***
Langit menghitam, hanya beberapa gugusan bintang yang menyinari hamparan bumi yang sepi. Di tengah gelapnya malam, Austin keluar dari rumah demi istrinya. Ya, Austin memasuki minimarket dengan perasaan hampa di tengah kerumunan beberapa orang. Dia masih berusaha menerima kenyataan hidup yang dia alami.
"Susu hamilnya? Maksudku istriku hamil tiga bulan. Tidak, mungkin lima bulan. Beri saja aku susu yang cocok untuk bayinya. Ibunya juga." Salah satu karyawan minimarket mengamati Austin. Dia kelihatan bertanya-tanya.
"Di ujung sana. Di sana ada banyak merek susu ibu hamil. Pilihlah di sana. Kau jauh lebih tahu seperti apa istrimu." Austin mengangguk, sembari melangkahkan kaki menuju tempat yang ditunjuk karyawan tadi. Austin masih bingung mengenai apa yang dia alami bersama Yessie. Semua terlalu cepat dan itu membuatnya tidak paham. Austin tidak mengerti cara memperlakukan Yessie.
Austin baru memilih beberapa susu ketika Nick menyapanya. "Hai, Aussie. Senang bertemu denganmu di minimarket ini," ujar Nick. Austin tersentak seakan melihat hantu. Bagaimana cara Nick bisa berada di minimarket yang sama dengan Austin. "Sialan! Bajingan kau, Nick. Kau mengagetiku." Nick terkekeh-kekeh.
"Kau terlihat tampan ketika sedang terkejut. Dan aku suka melihatmu seperti itu." Nick menepuk bahu Austin sampai mereka merangkul beberapa detik kemudian. "Kau menghilang, Bro," ungkap, "aku mencarimu seharian di sekolah. Ada apa denganmu? Apa kau marah kepadaku?"
Nick mengangguk. "Sesuatu terjadi. Aku harus pindah sekolah. Aku sudah berusaha memberitahumu tetapi sepertinya kau dalam masalah malam itu. Katakan padaku kalau kau mau berbagi cerita. Aku turut sedih saat kau sedih, kawan," jelasnya. Austin mengangkat alisnya ke atas. Dan tanpa dia sadari ia telah memancing Nick untuk bertanya mengenai susu hamil yang dipegangnya.
"Itu susu hamil? Ada apa ini? Aku tidak terkejut saat Kylie Jenner hamil tetapi aku lebih terkejut melihatmu memegang susu hamil. Jangan bilang Erica--," Nick ragu sebab terakhir kali ia melihat Austin dan Erica bertengkar. "Aku--, aku hanya melihat-lihat susu ini. Kurasa aku telah banyak menyusahkan Mom saat bayi. Melihat susu hamil, aku jadi ingat hari ibu." Nick tetap curiga.
"Ayolah. Ini adalah sesuatu yang tidak harus diperdebatkan. Terkadang seseorang terlihat aneh. Dan semua orang bisa aneh." Nick menelengkan kepalanya mendengar Austin. "Baiklah--, Dan aku punya cerita. Mari pesan bir dan kita mengobrol di studio-ku. Aku mau berbagi kebahagiaan."
Usulan Nick menjadikan Austin terpaksa tidak jadi beli susu hamil. Dia tidak punya alasan untuk membeli susu hamil. Semakin dia bertingkah aneh maka semakin orang-orang akan curiga terhadapnya. Austin menyetujui rencana Nick untuk minum bir di studio milik Nick. Itu terdengar seperti ide brilian.
Perjalanan menuju studio tidak lama. Studio itu merupakan tempat nongkrong teman Nick dan Austin. "Di hari kepindahanku di sekolah baruku. Aku menemukan guru yang cantik. Dia guru bahasa Inggris, dia punya dada yang besar. Wajahnya melebihi Jennifer Lawrence atau pun Scarlet Johansen." Nick mengumumkan saat sudah sampai di studio.
Austin tersendat. "Kau menyukai guru? Di antara banyak gadis-gadis di sekolah barumu. Kau terpikat dengan gurumu?" Austin cemas kalau guru yang dimaksud adalah Yessie. Itu tidak mungkin, bagaimana bisa Nick tertarik kepada Yessie.
"Ya. Tentu saja. Aku bisa terpikat dengan pesona guru asal dia cantik. Kurasa kita perlu mewujudkan fantasi dengan mengencani wanita lebih tua," kata Nick. Mata biru Austin seakan menghitam. Dia tidak akan sanggup menjelaskan ke Nick kalau orang yang disukainya bisa saja istrinya. "Ada apa, Aussie? Tak ada yang salah di sini. Ini cinta. Dan cinta tidak punya logika."
Austin meneguk birnya banyak-banyak. Dia menggeleng entah apa yang tidak dia setujui. "Cinta itu racun. Ketika kau terpikat maka kau memilih untuk kalah. Kukatakan padamu bahwa lebih baik dicintai dari pada mencintai. Jauhi guru itu, aku yakin kau bisa menemukan yang seperti Selena Gomez atau mungkin Bella Hadid."
"Masalahnya ada di mana? Kenapa kau begitu menghalangi aku berhubungan dengan guru yang sama sekali tidak kaukenal?" Austin bergeming. Nick terus mengamati. "Dan aku juga tidak menyukai Selena Gomez maupun Bella Hadid. Guru itu bahkan jauh lebih cantik dari kedua cewek itu."
Austin menatap tanah seolah tanah itu bisa membantunya. Dia tidak akan membiarkan Nick menyukai Yessie. "Siapa nama gurunya?" tanya Austin. Nick mematung karena tidak menduga Austin menanyakan hal itu. "Guru perempuan itu. Siapa namanya?" Austin mengulang pertanyaannya.
"Yessie Montghomory."
Austin sudah menduganya. Austin meneguk birnya. Dia tidak tahu berkata apa jadi dia mengatakan. "Hei, Nick. Mau kuberitahu rahasia besarku?" Awan berembus, Nick merasa dingin seperti Austin akan mengatakan hal horor semacam kisah hantu. "Apa? Apa rahasiamu? Aku tidak tahu apa yang akan kau bicarakan."
"Kauingat bahwa aku hampir membeli susu hamil tadi? Aku sudah menikah. Bukan dengan Erica atau siapa pun gadis yang dikenal kita berdua di sekolah. Dia adalah seseorang yang lebih tua beberapa tahun." Penjelasan Austin membuat Nick melongo. "Apa?! Kau bercanda, Aussie. Kau mabuk."
"Aku tidak bercanda. Aku mau bilang membencinya tapi aku mengkhawatirkannya di saat bersamaan. Aku mau bilang dia tidak menarik tapi dia selalu menghantui pikiranku." Semua yang dikatakan Austin seperti dongeng. Nick tidak mau percaya namun mata biru Austin menegaskan semuanya.
"Aku akan mengantarmu pulang. Kau sudah banyak melantur. Aku akan melupakan apa yang kaukatakan," bakas Nick. Dia membantu Austin berdiri. Austin menjauh beberapa langkah. "Aku bisa pulang sendiri. Kau tahu aku tidak mabuk, Nick. Aku mengatakan semua ini secara sadar. Aku hanya--, terlalu lelah menghadapinya. Bahwa aku telah banyak membebankan dia di kehidupan kami."
"Aku tidak tahu apa kau mengatakan kebenarannya. Aku bahkan tidak tahu harus turut berbahagia atau turut bersedih. Pernikahan seharusnya membahagiakan tapi kau terlihat tidak menginginkannya." Austin menggeleng. "Aku tidak pernah bilang tidak menginginkannya," tegasnya.
"Jangan bilang apapun pada Erica. Aku memercayaimu."
Nick mematung antara percaya dan tak percaya. Austin berlalu, pergi bersama mobil mewahnya. Dia tidak mengerti mengapa ia membongkar rahasia yang ia tutupi sebelumnya. Austin melaju, kembali ke minimarket membeli susu hamil lalu pulang ke apartemennya bersama Yessie.
Ketika dia sampai Yessie sudah terlelap. Wajah lembut Yessie membuatnya melemah. Apakah ini cinta ataukah ia hanya merasa bersalah menghancurkan hidup Yessie. "Mungkin aku cemburu pada Nick. Jangan pernah dekat dengan siapa pun yang bernama Nick, kumohon. Aku akan berubah secara perlahan." Austin mengecup kening Yessie sebelum memutuskan untuk tidur di sampingnya. Semua terasa sulit untuk didekskripsikan olehnya. Cinta adalah racun, ia telah diracuni cinta seperti yang ia katakan sebelumnya kepada Nick.
See u next time!
erwingg__ dan sastrabisu