Ketika sedang sibuk memerhatikan wajah seorang gadis yang berada di hadapannya itu, tiba-tiba suara pintu yang terbuka pun terdengar membuat Daniel langsung mengalihkan perhatiannya ke sumber suara.
Di sana tepat diambang pintu, ia bisa melihat Meyra dan Hanzo yang baru saja memasuki kamar sembari memandang ke arahnya yang membuat dirinya pada akhirnya mau tidak mau harus menghampiri kedua orang tuanya itu.
"Daniel," panggil Meyra ketika wanita tersebut sudah berhadapan dengan putranya. "Ayo kita pulang."
Mendengar itu membuat Daniel langsung mengerutkan keningnya tidak suka memandang kedua orang tuanya secara bergantian. Kemudian mengalihkan pandangannya kepada Ametsa yang saat ini sedang tertidur dengan begitu pulas sebelum akhinya.
"Tidak, aku ingin menemani Ametsa di sini. Dia sedang sakit, tidak mungkin rasanya aku membiarkan dia sendirian di Rumah sebesar ini. Tidak, aku tak ingin pergi kemanapun."
Hanzo dan Meyra langsung menghela nafas, kemudian saling menghela nafas satu sama lain sebelum akhirnya salah satu di antara mereka pun menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan.
Sementara itu Daniel dapat melihat kedua orang tuanya yang berada di hadapannya saat ini sudah kembali memandangnya.
"Baiklah, jika itu yang kau mau, Niel." Hanzo kemudian menggunakan satu tangannya untuk menepuk pundak dari putranya itu dengan senyum penuh arti. "Tetapi kamu harus ingat dengan tujuan kamu di sini."
Kening Daniel semakin berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Papanya itu, hingga dimana pria tersebut membungkukkan sedikit tubuhnya sehingga kini wajahnya dengan wajah putranya sangat dekat.
"Jangan pernah macam-macam dengan putriku, mengerti?" lanjutnya lagi yang membuat Daniel langsung terperangah setelahnya.
Berbeda dengan Hanzo dan Meyra yang saat ini terkekeh melihat ekspresi wajah dari putra mereka yang berada di hadapannya tersebut.
"Papa!" tegur Daniel dengan raut wajah kesalnya itu. "Jangan bercanda."
Satu alis dari Hanzo langsung terangkat setelah mendengar apa yang baru saja didengar olehnya itu sehingga kini pria tersebut kembali berkata, "Aku hanya bercanda, tetapi aku juga serius. Hm, apa itu salah?" tanyanya.
Daniel yang melihatnya pun langsung memutar kedua bola matanya malas lalu menghela nafas sebelum akhirnya melipat kedua tangannya di dada dengan wajah yang ditekuk. Sedangkan Meyra yang melihatnya menjadi tidak tega, wanita tersebut yang semula hanya diam sembari menggelengkan kepala memerhatikan interaksi ayah dan anak tersebut, kini berkata.
"Sudah, sudah hentikan. Kau ini selalu saja menggoda putramu sendiri, bagaimanapun Daniel adalah laki-laki, dan dia merasa harus membantu Ametsa yang merupakan teman dekatnya sedari dulu."
Daniel yang mendengar perkataan Mamanya pun langsung menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum penuh kemenangan sembari memandang seorang pria yang berada di hadapannya saat ini. Sedangkan Hanzo yang mengetahui hal tersebut hanya mencebikkan bibirnya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
"Mey, seharusnya kamu membela aku, bukan dia. Kau ini sangat tega sekali padaku, huh!"
Melihat Papanya yang merajuk membuat Daniel langsung membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Sebelumnya laki-laki itu belum pernah melihat pria itu yang seperti ini sehingga kini dirinya merasa geli sendiri dengan seseorang yang berada di hadapannya tersebut.
"Sayang, apa kau tidak malu merajuk dihadapan putramu sendiri, huh? Kau harus ingat dengan usiamu itu, kau sudah tidak muda lagi."
"Jangan katakan usia, menyebalkan sekali rasanya setiap kali aku mengingat itu."
Setelahnya Daniel dan Meyra langsung terkekeh sembari menggelengkan kepala sesudah mendengar ucapan dari pria tersebut. Mereka merasa lucu sekaligus geli dengan yang baaru saja dilihatnya itu sehingga kini salah satu di antara keduanya pun mengatakan sesuatu.
"Pa," panggil Daniel yang membuat pria di hadapannya tersebut meresponnya dengan kedua alis yang terangkat. "Apa kau benar-benar ayahku?"
Satu alis Hanzo langsung terangkat setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh putranya itu. "Ya, aku adalah ayahmu, mengapa kau berbicara seperti itu?"
"Entahlah, aku mendadak tidak yakin sekarang," jawab Daniel dengan yang kini memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. "Coba buktikan jika kau memang ayahku yang sebenarnya."
Hanzo seketika langsung mengerutkan keningnya setelah mendengar perkataan dari seseorang yang berada di hadapannya saat ini. Kemudian memalingkan wajahnya ke arah Meyra yang saat ini sedang menahan tawanya tersebut, lalu kembali memandang putranya tidak mengerti dengan apa yang baru saja dibicarakannya itu.
"Meyra, ada apa dengan anakmu?" tanya pria itu dengan satu tangannya yang kini menggaruk pelipisnya. "Tolong pecat saja dia jadi anak. Ayo kita pulang, Sayang."
Daniel yang mendengarnya pun hanya terperangah melihat kepergian dari pria tersebut dengan keterkejutannya itu, begitu pula dengan Meyra yang saat ini masih berada di posisinya dengan kepala yang menggeleng.
"Daniel," panggilnya tersenyum. "Jangan hiraukan perkataan Papamu, ya, Sayang. Dia tidak pernah benar-benar serius dengan ucapannya, kau tahu itu 'kan?"
Laki-laki itu pun langsung menganggukkan kepalanya dan membalas senyuman Meyra. Kemudian berkata, "Iya Ma, aku sangat mengenalnya."
"Ya sudah, kalau begitu Mama pamit pulang, ya, Sayang. " Meyra lalu berjalan mendekati tempat tidur untuk melihat kondisi Ametsa sekali lagi untuk terakhir kalinya sebelum wanita tersebut benar-benar pergi meninggalkan tempat ini. "Daniel, tolong jaga putri Mama, ya. Dia sangatlah rapuh, jangan sampai dia menangis lagi."
Daniel yang mendengarnya pun langsung kembali tersenyum, laki-laki itu saat ini bisa melihat sendiri bagaimana Meyra yang begitu menyayangi gadis itu dan sudah dianggap seperti putrinya. Begitu pula dengannya, karena hal ini juga yang membuatnya semakin besar perasaannya terhadap Ametsa.
Gadis itu mampu membuat kedua orang tuanya sangat begitu menyayanginya. Daniel menyukai Ametsa yang bisa mengambil hati Hanzo dan Meyra. Selama ini pasangan suami dan istri itu selalu bersedih karena tidak bisa memiliki seorang putri, akan tetapi ketika bertemu dengan Ametsa semuanya menjadi berubah.
Kedua orang tuanya yang semula selalu merasa bersedih, kini seakan dipertemukan dengan suatu kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa mereka lupakan. Bagi mereka, Ametsa adalah gadis berharga yang sengaja Tuhan turunkan untuk keluarganya.
Sama seperti Daniel yang juga merasa beruntung dikarenakan laki-laki itu yang merasa sangat berunung dengan pertemuannya. Bahkan momen kali pertama Ametsa yang menyapa kepadanya itu juga yang masih sangat teringat jelas terekam di dalam memorinya.
"Baiklah, Mama tenang saja, aku pasti akan menjaganya dengan sangat baik. Lebih baik sekarang Mama susul Papa, dia pasti sudah kesal setengah mati menunggumu dibawah sana."
Mendengar perkataan putranya membuat Meyra seketika langsung berdiri dari duduknya, kemudian terkekeh sebelum akhirnya berjalan hendak pergi keluar dari kamar ini.
"Kau benar. Baiklah, kalau begitu aku pergi. See you, Niel, jagoan Mama dan Papa."
Daniel yang melihat kepergiannya pun hanya diam sembari menggelengkan kepala sebelum akhirnya menghela nafas dan kembali memandang Ametsa yang masih tertidur dengan pulas.