Sehabis sembahyang Magrib berjamaah di masjid, mereka bertiga berlarian ke warung Bu Ijah yang letaknya persis di sebelah pasar. Pesanan mereka sama: susu jahe. Mereka bertiga duduk di kursi kosong menghadap jalan, melihat siapa saja yang lewat.
"Itu Bang Paijo." Tunjuk Yono. Bang Paijo sedang syahdu mengangkat dagangan bakso cuangki di pundaknya.
Wahya dan kawan-kawan menyapa Bang Paijo dan menanyainya banyak hal; Sudah habiskah jualannya? Apakah Desi si kembang desa membeli bakso cuangki hari ini? Mengapa bakso cuangki Bang Paijo tak laku-laku?
Bang Paijo sebal ditanya terus sambil lalu. Langkahnya melambat. "Kalian ini bertanya terus. Mau beli baksoku atau tidak?"
Wahya menjawab dengan polos, "Ya, tidak, Bang. Masih kenyang." Pras dan Yono terkekeh. Bang Paijo mengomel sendiri melewati warung Bu Ijah.
Tidak hanya penjaja makanan yang lewat terkena usilan mereka bertiga, Kunto, tetangga mereka, juga kena kicauan Wahya dan kawan-kawan.
"Kunto habis dari mana?" tanya Pras.
"Habis dari warung, beli telur."
"Kun, sini dulu. Aku ada pertanyaan. Sebenarnya Tuhan menciptakan ayam lebih dulu atau telur lebih dulu?"
Kunto menghentikan langkahnya dan otaknya berusaha berpikir. Pertanyaan seperti ini pernah ia dengar. Kalau tidak salah ada pada kisah Abu Nuwas, tetapi ia lupa.
***
Letak warung Bu Ijah strategis, dekat pasar. Orang yang lewat pun banyak dan bermacam-macam. Mereka bertiga senang melihat manusia yang bermacam-macam, tidak hanya satu macam.
Tak jauh dari warung Bu Ijah, ada lapangan Kampung Kejayaan. Persatuan Tenis Meja Kejayaan atau disebut Pertejaya, selalu berlatih tenis meja di lapangan itu. Dari warung tempat mereka duduk, terlihat jika bapak-bapak sudah mulai berkumpul dan memulai latihan. Mereka bertiga tidak mau ketinggalan menonton latihan Pertejaya.
Bu Ijah menghampiri mereka. Dicoleknya Wahya dan dibilangnya bahwa Pertejaya sudah mulai latihan.
"Belum mulai, Bu. Bu Ijah mau mengusir kami ya?" tanya Wahya.
"Kalian selalu ribut-ribut dengan orang yang lewat. Nanti warungku sepi gara-gara kalian."
Pras protes. "Namanya juga pemuda pasar, Bu. Suka iseng."
Bu Ijah tertawa geli sekali. "Pemuda pasar kok minumnya susu jahe."
Mereka bertiga ikut tertawa tidak peduli.