Setelah selesai membeli berbagai keperluan Sekolah untuk Via, mereka pun langsung pulang kembali ke Rumah. Sesekali Ibu Via dan Via berbincang-bincang sembari tertawa, itu membuat hati Ibu Via menghangat melihatnya.
"Ibu, Via boleh tanya sesuatu?" tanya Via dengan gugup. Sejujurnya sudah lama ia ingin mempertanyakannya perihal ini pada Ibunya sendiri, namun terlalu takut karena Ibu Via tak pernah memberitahu dirinya tentang Ayahnya itu sedikit pun.
Ibu Via menatap Via dengan lembut, memandangnya penuh tanya. Satu tangannya tergerak untuk membelai pipi putrinya itu dengan sayang.
"Boleh, dong. Emang Vivi mau tanya apa?" tanya Ibu Via sembari tersenyum, lalu kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti dengan pertanyaan Via.
Via terdiam sejenak, menatap punggung Ibunya itu yang kini tengah melanjutkan langkahnya. Sejujurnya ia merindukan Ayahnya, maka dari itu Via ingin tahu banyak tentang bagaimana sosok Ayahnya itu dari Ibunya sendiri.
Ibu Via merasa Via tidak mengikutinya, ia pun melihat ke belakang. Benar saja Via masih tertinggal jauh dibelakang sana yang tengah berdiam diri sembari menatapnya.
Namun ada yang tak biasa dari raut wajah Via saat ini. Ibu Via mengangkat kedua alisnya merasa heran. "Vivi, ada apa?" tanya Ibu Via yang kini kembali berjalan menghampiri Via.
Via masih diam menatap Ibunya dalam, sebenarnya ada keraguan dalam dirinya untuk mempertanyakannya pada Ibunya. Takut jika Ibu Via akan terluka atau mungkin bersedih karena bertanya tentang Ayahnya.
"Ayah..." Via menelan salivanya susah payah, "Kenapa rasanya susah banget buat nanya sama Ibu tentang Ayah?" ujar Via dalam hati. "Kenapa gak pernah pulang, Bu? Apa Ayah sesibuk itu sampe gak pernah pulang?" tanya Via pada Ibunya yang kini sudah memerah menahan air matanya.
Ibu Via langsung melihat sekelilingnya untuk menutupi kesedihannya saat ini karena mendengar Via yang kembali mempertanyakan Ayahnya setelah sekian lama.
"Vivi, ada apa tiba-tiba nanyain Ayah?" Merasa aneh karena tiba-tiba saja putrinya itu ingin mempertanyakan perihal Ayahnya. Ia yakin pasti ada sebabnya sehingga membuat putrinya itu sampai bertanya Ayahnya sendiri kepadanya.
Seketika pikiran buruk mulai berkeliaran dipikirannya, menatap intens mata bulat Via yang kini tengah menatapnya. "Apakah dia sudah bertemu dengan anaknya?" Batin Ibu Via.
Tetapi buru-buru ia menggelengkan kepalanya, tidak mungkin karena selama ini Via selalu berada di Rumahnya.
"Via ingin lihat Ayah, Bu. Via rindu Ayah. Via pengen peluk Ayah, sama kaya anak-anak lain yang suka main sama Ayahnya. Kalau Via lihat mereka, disini, sakit banget, Bu. Apa yang dibilang temen Via dulu waktu SD bener, ya? Kalau Via itu gak punya Ayah?" tanya Via sembari menekan dadanya yang sesak bermaksud memberi tahu Ibunya bahwa putri kecilnya itu tidak baik-baik saja selama ini.
Ibu Via tertegun mendengar ucapan putrinya itu. Ia sangat bersedih jika harus mengingat kembali masa lalu itu. Katakanlah Ibunya egois, sebenarnya bukan untuk melindungi Via tetapi melindungi perasaannya, hatinya yang takut kembali terluka.
Masa lalu dimana mantan suaminya itu tega meninggalkannya demi wanita lain. Bahkan Ibunya Via belum tahu apakah kini mantan Suaminya itu sudah menikah dengan wanita itu atau tidak sama sekali, mungkin saja kini sudah memiliki banyak anak.
Melihat Via seperti ini lama-lama ia menjadi tidak tega. Sedalam apapun ia menyembunyikan fakta tentang Ayahnya, pasti akan terbongkar juga. Ditambah Via pasti membutuhkan sosok seorang Ayah.
Apa mungkin ini saat yang tepat untuk Via putrinya mengetahui semua ini?
Ibu Via bukan tak ingin memberitahunya. Hanya saja ibu via tak ingin membuat Via menjadi sedih setelah tahu yang sebenarnya. Ia tidak pernah sanggup untuk menyaksikan seorang anak yang membenci Ayahnya sendiri.
Apalagi jika Ayahnya itu benar-benar telah mempunyai istri lagi dan memiliki anak. Seketika Ibu Via menjadi merasa bersalah, ia berusaha tersenyum meski hatinya sedang tidak.
"Ibu, kenapa Ibu menangis?" Via melihat Ibunya sendiri menangis didepannya. Itu membuat Via langsung merasa bersalah dan ikut bersedih dibuatnya.
Via langsung memeluknya, "Ibu, maafin Via, hiks," ujar Via menyesal dengan suara seraknya.
Selalu seperti ini jika Via ingin bertanya tentang Ayahnya kepada Ibunya. Itulah sebabnya kenapa Via selalu ragu untuk bertanya pada Ibunya, karena takut Ibunya bersedih.
Entah apa yang sebenarnya terjadi, Via tidak mengetahuinya sama sekali, tidak mengerti dengan apa yang telah terjadi. Tetapi yang terpenting adalah Via tidak pernah bermaksud untuk membuat ibunya menangis seperti ini.
"Maafin Via, Ibu, maaf, hiks." Via ikut menangis sembari menghapus air mata Ibunya. Untung saja jalanan sedang sepi sehingga tak ada seorang pun yang melihat mereka sedang seperti ini. "Via janji, Via gak akan pernah tanyain tentang ayah lagi sama Ibu, Via janji." Lanjutnya lagi.
Ibu via menggelengkan kepalanya dan langsung melepaskan pelukan putrinya itu, "Jangan, Sayang. Kamu gak boleh ngelupain Ayah kamu. Vivi harus percaya kalau Ayah kamu disana masih sibuk kerja jadi belum ada waktu luang untuk pulang ke Rumah," jelas Ibu Via. Berusaha memberikan pengertian kepada Via, putrinya.
Via mengangguk. "Iya, Ibu. Via gak akan lupain Ayah. Via sayang sama Ayah, kaya Via sayang sama Ibu." Ibu Via yang mendengarnya langsung mengusap air matanya.
Kemudian Ibu Via langsung kembali memeluk putrinya dengan erat, sesekali mengecup keningnya.
Begitu sakit mendengar putrinya jika sudah bertanya tentang Ayahnya.
"Lihatlah, putrimu menjadi sedih karenamu. Aku bersumpah tidak akan pernah mempertemukanmu dengan anak kita jika kamu tidak berusaha mencarinya," ujar Ibu Via dalam hati.
Via memang anak yang baik, benar-benar masih gadis yang polos. Maka dari itu Ibu Via sangat-sangat menjaganya dari orang-orang yang berniat jahat kepadanya.
"Maafkan Ibu ya, Sayang. Mungkin ini belum saatnya untuk kamu mengetahui segalanya. Tapi satu yang harus kamu tahu, bahwa Ibu melakukan ini karena Ibu menyayangimu, Nak." Lanjutnya lagi dalam hati.
"Ayo, kita pulang. Udah mau hujan, nanti Vivi sakit, kan besok kita harus datang ke Sekolah." Via tersenyum mengangguk lalu mengikuti Ibunya, berjalan beriringan dengan terburu-buru.
"Ibu," panggil Via ketika melihat Ibunya yang tengah membuka pagarnya yang sengaja digembok.
"Iya, Sayang,"
"Via lapar, Bu." Mendengar itu Ibu Via langsung menoleh menatapnya sembari terkekeh lalu menggelengkan kepalanya bersamaan dengan pagarnya yang baru saja terbuka.
Ibu Via tersenyum lalu membukakan pagarnya, "Ayo, masuk." titahnya pada Via.
Via pun menurutinya dan langsung masuk kedalam Rumahnya dengan kunci yang ia pegang. Sementara Ibu Via kembali menutup pagarnya tanpa menggemboknya seperti tadi lalu menyusul Via yang sudah berada didalam Rumah.
"Vi, kamu dimana?" teriak Ibu Via.
"Via disini, Bu." kesal Via yang tengah menonton televisi. "Gak usah teriak, Bu. Via juga denger, kok." Lanjutnya lagi dengan wajah kesalnya yang menggemaskan.
Ibu Via terkekeh melihatnya, "Ya, maaf. Ibu pikir Via dimana. Katanya tadi ada yang laper, siapa ya?" Via pun langsung menatap Ibunya dengan polos.
"Ibu,"
"Iya."
"Via pengen nasi goreng sosis, bisa kan, Bu?" Via memohon pada Ibunya dengan puppy eyes nya. Ibu Via langsung mencubit pipinya gemas.
"Siap, Nyonya putri!" ujar Ibu Via yang langsung beranjak dari duduknya disamping Via untuk membuatkan Via nasi goreng kesukaannya.
Sedangkan Via melanjutkan nonton televisinya yang menayangkan acara kartun kesukaannya.