Akhirnya aku mencoba satu gigit sate itu. Mengunyahnya perlahan dan ... Amazing! Aku belum pernah makan sate kambing yang seenak ini.
"Gimana?"
Mataku melebar menatap Satria. "Pantesan Bang, Mak lampir suka makan bayi-bayi baru lahir. Ternyata daging bayi itu memang manis dan lembut banget."
Satria menghentikan kunyahannya. Dia memutar bola mata dan menghela napas. "Ini sate kambing ya Rea, jangan disamakan dengan sate manusia."
"Oke, oke. Seenggaknya ini membuktikan bahwa yang muda itu memang lebih enak dari pada yang tua."
"Ya jelas lah. Tua itu alot. Tapi kalau muda...." Satria melempar pandang ke arahku dan menggerak-gerakan alisnya. "Nikmat dan hot. Apalagi kalau masih perawan Ting Ting."
Aku menatap horor Satria. Jailnya kumat. "Kenapa kamu melihatku seperti itu?"
"Nggak papa sih, hanya sekadar ngasih tahu."
"Kayak yang pernah rasain perawan aja," cibirku pelan seraya membuang muka.
"Belum sih, ini baru mau coba sama kamu."
"Idih, ogah!"