Chapter 7 - Bab 7

***

Pagi-pagi sekali Yessie sudah bangun. Namun ada yang berbeda pagi ini. Dia tidak pernah berpikir si Malas Austin mau membuatkannya susu hamil dan sarapan pagi. Yessie nyaris lupa bernapas ketika Austin tersenyum manis kepadanya. Senyuman itu sangat manis sampai ia tak berkedip. "Ya Tuhan, apa neraka barusaja membeku?"

"Itu judul yang bagus untuk memulai pagi kita. You know, I decided for making a change." Austin mengumumkan. Yessie melongo, seperti sedang bermimpi lelucon yang sama sekali tidak lucu. "You kidding? I mean, sejak kapan ada kata pagi kita? Apa kau mabuk heroin atau semacamnya?"

Austin menyerahkan segelas susu hamil sampai Yessie meraihnya. Wanita itu tak meminumnya. Ia masih ingin mengobrol. "Aku tidak mabuk. Dan kata kita ada sejak semalam. Ketika aku bilang orang tuaku menginginkan bayi itu sementara aku tidak. I mean, aku menyesal berkata seperti itu dan aku mau bilang kalau aku menginginkan bayi itu asal kau tahu." Yessie masih sulit mencerna perkataan Austin. Astaga, ini sangat mengejutkan.

"Kau tidak suka aku berubah?" Austin bertanya dengan tatapan terluka ketika melihat mata istrinya. Yessie bingung, ia terbiasa berdebat dengan Austin. Dia canggung jika berbicara serius seperti saat ini. "Bukan itu. Perubahanmu sangat menakutiku. Ini sangat menyeramkan melebih film horor yang pernah kutonton. Katakan padaku kau sedang menjebakku."

Austin menggeleng. "Aku mau memulainya. Pernikahan ini." Yessie tersentak. Ia bergeming ketika Austin mengusap rambutnya. Harus diakui Austin bukan anak-anak, juga bukan pria dewasa yang sudah matang. Beberapa orang akan dewasa menjadi Ayah muda. Yessie hanya meragukan Austin.

"Aku tidak mau membahas hal serius semacam ini tapi harus kukatakan bahwa kau punya pacar 'kan? Kau tidak bisa memulai kisah dengan seseorang disaat kau punya kisah lain." Yessie meneguk susu hamil pemberian Austin. Yang ia tahu adalah Austin Si nakal, malas, pembohong, ditambah mulutnya yang pedas. Tapi sekarang, Yessie melihat separuh kesungguhan Austin.

"Apapun bisa dilakukan. Aku mencoba memulai denganmu, lalu perlahan aku akan mengakhirinya bersama Erica. Aku janji." Austin duduk. Ia sangat tenang, sangat tenang sampai Yessie tidak nyaman melihatnya. "Kau tahu bahwa perkataan jauh lebih mudah dilakukan. Semua orang tahu itu." kata Yessie.

Yessie bangkit berdiri, "Aku ingin mendengar bagian di mana kau berkata, aku akan putuskan pacarku lalu kita mulai bersama. Itu yang seharusnya kau katakan." Entahlah, perempuan mana pun tidak menyukai berada dalam status yang tidak jelas. Austin baru mengatakan akan mencoba, dia belum membuktikannya. Kata-kata adalah racun paling mematikan di dunia.

"Aku tidak bisa memutuskan hubungan bersama Erica secepat yang kauinginkan. Pacaran adalah hal yang seharusnya dilakukan anak sekolah." jelas Austin. Yessie menggeleng. "Dan menikah adalah hal yang tidak seharusnya dilakukan anak sekolah. Maaf, MCDowell. Aku berusaha menganggapmu pria dewasa, pria sesungguhnya. Aku mencoba menganggapmu suamiku yang bisa menjagaku tapi disaat yang sama aku menyadari kau tidak pernah memposisikan dirimu sebagai apa yang harusnya kaulakukan. Kau memiliki separuh masa muda."

Austin meremas rambutnya. Dia tidak bisa mengerti Yessie, bahwa hari-hari mereka hanyalah bertengkar. "Aku lelah bertengkar, aku hanya perlu menegaskan kalau kau tidak kuizinkan dekat dengan cowok mana pun selagi kau mengandung bayiku. Aku mencoba mengertimu, aku mau memulai hubungan kita dan jangan paksa aku memutuskan Erica. It's hard for me, for making a choice. I need longer time."

"Oh, Whatever..."

Yessie memilih untuk tidak berdebat panjang. Masalahnya akan melebar jika ia bicara sekali lagi. Austin mau memulai, seharusnya itu kabar yang baik. Ia hanya perlu membuktikan perkataan laki-laki itu. Tidak ada lagi obrolan, Yessie mandi kemudian mengganti pakaiannya.

Hari ini ia memakai blus bermotif bunga dipadukan dengan rok warna coklat. Yessie tidak terlalu menampilkan sisi feminin lewat warna. Karena baginya warna cerah hanya akan menampilkan sisinya yang dipandang rapuh.

"Aku mengantarmu ke tempat mengajarmu."

"Wow, kau mencobanya? Aku terkejut."

"Ya. Sebenarnya."

Perubahan itu seperti iklim yang tidak diprediksi. Austin tampak bersemangat berubah. Dan itu sangat menakutkan. Yang paling Yessie tak sangka-sangka adalah ketika Austin membukakan pintu mobil seraya berkata, "Cantik. Maksudku blusnya, kau juga sebenarnya."

"Kalau kau berharap aku memujimu kembali maka sorry, kau tetap terlihat seperti anak pinguin. You can't make a choice." ujar Yessie. Austin mengangguk. "I never think about it. Mengenai anak pinguin bisa menghamili gadis dewasa." Dia tertawa, Yessie merasa tawa itu mengerikan.

Tidak ada yang bisa membuat Austin kehabisan kata-kata. Dia selalu punya tandingan argumen. Yessie diam, "Kau menang argumen. Karena kau ingin memulainya maka aku akan mencoba membuat aturannya lebih indah dan manis. Ini menjijikkan tapi kita harus mencoba. Pertama, cium aku paling sedikit dua kali sehari di bagian ujung kepalaku. Kedua, aku lelah tidur sendirian, jadi aku mau kau tetap stay all night. Tiga, aku mau bunga mawar merah setiap hari. Mudah, bukan?"

"Oke."

Austin memusatkan perhatiannya ke depan. Ia melajukan mobilnya dengan cepat. Yessie mengajar di sekolah yang berbeda. Itu sangat membuatnya kesulitan untuk bisa tepat waktu ke sekolahnya. "Apa yang kudapatkan jika aku menuruti tiga syaratmu?" Austin bertanya setelah beberapa menit.

"Kupikir pertanyaanmu sudah kadaluarsa." ucap Yessie. Ia pun melanjutkan, "Tapi aku akan menjawabnya. Kau mendapatkan hak-hak istimewa dari diriku. Apapun yang kauinginkan. Mungkin semacam kesetiaan, dan cinta." Austin menoleh.

"Oke. Tapi itu belum cukup, bisakah kau menambahkan kalau aku boleh bersama Erica? Hanya di sekolah, percayalah. Aku butuh status di sekolah. Semua cewek menggangguku jika aku tidak punya pacar. Aku melakukan ini hanya untuk formalitas." Selalu Erica. Tidakkah pria bisa merasakan sakitnya ketika nama pihak ketiga diujarkan? Ataukah mungkin semua pria terlahir bajingan.

"Aku tidak mau merusak niatmu untuk mencoba membangun keluarga bahagia. Jadi, aku hanya akan setuju. Aku hanya tidak mau bertengkar bersamu terus-menerus. Banyak hal yang lebih berguna daripada bertengkar." Austin tidak membalas. Ia sampai di tempat mengajar Yessie dua menit kemudian.

"Jangan lupa beli bunga. Aku suka bunga." Yessie berseru. Austin hanya mengangkat jempolnya lalu seketika menghilang. Dia berlalu begitu cepat sampai Yessie tidak menyadari teman mengajarnya melihatnya. "Siapa dia?"

"Seseorang."

"Boyfriend?"

"My Husband."

Teman mengajar Yessie sampai menutup mulut mendengarnya. "Ya Tuhan. Dia sangat tampan. Katakan padaku kalau aku tadi tidak sedang melihat Leonardo Dicaprio saat masih muda? Tidak, dia seperti model. Dia sangat manis, dia punya senyuman yang tak bisa dilupakan." Benar, berkat senyuman itulah Yessie pernah tertipu, hingga akhirnya mereka menikah. Yessie menghela napas. "Jangan terlalu memujinya. Dia tidak semanis wajahnya. Kadang dia memberikan perhatian lewat bentakan. Dia punya sisi semacam itu." kata Yessie kemudian masuk ke gedung sekolah.

See u next time!

Follow Instagram

erwingg__

sastrabisu