bi," ucapnya seorang perempuan berpakain seksi.

Abimanyu mengacuhkannya, dan terus menerobos kerumunan orang yang asik bergoyang mengikuti alunan music.

"Hai, Bi, Di," sapa Jhony pada kami.

Abimanyu menyuruhku duduk di kursi yang sudah di tempati oleh Jhoni dan seorang wanita yang pakaiannya kekurangan bahan.

"Tunggu di sini. Aku pesan minum dulu," pesannya padaku.

"Jangan lama-lama!"

"Iya," sahutnya. "Titip Diandra sebentar," ucapnya pada Jhony.

Jhoni mengacungkan jempol pada Abimanyu. Aku benar-benar risih berada di tempat seperti ini. 

"Sudah beres semua persiapannya, Di?" tanya Jhoni.

"Sudah Jhon, tinggal nunggu hari H," jawabku.

"Semoga lancar, ya," ucap Jhoni lagi.

"Aamiin," sahutku.

Tak lama kemudian Abimanyu datang bersama Dion, Marisa dan pria yang tadi menyapa kami  di depan ternyata adalah Riki.

"Minum, Sayang." Abimanyu memberikan segelas soft drink padaku.

"Makasih, Bi."

Abimanyu tidak langsung duduk. Ia bergabung bersama Dion, Marisa dan temannya yang lain. Aku sekarang duduk sendirian, karena Jhoni dan wanitanya turun ke lantai dansa.

Semakin malam pengunjung club bertambah ramai. Abimanyu sedang asik mengobrol dengan teman-temannya. Sesekali mereka tertawa bersama entah apa yang mereka bicarakan.

"Bi, aku mau ke toilet," bisikku menghampirinya.

Abimanyu membisikin sesuatu pada Helen  wanita yang sedari tadi bergelayut manja pada Dion.

"Ayo," ucap Helen padaku.

"Terima kasih," sahutku kemudian berjalan mengikutinya.

"Ini toiletnya. Gue tunggu di sini," terangnya begitu kami sampai di depan pintu toilet.

"Iya," sahutku sambil mengangguk dan segera masuk ke dalam.

Keluar dari toilet Helen tidak ada. Seingatku tadi lampu di depan toilet menyala, tapi sekarang kenapa mati. Dengan meraba aku menyusuri jalan yang tadi aku lewati.

Tetapi tiba-tiba ada seseorang menyergapku dari belakang, saat akan berteriak dan berontak ia membekap mulutku.Sedetik kemudian semuanya menjadi gelap.