Ametsa menghela nafas sejenak sebelum akhirnya melipat kedua tangannya di dada dengan raut wajahnya yang jelas terlihat sedang menatap sahabatnya tersebut dengan kesal. Gadis itu memalingkan wajahnya ke arah lain sebelum akhirnya berbicara.
"Kenapa kau menamparku, hah?"
"Aku kesal padamu."
"Tetapi kau baru saja berbicara. Bukankah aku benar? Jika kau berbohong, kau pantas untuk menamparku."
"Lagi pula tamparanku tidak keras, itu hanya untuk membuatmu teringat dengan kekesalanku."
Gadis itu yang mendengarnya pun langsung menghela nafas sejenak sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya tersebut dengan senyum manisnya itu.
"Baiklah, aku akan terus mengingatmu sebagai 'seorang yang labil', bagaimana?"
"Kenapa kau berkata seperti itu?"
"Pertama, saat aku mengajakmu berbicara, kau malah berkata padaku 'aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun'. Kedua, kau sendiri yang malah berbicara membuatku bingung sebenarnya apa yang kau inginkan."
